Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Pesta Bola

Piala Dunia 2018

Brasil vs Belgia: Final Kepagian

zoom-in Brasil vs Belgia: Final Kepagian
Twitter @FIFAWorldCup
Pemain Timnas Belgia, Marouane Fellaini (tengah) merayakan golnya ke gawang Timnas Jepang dalam laga babak 16 besar Piala Dunia 2018 di Rostov Arena, Rusia, Selasa (3/7/2018) dini hari WIB. 

TRIBUNNEWS.COM - Laga perempat final Piala Dunia 2018 antara Brasil melawan Belgia layak disebut sebagai final kepagian.

Sama-sama memiliki materi yang terbilang 'mewah', duel di Kazan Arena, Kota Kazan, Rusia, pada Sabtu (7/7/2018) dini hari WIB nanti seakan menjadi pertandingan yang terjadi terlalu dini.

"Melihat materi pemain, kedua tim seharusnya tidak bertemu di babak perempat final. Kami seharusnya berjumpa mereka minimal di babak semifinal," kata pemain belakang Belgia, Vincent Kompany.

Di antara kontestan Piala Dunia kali ini, tak bisa dimungkiri Belgia adalah salah satu yang memiliki materi yang sangat mewah.

Dari bawah mistar hingga ke lini depan, mereka memiliki pemain berstatus bintang.

Di bawah mistar gawang mereka memiliki Thibaut Courtois.

Di depannya ada Vincent Kompany, Jan Vertonghen, dan Alderweireld sebagai trio di lini pertahanan.

Sementara di tengah, nama-nama sepert Kevin De Bruyne, Eden Hazard, Dries Mertens, Axel Witsel, hingga Marouane Fellaini siap memasok umpan matang untuk Romelu Lukaku.

Baca: Jelang Laga Brasil vs Belgia: Duel Tim Tak Terkalahkan

Dengan sumber daya yang mereka miliki sekarang, lebih dari memadai bagi Belgia untuk bisa merajai dunia.

Skuat mereka saat ini bahkan dilabeli generasi emas karena mayoritas pemainnya merupakan tulang punggung klub-klub top Eropa.

"Istilah generasi emas sebenarnya bukan berasal dari para pemain. Kami juga tidak terlalu peduli istilah tersebut. Namun, laga melawan Brasil akan menentukan buat kami. Ada semacam level yang harus kami capai, dan kami hanya bisa mencapainya jika mampu mengalahkan Brasil," kata Vincent Kompany seperti dilansir oleh Reuters.

Vincent Kompany benar.

Dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Piala Dunia 2014, Belgia sebenarnya sudah memiliki skuat mewah.

Namun, meski diperkuat pemain-pemain bertalenta, mereka sulit berprestasi.

Empat tahun lalu mereka takluk di tangan Argentina pada babak perempat final Piala Dunia 2014.

Dua tahun berselang pada Piala Eropa 2016, Belgia terhenti di babak serupa karena kalah dari Wales.

Piala Dunia 2018 adalah puncak periode emas Kevin De Bruyne dan kawan-kawan.

Dengan rata-rata usia belum mencapai 30 tahun, bisa jadi pada Piala Dunia empat tahun mendatang di Qatar, hanya Romelu Lukaku dan Yannick Carasco yang tetap menghuni skuat Setan Merah.

Baca: Jelang Laga Uruguay vs Prancis: Pendukung Les Bleus Ejek Betis Edinson Cavani

Artinya, inilah kesempatan terakhir bagi generasi emas Belgia untuk membuat sejarah.

Sekarang, atau tidak sama sekali.

"Ini pertandingan yang diimpikan setiap pemain, menghadapi Brasil pada babak perempat final. Kami harus bisa menikmatinya. Ketika Anda menghadapi Brasil, Anda harus paham bahwa mereka adalah tim terbaik di kompetisi ini. Anda harus menerima fakta itu," kata pelatih Roberto Martinez.

Belgia sebelumnya sudah melewati tes mental saat mampu mengejar defisit dua gol dengan mencetak tiga gol balasan ke gawang Jepang dalam interval 25 menit.

Namun, tak dimungkiri, skema dan gaya bermain mereka bisa menjadi santapan empuk agresivitas Brasil.

Vincent Kompany sendiri menyatakan, ia dan rekan-rekannya sekarang sudah lebih berpengalaman dan kuat secara mental dibanding empat tahun lalu.

Pengalaman ini tak lepas dari kematangan para pemainnya meraih prestasi di klub dan menjalani turnamen internasional.

"Dulu ada semacam pemikiran bahwa kami akan kalah sebelum bertanding apabila menghadapi Brasil. Situasi sekarang berbeda. Kami memiliki keyakinan untuk mengalahkan Brasil. Tak terlintas sedikit pun di pikiran kami terkait skenario kekalahan dari Brasil," ucap Vincent Kompany.

Tim Samba sendiri jelas adalah favorit.

Tidak seperti Jerman, Spanyol, atau Argentina yang gagal menunjukkan grafik performa menanjak, Brasil justru makin hari makin kuat dan konsisten.

Baca: Usai Gelaran Piala Dunia, Stadion Nizhny Novgorod Cari Tim Sepak Bola

Setelah ditahan Swiss 1-1, Selecao tak pernah kebobolan pada tiga laga kemudian yang berujung kemenangan 2-0 atas Kosta Rika, Serbia, dan Meksiko.

Laju impresif Brasil itu tentunya tak bisa dipisahkan dari sentuhan Adenor Leonardo Bacchi alias Tite.

Sebagai juru taktik, dia mampu meredam ego pemain bintang Brasil, membentuk senyawa tim yang kuat, mengeksploitasi kemampuan individu pemain Brasil yang di atas rata-rata, dan membangun organisasi pertahanan disiplin sekaligus tangguh.

Efek Tite yang dijuluki "Profesor" ini terwujud dalam statistik mentereng.

Dari 25 laga yang sudah dijalani di bawah kendali Tite, Brasil menorehkan 20 kali kemenangan, 4 imbang, dan hanya 1 kalah, yakni dalam partai persahabatan kontra Argentina dengan skor 0-1 pada 2017 lalu.

Catatan impresif lainnya adalah pertahanan Selecao yang terbilang meyakinkan.

Dari 25 laga tersebut, Brasil hanya kebobolan 6 gol dan mencatat 19 kali tak kebobolan.

Pemain Timnas Brasil, Neymar (kiri) merayakan golnya ke gawang Timnas Meksiko dalam laga babak 16 besar Piala Dunia 2018 di Cosmos Arena, Samara, Rusia, Senin (2/7/2018) malam WIB.
Pemain Timnas Brasil, Neymar (kiri) merayakan golnya ke gawang Timnas Meksiko dalam laga babak 16 besar Piala Dunia 2018 di Cosmos Arena, Samara, Rusia, Senin (2/7/2018) malam WIB. (Twitter @FIFAWorldCup)

Brasil juga tak pernah kebobolan lebih dari satu kali dalam sebuah pertandingan.

Bek Brasil, Miranda, bahkan menyebut pertahanan Brasil ini hampir serupa dengan Italia yang telah lama dikenal dengan lini pertahanan yang kuat.

"Selecao ini berbeda dengan yang ada di masa lalu. Kami sangat kuat, kami hanya kebobolan sedikit gol dan pada setiap pertandingan kami tahu bahwa pemain depan kami dapat mencetak gol," kata Miranda kepada El Pais.

Baca: Einzel Takut Fan ID-nya Kotor

"Saya akan mengatakan itu adalah tim Brasil yang cukup bagus, karena kami lebih fokus pada gerakan defensif. Thiago Silva dan saya sama-sama belajar banyak dari Serie A tentang cara bertahan," ucap pemain klub Inter Milan itu.

Melihat rekor impresif calon lawan, Roberto Martinez menegaskan Belgia harus bermain militan.

Fisik yang tangguh dan serangan balik cepat seperti yang diperagakan untuk menjebol gawang Jepang di akhir laga akan menjadi tumpuan.

"Di Piala Dunia, Anda ingin tampil sempurna. Namun, ini adalah tentang bagaimana kita bisa melewati fase sulit, ini semata-mata tentang kemenangan," ujar eks pelatih Everton dan Wigan Athletic itu.

"Tentu saja kami harus punya pertahanan solid. Kami juga harus saling mengerti bagaimana menghadapi Neymar dan Coutinho yang hanya butuh satu detik untuk mengubah permainan," imbuh Roberto Martinez.

Baca: Ketika Para Bule Angkat Topi untuk Timnas Jepang

Dengan materi pemain bintang di setiap lini dan persentase kemenangan paling tinggi sejauh ini, Brasil dan Belgia merupakan tim favorit dalam perburuan trofi.

Bentrokan keduanya yang terlalu prematur di fase gugur membuat babak 8 besar akan terasa bagaikan final. (*)

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas