Laporan wartawan Tribun Deodatus Pradipto dari Nizhny Novgorod
SIMON Nainggolan adalah satu dari sekian pencinta sepak bola asal Indonesia yang bisa mendapatkan kesempatan menyaksikan pertandingan-pertandingan Piala Dunia 2018 secara langsung di Rusia.
Piala Dunia 2018 begitu membekas di benak Simon sehingga menjadi pengalaman yang sangat berarti untuk dirinya.
Bagi pewiraswasta asal Jakarta itu Piala Dunia 2018 adalah pengalaman pertamanya menghadiri turnamen sepak bola empat tahunan ini.
Empat tahun yang lalu dia sempat punya rencana pergi ke Brasil untuk menyaksikan Piala Dunia 2014, namun batal.
"Berbenturan dengan acara-acara keluarga. Saya batalkan di menit-menit akhir," tutur Simon kepada saya, Rabu (4/7/2018) sore waktu Rusia.
Simon berangkat ke Rusia bersama dengan Valentino Simanjuntak, temannya. Beberapa temannya kemudian menyusul dari Indonesia beberapa hari kemudian.
Mereka berkumpul di Moskow, meski ada beberapa yang sempat berpencar ke kota-kota lain.
Piala Dunia 2018 jadi pengalaman yang sangat luar biasa bagi Simon. Selain bisa menyaksikan pertandingan dari jarak dekat, Simon juga bisa memperluas pergaulannya dengan banyak orang dari banyak engara.
"Menyaksikan pertandingan Piala Dunia sungguh luar biasa, bisa bertemu banyak penggemar sepak bola dari seluruh dunia, tambah teman, dan merasakan atmosfer yang luar biasa," ujar Simon.
Lewat Piala Dunia 2018 Simon tidak hanya bisa menyaksikan pertandingan dari dekat dan merasakan atmosfernya secara langsung.
Simon jadi mengenal Rusia, negara yang pernah tertutup selama bertahun-tahun semasa era Uni Soviet.
Simon mengakui dulu memiliki persepsi Rusia adalah negara yang masyarakatnya dingin dan kaku.
Begitu menginjakkan kaki di Rusia, Simon bisa melihat sendiri perubahan besar yang terjadi di sini..
Simon menilai Rusia kini menjadi negara yang maju, sama seperti negara-negara di Eropa Barat. Satu hal yang membuat Simon terkesan adalah sistem transportasinya yang modern.
"Kita cukup kaget melihat masyarakat Rusia begitu ramah kepada semua pencinta bola yang datang dari seluruh dunia," kata Simon yang menyaksikan pertandingan Belgia melawan Tunisia, Jerman melawan Korea Selatan, Prancis melawan Denmark, Prancis melawan Argentina, dan Spanyol melawan Rusia.
Simon melihat masyarakat Rusia berusaha menghilangkan kesan dingin, kaku, dan kejam lewat Piala Dunia 2018.
Masyarakat di sini berusaha tersenyum, menyapa semua turis yang datang.
"Saya tidak tahu apakah mereka mendapat pelatihan atau tidak sebelumnya, tapi hampir di semua tempat mereka berusaha tersenyum, meskipun ada beberapa yang terlihat pura-pura tersenyum. Kultur mereka tidak bisa diubah," kata pria 48 tahun itu.
Empat tahun lagi Piala Dunia akan digelar di Benua Asia, tepatnya di Qatar. Simon berharap bisa datang ke Qatar untuk kembali merasakan atmosfer Piala Dunia.
Namun demikian, Simon ragu apakah semua pencinta sepak bola bisa merasa nyaman berada di Qatar karena suhu yang sangat panas di sana.
Setidaknya, Simon kini memiliki modal berarti untuk kembali menghadiri Piala Dunia empat tahun lagi.
Piala Dunia 2018 menjadi pelajaran yang sangat berarti untuk Simon. Pelajaran terpenting adalah terkait tiket pertandingan.
Selama di Rusia Simon melihat tiket-tiket pertandingan bisa diperjual-belikan secara mudah lewat jasa perantara.
Meski memudahkan pencinta sepak bola yang belum memiliki tiket, kekurangannya adalah harga tiket pertandingan yang menjadi lebih mahal.
"Kalau bisa dari awal bisa semua tiket yang akan kita tonton, akan lebih nyaman karena harga di perantara tiket akan lebih tinggi," kata Simon. (Tribunnews/deo)