Laporan Wartawan Tribunnews.com, Deodatus Pradipto dari Saint Petersburg
TRIBUNNEWS.COM, SAINT PETERSBURG - "Selamat pagi, Deo. Apa kabar? Sudah tiba di St. Petersburg?"
Itu pesan singkat via WhatsApp yang saya terima pada Minggu (8/7/2018) pagi pukul 08.08 waktu Saint Petersburg.
Itu adalah pesan singkat dari Baltasar Lukem, SVD, seorang misionaris asal Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), di Saint Petersburg, Rusia.
Saya mengenal beliau lewat seorang kawan yang juga misionaris dari kongregasi SVD di Rusia.
Saya masih dalam kondisi mengantuk dan kelelahan karena tiba di Saint Petersburg dari Nizhny Novgorod kurang dari dua jam sebelumnya.
Saya menempuh perjalanan selama 16 jam menggunakan moda transportasi kereta.
Romo Baltasar, begitu saya memanggilnya, memberitahu dia akan merayakan misa di gereja paroki Santa Ekaterina di kawasan Nevski.
Baca: Anggota DPR RI ini ke Piala Dunia Rusia demi Cucu
Perayaan misa akan dimulai pukul 09.30.
Ini jadi semacam pengingat bagi saya untuk menyempatkan diri beribadah walau sedang melaksanakan tugas peliputan.
Saya terlambat mengikuti misa karena harus bersiap-siap terlebih dahulu dan harus mengurus registrasi menginap di Saint Petersburg selama lebih dari tiga hari di penginapan.
Jarak antara penginapan saya dengan gereja Santa Ekaterina sebenarnya tidak jauh, tidak sampai dua kilometer, namun saya harus berjalan kaki.
Saya bertemu Romo Baltasar selepas misa.
Setelah berbincang sebentar dengan sejumlah tenaga kerja asal Filipina dan empat pria asal Nigeria di sebuah ruang serba guna di gereja itu, dia mengajak saya berjalan-jalan di seputar pusat kota Saint Petersburg sambil berbincang banyak hal.
"Saya sempat menonton pertandingan antara Swedia dan Swiss di sini. Itu karena tiba-tiba diberikan tiket oleh seorang teman," tutur Romo Baltasar.
Romo Baltasar seorang penggemar sepak bola.
Namun demikian, dia tidak menonton semua pertandingan Piala Dunia 2018 di Rusia, terutama di Saint Petersburg.
"Saya menonton di televisi saja. Lagipula kalau di stadion para pemain jadi terlihat kecil sekali," kata Romo Baltasar lalu tertawa.
Baca: Luka Modric tak Ingin Adu Penalti Lagi
Setelah berkeliling pusat Kota Saint Petersburg berjalan kaki, kami memutuskan untuk makan siang.
Romo Baltasar membawa saya ke sebuah restoran Vietnam.
"Kalau ada tamu, saya biasa ajak ke sini," tuturnya.
Sambil santap siang, kami berbicara soal keimanan dan sepak bola karena masih dalam atmosfer Piala Dunia 2018.
Pada Selasa (10/7) mendatang akan ada pertandingan babak semi final antara Timnas Prancis dan Belgia di Saint Petersburg.
"Saya suka melihat pemain menunjukkan gestur-gestur saat mereka melakukan selebrasi seperti membuat tanda salib, menunjuk ke langit, dan bersujud mencium tanah. Itu menunjukkan keimanan mereka, mereka percaya ada rahmat ilahi yang berperan di balik suka cita mereka," ujar Romo Baltasar yang mendukung Belgia.
Menurut Romo Baltasar, hal ini tidak hanya dilakukan oleh pesepak bola yang beragama Katolik.
Pesepak bola Muslim juga menunjukkan itu di atas lapangan hijau.
"Lihat saja bagaimana seorang Mohamed Salah bersujud mencium tanah saat melakukan selebrasi," kata Romo Baltasar.
Gestur-gestur seperti ini bagus di mata Romo Baltasar.
Baca: Korek-korek Tong Sampah demi Gelas
Hal ini justru menginspirasi pencinta sepak bola untuk memperkuat imannya.
Tak sekadar itu, pesepak bola yang menunjukkan keimanannya di atas lapangan turut menjadi panutan bagi umat beriman di seluruh dunia, apapun agamanya.
"Mohamed Salah itu mendapatkan apresiasi yang sangat positif dari saudara-saudara kita Muslim. Apalagi dia seorang pemain hebat. Mereka turut merasakan kedekatan dengan Salah karena seiman. Begitu juga saya jika melihat gestur seperti ini dilakukan oleh pesepak bola Katolik," kata Romo Baltasar.
Baltasar Lukem, SVD menjalani misi di Rusia sejak 1999, setahun setelah menerima Sakramen Imamat.
Kala itu dia menjadi misionaris pertama dari Asia, khususnya Indonesia, yang menjalani misi di Rusia.
Awalnya Rusia tidak menjadi pilihan Romo Baltasar saat mengisi daftar negara misi tujuan.
Dulu dia memilih negara-negara berbahasa Spanyol di Amerika Selatan, Brasil, dan Jepang.
Di menit-menit akhir sebelum mengirimkan lamaran ke Vatikan, Romo Baltasar mendadak mengubah daftar.
Dia mengganti Jepang dengan Rusia.
"Tiba-tiba saya ingin Rusia, seperti ada keinginan untuk mencoba," tuturnya.
Baca: Jalan Bolshaya Pokrovskaya: Lokasi Kumpul Favorit para Suporter
Menjadi pastor di Rusia tidaklah mudah.
Romo Baltasar menghadapi tantangan dalam pelayanannya.
Tantangan itu adalah jumlah umat Katolik yang sedikit di Saint Petersburg.
Alasannya adalah agama Katolik bukan agama mayoritas di Rusia dan banyak warga Rusia yang tidak beragama.
"Kalau misa dihadiri oleh 50 umat saja itu sudah bagus. Beda dari di Indonesia," ujar Romo Baltasar yang telah mendapatkan izin tinggal tetap di Rusia. (*)