TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Dejan Lovren tak akan pernah melupakan mimpi buruk di Stadion White Hart Lane pada 22 Oktober tahun lalu.
Ketika itu, bek Liverpool ini melakukan dua kali blunder dalam tempo 12 menit, yang keduanya dimanfaatkan dengan sempurna oleh striker Tottenham Hotspurs, Harry Kane.
Menit ke-4, ia dilewati Kane yang melesat bak anak panah hingga gawang The Reds bobol. Delapan menit kemudian,
Lovren salah mengantisipasi bola hingga dicuri oleh Kane yang terus memberi assists untuk Heung-Min Son.
Dua dosa tak termaafkan itu membuat Lovren diganti menit ke-32. Dari bangku cadangan, ia menyaksikan timnya dihancurkan Spurs 1-4, dengan Kane mengemas dua gol, dan sebiji assists.
Kane selama ini memang selalu menghadirkan mimpi buruk untuk Lovren. Dari lima kali pertemuan keduanya di Liga Primer, Kane telah mengemas lima gol, dan dua assists, dengan hasil sama-sama satu kali menang, dan tiga kali seri.
Kini, keduanya kembali bertemu saat Kroasia menantang Inggris dalam semifinal Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Moskow, Kamis (12/7) dini hari.
Dan Lovren lebih dari mafhum betapa berbahayanya striker yang punya julukan (badai) "Hurricane" tersebut. Saat ini, striker Inggris tersebut memuncaki top skor dengan enam gol dari lima laga.
Lovren pun penuh gairah menyambut tantangan dari pemain yang disebutnya sebagai salah satu penyerang terbaik dunia ini.
"Ia pantas mendapatkan segala pujian. Musim lalu ia telah mencetak lebih dari 25 gol. Tapi saya sangat bergairah menyambut tantangan ini, dan ingin menunjukkan ke setiap orang bahwa saya salah satu bek terbaik," ujar bek Kroasia berusia 29 tahun ini.
Kini, harus diakui, Lovren secara teknik, dan mental, jauh lebih baik dari tahun lalu. Ia telah mematenkan posisinya sebagai palang pintu andalan The Reds bersama Virgil van Dijk.
Di timnas Kroasia pun, bek setinggi 1,88 cm ini selalu jadi starter --perkecualian di laga terakhir penyisihan grup kontra Islandia, yang sudah tak menentukan lagi. Hanya kapten Luka Modric yang punya menit bermain melebihinya di Kroasia.
Tak hanya itu, Lovren pun menjadi pemain dengan angka tertinggi dalam urusan cearance, dan blok di Kroasia saat ini. Dan hanya Ivan Rakitic, serta Modrid yang melebihinya dalam urusan produktivitas assists.
Lovren juga menjadi pemain dengan angka tertinggi dalam urusan cearance, dan blok di Kroasia saat ini. Dan hanya Ivan Rakitic, serta Modrid yang melebihinya dalam urusan produktivitas assists. Semua itu menunjukkan betapa tingginya pengaruh sang bek untuk tim berjuluk The Vatreni ini.
Tapi bagi Lovren, Inggris tentu saja bukan Harry Kane seorang. Ada banyak pemain berbahaya lain di tim Tiga Singa ini. Yang paling diwaspadainya adalah ancaman bola mati.
Memang, dari sebelas gol Inggris di Piala Dunia ini, hanya tiga yang lahir dari open play. Sisanya dari eksekusi bola mati, yakni lima set pieces, dan tiga penalti.
Tim Tiga Singa ini juga paling unggul dalam hal duel udara, dengan 58,9 persen sukses, jauh melebihi tim lainnya.
Di pihak lain, kubu Inggris mewaspadai aksi sang playmaker Kroasia, Luka Modric. Bersama Ivan Rakitic, keduanya menjadi pemain kunci tim berjuluk The Vatreni ini untuk bisa melenggang sampai ke semifinal.
Dalam kolomnya di BBC, mantan pemain timnas Inggris, Jermaine Jenas menyebut syarat Inggris untuk bisa menaklukkan Kroasia tak lain adalah dengan mematikan para gelandangnya, terutama Modric.
"Modric jadi ancaman utama nanti, bukan hanya karena ia punya visi, bisa menendang dengan dua kaki, dan sangat kreatif. Tapi juga karena ia punya karakter juara sejati. Ia bisa menularkan semangat kemenangan untuk rekan-rekannya. Saya pernah merasakan itu," tulis Jenas yang pernah bermain bersama Modric di Tottenham Hotspur.
Modric adalah pengatur serangan, pengatur irama permainan, sekaligus juga eksekutor bola yang baik.
Masalahnya, Inggris tak punya individu dengan kualitas teknik di atas rata-rata untuk bisa meredam Matic mulai dari lini tengah.
Kemampuan gelandang Jordan Henderson masih terlalu "biasa-biasa" dibanding Matic. Namun, Henderson punya daya kepemimpinan untuk mengatur timnya secara bersama-sama mematikan Modric.
Kolektivitas ala Inggris ini pula yang dikhawatirkan oleh Modric.
"Mereka kini tampak lebih kuat sebagai tim. Saya tak tahu apakah mereka kini sudah punya karakter yang berbeda, tapi tampaknya kini jadi lebih solid. Kebersamaan seperti itulah yang sangat penting bagi sebuah tim untuk sukses," kata Modric mengapresiasi hasil kerja pelatih Inggris, Gareth Southgate. (Tribunnews/dod)