Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Alasan KPU Tak Bisa Diskualifikasi Calon Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku tak bisa mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan. Ini alasannya.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Ini Alasan KPU Tak Bisa Diskualifikasi Calon Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan
WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN
SIMULASI PEMUNGUTAN SUARA - KPU Kota Tangerang Selatan, menggelar simulasi pemungutan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan, di lapangan PTPN VIII, Serpong, Sabtu (12/9/2020). Simulasi dilakukan di TPS 18 dan diikuti 419 orang pemilih dari Kelurahan Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini disaksikan langsung Ketua KPU Pusat, Arief Budiman dan dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pilkada Kota Tangerang Selatan akan digelar pada 9 Desember mendatang. WARTA KOTA/NUR ICHSAN 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi buka suara soal desakan untuk mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan di Pilkada 2020.

Namun ia menegaskan, pihaknya tidak bisa mendiskualifikasi calon kepala daerah itu.

Sebab, dalam membuat aturan, KPU harus berdasar pada undang-undang.

Sementara, aturan untuk mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar tidak diatur dalam UU.

"Ada pertanyaan bisa nggak KPU mendiskualifikasi, saya kira tidak."

"Karena diskualifikasi ini adalah masalah yang sangat prinsip, tentu KPU harus mendasarkannya kepada UU," kata Raka dalam sebuah diskusi virtual, Senin (21/9/2020), dikutip dari Kompas.com.

Rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Baca: Revisi UU atau Perppu, KPU Harap Ada Keseimbangan Antara Sisi Kesehatan dan Demokratis

Meski tidak bisa mendiskualifikasi, namun pihaknya tengah merancang sejumlah sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan di Pilkada.

Berita Rekomendasi

Satu di antara sanksi, misalnya pengurangan waktu kampanye bagi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan ini.

"Sedang juga dipertimbangkan 1 opsi pengurangan hak kampanye dari segi waktu."

"Misalnya dia melanggar jenis kampanye A, maka bisa jadi selama 3 hari kemudian dia tidak boleh melakukan jenis kampanye yang dilanggarnya itu," ujar Raka.

Selain itu, KPU juga mempertimbangkan sanksi berupa penghentian kegiatan kampanye.

SIMULASI PEMUNGUTAN SUARA - KPU Kota Tangerang Selatan, menggelar simulasi pemungutan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan, di lapangan PTPN VIII, Serpong, Sabtu (12/9/2020). Simulasi dilakukan di TPS 18 dan diikuti 419 orang pemilih dari Kelurahan Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini disaksikan langsung Ketua KPU Pusat, Arief Budiman dan dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pilkada Kota Tangerang Selatan akan digelar pada 9 Desember mendatang. WARTA KOTA/NUR ICHSAN
SIMULASI PEMUNGUTAN SUARA - KPU Kota Tangerang Selatan, menggelar simulasi pemungutan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan, di lapangan PTPN VIII, Serpong, Sabtu (12/9/2020). Simulasi dilakukan di TPS 18 dan diikuti 419 orang pemilih dari Kelurahan Cilenggang, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini disaksikan langsung Ketua KPU Pusat, Arief Budiman dan dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pilkada Kota Tangerang Selatan akan digelar pada 9 Desember mendatang. WARTA KOTA/NUR ICHSAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN)

Baca: KPU Bisa Ambil Langkah agar Tahapan Pilkada Tak Menjadi Arena Penularan Covid-19.

Meski begitu, menurut Raka, penjatuhan sanksi ini harus melalui rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Sebab, Bawaslu merupakan pihak yang berwenang menentukan apakah suatu kegiatan kampanye melanggar aturan atau tidak.

"Kalau Bawaslu menyatakan ini melanggar, bisa saja berkoordinasi dengan kepolisian juga untuk dihentikan."

"Tetapi bagi yang tidak melanggar tentu harus dilindungi, didorong sesuai dengan haknya," katanya.

Baca: Pilkada Jalan Terus, Protokol Kesehatan Ketat Hingga Sanksi Tegas Agar Tidak Terjadi Klaster Baru

Raka mengatakan, sanksi-sanksi tersebut kemungkinan akan diatur dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada.

Sanksi itu dirancang agar seluruh pihak yang terlibat Pilkada mematuhi disiplin protokol kesehatan.

Bersamaan dengan itu, KPU mengaku akan terus melakukan sosialisasi dan koordinasi mengenai protokol kesehatan di Pilkada ini.

"Ini penting, jangan lalu kemudian kita hanya berpikir soal sanksi agar Pilkada ini tidak represif dan juga partisipatif," kata dia.

Mendagri batasi kerumunan massa saat Pilkada

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian juga menegaskan kerumunan yang melibatkan massa di setiap tahapan Pilkada harus dibatasi.

Terutama saat kampanye yang memungkinkan terjadinya kerumunan massa apapun bentuknya.

"Jadi seperti mohon maaf rapat umum, Saya tidak setuju ada rapat umum, konser apalagi, saya tidak sependapat maka saya membuat surat langsung ke KPU."

"Kemendagri keberatan tentang itu dan kemudian segala sesuatu yang menimbulkan kerumunan itu yang berpotensi tidak bisa jaga jarak dibatasi, tapi ada tidak fair."

Tito Karnavian
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian (Dok Kemendagri)

Baca: Komisioner Bawaslu Paparkan Potensi Konflik Pilkada di Tengah Pandemi Covid

"Kalau semua kerumunan dibatasi yang diuntungkan adalah petahana karena petahana dari 270 daerah sekian petahana power-nya," kata Mendagri dalam diskusi virtual, Minggu (20/9/2020) dikutip dari laman Sekretariat Presiden.

Oleh karena itu agak kurang fair jika dibatasi total karena non petahana tentu ingin popularitas dan elektabilitasnya naik.

Maka itu ia memberikan pilihan sebuah ruang yang disebut rapat terbatas.

Ia pun telah mengusulkan pertemuan atau rapat terbatas hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang.

Dengan tetap memperhatikan jaga jarak dan juga mendorong kampanye daring.

(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Fitria Chusna)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas