KPU Larang Konser Musik, Perlombaan dan Kegiatan Olahraga Saat Kampanye Pilkada
KPU juga mengizinkan para calon kepala daerah menggelar kampanye terbatas secara tatap muka di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya melarang gelaran konser musik sebagai metode kampanye Pilkada Serentak 2020.
Larangan itu dituangkan dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 yang diundangkan pada Rabu (23/9/2020).
Sebelumnya, kampanye konser musik di Pilkada 2020 sempat menjadi perdebatan karena dinilai 'berbahaya' jika digelar di tengah pandemi Covid-19. Desakan pencabutan aturan itu pun muncul dari pegiat pemilu, anggota DPR, hingga musisi.
Akhirnya KPU membahas aturan tersebut bersama pemerintah dan DPR. Dalam aturan terbaru itu, KPU akhirnya menghapus pasal 63 PKPU Nomor 6 Tahun 2020.
Sebelumnya, pasal itu mengatur tujuh jenis kampanye yang bisa digunakan peserta pilkada.
Tujuh jenis kegiatan itu adalah rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau melalui Media Daring.
Kini, seluruh kegiatan itu dihapus dari pasal 63. KPU bahkan mencantumkan larangan mengadakan kegiatan itu dalam pasal 88C.
"Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon, Tim Kampanye, dan/atau pihak lain dilarang melaksanakan kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dalam bentuk: rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; dan/atau peringatan hari ulang tahun Partai Politik," bunyi pasal 88C ayat (1).
Dalam aturan terbaru itu KPU juga mengizinkan para calon kepala daerah menggelar kampanye terbatas secara tatap muka di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Pasal 58 PKPU Nomor 13 Tahun 2020 itu menjelaskan, peserta dapat menggelar kampanye pertemuan terbatas dan tatap muka melalui media sosial dan media daring.
Apabila para peserta tidak dapat melakukan melalui media sosial, kampanye pertemuan terbatas boleh dilakukan secara langsung.
Baca: Calon Petahana di Pilkada Semarang Dapat Posisi Kiri Surat Suara
Meski demikian, KPU mengatur hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang peserta. Jaga jarak juga harus diterapkan minimal satu meter antarpeserta.
"Pertemuan terbatas dan tatap muka dilaksanakan dalam ruangan atau gedung," mengutip bunyi Pasal 58 butir a dalam PKPU.
KPU juga mewajibkan para calon kepala daerah dan peserta rapat kampanye terbatas mematuhi pelbagai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Di antaranya wajib menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu.
Lalu, panitia harus menyediakan sarana sanitasi berupa fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, dan/atau cairan antiseptik berbasis alkohol (hand sanitizer).
"Wajib mematuhi ketentuan mengenai status penanganan Covid-19 pada daerah Pemilihan Serentak Lanjutan setempat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan/atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," mengutip bunyi Pasal 58 butir e.
Sanksi
Mengenai sanksi, dalam pasal 88C ayat (2) KPU mengatur dua sanksi jika ada pihak yang memaksakan menggelar acara tersebut, mulai dari teguran tertulis hingga pembubaran.
Sanksi bagi paslon pelanggar protokol kesehatan diatur dalam Pasal 88A ayat 2 yakni diberikan peringatan tertulis.
Selain sanksi berupa peringatan tertulis, KPU juga akan memberikan sanksi lain berupa penundaan tahapan kegiatan paslon pelanggar protokol kesehatan. Hal itu diatur dalam Pasal 88B ayat 4.
PKPU nomor 13 tahun 2020 juga mengatur sanksi paslon yang melakukan pelanggaran protokol saat melakukan kampanye di Pilkada 2020.
Sebelum dibubarkan oleh Bawaslu, paslon pelanggar protokol akan diberikan peringatan tertulis terlebih dahulu.
Baca: Pasangan I Nyoman Giri Prasta dan I Ketut Suiasa Lawan Kotak Kosong di Pilkada Badung 2020
Namun jika paslon kembali melakukan pelanggaran protokol saat kampanye, maka kegiatan itu akan dibubarkan oleh Bawaslu. Hal itu diatur dalam Pasal 88D.
Meski begitu, dalam PKPU nomor 13 tahun 2020 ini KPU tidak memberikan sanksi tegas seperti diskualifikasi terhadap paslon pelanggar protokol kesehatan.
Sebab hal itu tidak diatur dalam Undang-undang. KPU hanya mengatur sanksi peringatan tertulis dan penundaan atau pembubaran kegiatan KPU mengatakan sanksi diskualifikasi hanya diberikan kepada paslon yang melanggar peraturan sebagaimana di atur dalam UU.
"Tidak ada. Karena sanksi diskualifikasi hanya yang diatur UU saja," kata Komisioner KPU RI Hasyim Asyari.
Terkait sanksi diskualifikasi, Bawaslu sependapat dengan KPU. Afif mengatakan sanksi diskualifikasi terhadap paslon di Pilkada sudah diatur dalam UU.
"Memang UU Pilkada juga diskualifikasi mengatur itu gak ada. Tapi harapannya semua mematuhi untuk keselamatan dan kualitas Pilkada kita terjaga," tutur Afif.
Adapun pelanggaran yang dapat berujung diskualifikasi yakni jika terbukti melakukan politik uang, mutasi dan menerima dana kampanye tidak sesuai dengan UU.(tribun network/dng/dod)