Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pengalaman Jadi Hakim MK, Mahfud MD: Ada yang Menggugat Sekadar Coba-Coba

Mahfud MD mengatakan akan selalu ada pihak-pihak yang tidak puas terhadap hasil Pilkada.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Cerita Pengalaman Jadi Hakim MK, Mahfud MD: Ada yang Menggugat Sekadar Coba-Coba
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan akan selalu ada pihak-pihak yang tidak puas terhadap hasil Pilkada.

Menurutnya ada yang menindaklanjuti ketidakpuasan tersebut ke pengadilan, namun ada juga yang mengekspresikannya dengan tindakan anarkis.

Karena itu, ia meminta penyelenggara Pemilu dan aparat keamanan untuk meningkatkan kewaspadaan pada pemungutan suara.

Baca juga: Hari Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2020, KPU: 79 Ribu Petugas KPPS Reaktif Corona

"Semuanya tuh sekarang tetap harus berhati-hati dan situasi pandemi sekarang ini harus ekstra hati-hati," kata Mahfud MD usai memantau penyelenggaraan Pilkada di Pusdalops BNPB, Rabu (9/12/2020).

Berdasarkan pengalamannya menjadi hakim Mahkamah Konstitusi, menurut Mahfud MD, gugatan Pilkada dapat dibagi ke dalam dua kelompok.

Pertama gugatan yang diajukan calon-calon secara serius karena merasa menang dan ditemukan adanya kecurangan.

Baca juga: Ini Syarat Mengajukan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK

Berita Rekomendasi

"Kedua yakni kelompok yang sekadar coba-coba saja, sudah tahu kalah gitu siapa tahu bisa menghubungi hakim, siapa tahu bisa menang, siapa tahu bisa dapat memalsukan data-data yang mengecoh dan sebagainya itu coba-coba," katanya.

Di luar jalur pengadilan, menurut Mhafud ada Calon atau pendukungnya yang mengekspresikan dengan tindakan anarkis.

Baca juga: Hasil Hitung Cepat Sementara Pilkada Tangsel 2020 Charta Politika: Benyamin Davnie Unggul

Mau siapapun itu yang menang selalu ada pengrusakan atau pembakaran.

"Memang ada satu daerah atau suatu kawasan daerah tertentu itu yang pokoknya siapapun yang menang ya dilawan meskipun tahu kalah kalau perlu bakar Kantor KPU, bakar kantor Bupati itu tuh ada daerah yang begitu, karena itu semuanya tuh sekarang tetap harus berhati-hati dan situasi Pandemi sekarang ini," katanya.

Syarat Mengajukan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK


Sebanyak 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, menggelar pemungutan suara Pilkada Serentak 2020, Rabu (9/12/2020).

Meski sempat menuai penolakan publik karena Pilkada Serentak tersebut digelar di tengah pandemi Covid-19, namun pemerintah, DPR, dan KPU tetap sepakat melanjutkan proses Pilkada Serentak tersebut.

Dari data KPU ada sekitar 100,3 juta orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2020.

Dari jumlah tersebut, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.

Baca juga: Ungkapan PDI Perjuangan Atas Kemenangan di Pilkada Surabaya, Banyuwangi, Solo, Semarang hingga Medan

Setelah pemungutan suara hari ini, proses Pilkada akan melalui beberapa tahapan lagi sebelum nantinya para kepala daerah terpilih dilantik.

Salah satu proses yang akan dilalui adalah pengajuan gugatan sengketa ke Mahkamah Konsitusi (MK) bagi kontestan yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU.

Namun demikian, tidak semua gugatan yang akan diproses MK.

Berdasarkan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika gugatan sengketa Pilkada yang diajukan ingin diproses MK.

Baca juga: Pilkada Tangsel, Data Masuk 99,67 Persen, Benyamin-Pilar Unggul versi Hitung Cepat Charta Politika

Di antaranya adalah syarat selisih suara.

Dalam Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 itu dijelaskan mengenai persyaratan selisih suara yang bisa digugat ke MK.

Syarat gugatan pemilihan gubernur:

- Untuk provinsi dengan penduduk kurang dari 2 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.

- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.

- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.

- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.

Syarat gugatan pemilihan bupati/wali kota:

- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.

- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.

- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.

- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.

Baca juga: Tingkat Kepatuhan Protokol Covid-19 Saat Pilkada 89 Persen Lebih, Doni Monardo: Jangan Kita Puas

Bila selisih suara di luar rentang perhitungan di atas, MK dipastikan tidak akan menerima permohonan gugatan yang diajukan oleh kontestan manapun.

MK sendiri hanya akan mengadili gugatan terkait perselisihan suara.

Hal itu sesuai dengan tugas dan wewenang MK yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diubah dengan UU Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pengajuan permohonan gugatan sengketa selisih suara Pilkada 2020 bisa dilakukan mulai 13 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021 untuk pemilihan bupati/wali kota, dan mulai 16 Desember 2020 hingga 6 Januari 2021 untuk pemilihan gubernur.

Di luar gugatan terkait perselisihan suara, misalnya gugatan kecurangan pemilu, bisa diajukan lewat jalur non-MK, seperti Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau pidana, yakni lewat Kepolisian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas