Bamsoet Ajak Masyarakat dan Elite Politik Tinggalkan Isu Sara dalam Pemilu
Dalam beberapa waktu belakangan ini politisasi isu SARA menjadi isu politik yang paling panas dan terus menerus diperbincangkan di ruang publik
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengajak seluruh elemen masyarakat dan para elite politik meninggalkan penggunaan isu SARA dalam kontestasi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019.
Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan ini politisasi isu SARA menjadi isu politik yang paling panas dan terus menerus diperbincangkan di ruang publik.
Baca: Siapkan Tim Ekonomi, Kubu Jokowi-Maruf Siap Perang Lawan Kubu Prabowo-Sandiaga
Jangan sampai hal tersebut menjadi bom waktu yang dapat memporak-porandakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Jika kita lihat kehidupan di dunia maya, baik itu facebook, twitter, instagram, youtube, line, whatsapp group, maupun berbagai platform lainnya, terjadi perang politik secara terbuka menggunakan isu SARA sebagai senjatanya. Masyarakat diadu domba dan menjadi korban. Elite politik bukannya meredam malah tak jarang ikut 'menyiram bensin' yang memperbesar api kebencian. Ini sangat mengerikan sekali. Apa kita mau seperti ini terus?," ujar Bamsoet, sapaan akrabnya saat menjadi narasumber Bincang Kebangsaan dan Peluncuran Buku Redaksi Kompas berjudul 'Membaca Indonesia #menyatukan kepingan', di Menara Kompas, Jakarta, Senin (13/8/2018).
Politikus Partai Golkar ini mengaku tak habis pikir hanya karena berbeda haluan politik, banyak pihak lantas mengorbankan rasa persaudaraan.
Tokoh agama acap kali dihujat, negarawan dianggap musuh, presiden maupun lembaga tinggi negara sebagai simbol kedaulatan dilecehkan, kritik pun berubah menjadi pembunuhan karakter yang kejam.
Akibatnya, kebhinekaan dalam bahaya. Semua orang cenderung merasa paling benar.
"Kehidupan politik menjadi porak-poranda. Dari kaum terdidik, pejabat publik, hingga rakyat mulai terprovokasi arus propaganda politik dan berita hoax yang menyesatkan. Sendi berbangsa dan bernegara terancam punah karena kerapuhan mental. Tak ayal, publik pun teriak lantang; Indonesia darurat intoleransi. Dalam situasi inilah, sebaiknya kita membaca ulang Indonesia, agar tak tercerai berai menjadi kepingan," papar Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menerangkan, membaca ulang Indonesia adalah melawan arus politik identitas yang kini semakin merebak.
Narasi kebangsaan yang bersifat toleran, terbuka dan menghargai perbedaan harus terus tumbuh dan berkembang.
Hal ini secara filosofis tersirat jelas dari makna Bhineka Tunggal Ika dan direkatkan oleh Pancasila sebagai penopang rumah besar Indonesia.
"Membaca Indonesia hari ini pada dasarnya adalah bagaimana menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila ke ruang publik secara masif dengan memanfaatkan ruang maya dan media-media kreatif. Pancasila sebagai perekat harus terus kita rawat dan jaga untuk membendung gelombang politik identitas yang menganggu rasa kebangsaan," tegas Bamsoet.
Ketua Badan Bela Negara Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) ini optimis di relung sudut hati terdalam setiap masyarakat Indonesia pasti merindukan kedamaian hidup.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.