Pengamat: Gerakan #2019GantiPresiden Itu Dibesarkan oleh Kubu Petahana Sendiri
Begitulah pengamatan dari Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu Jokowi-Ma'ruf Amin atau petahana disebut terlalu reaktif terhadap gerakan #2019GantiPresiden. Sehingga hal itu justru berimbas sendiri pada mereka.
Begitulah pengamatan dari Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina.
Hendri mengatakan yang membesarkan hashtag atau gerakan tersebut justrulah kubu petahana dengan sikap represif. Salah satunya melalui sikap kepolisian yang melarang gerakan ganti presiden di sejumlah wilayah.
"Jadi yang membesarkan gerakan ini tu bukan para pendirinya seperti Mardani gitu. Mardani memang mencetuskan, memang inisiatif datangnya dari dia, tapi yang membesarkan ini ya petahana," ujar Hendri, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (28/8/2018).
"Karena ini ditanggapi oleh Jokowi sendiri 'masa kaus bisa ganti presiden', kemudian dilakukan tindakan-tindakan represif dari aparat. Ya yang membesarkan ini ya mereka-mereka juga," katanya.
Menurutnya, bila gerakan tersebut didiamkan saja tentu hasilnya akan berbeda. Akan lebih baik, kata dia, kubu petahana fokus menyelesaikan tuntutan masyarakat serta janji-janji mereka dari lima tahun silam.
Jika tuntutan masyarakat dikabulkan, Hendri menilai gerakan itu akan mari dengan sendirinya.
"Turunin aja harga telur, harga ayam, beras, buka lapangan kerja, turunin tarif dasar listrik. Nanti juga nggak usah ditahan-tahan, nggak usah dihadang, nggak usah diusir, mati sendiri itu gerakan. Karena sudah nggak ada lagi bahannya," kata dia.
Selain itu, founder KedaiKOPI itu mengingatkan pada 2004 silam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih karena dicitrakan terzolimi. Sehingga bukan tidak mungkin, masyarakat akan bersimpati pada gerakan ini bila terzolimi.
"Ingat di 2004, SBY itu terpilih karena dicitrakan terzolimi gitu. Nah ini kan bisa saja sejarah berulang, kalau kemudian masyarakat melihat gerakan #2019GantiPresiden ini terzolimi, maka simpati masyarakat lebih besar," kata Hendri.
"Tapi kalau kemudian baru bersuara #2019GantiPresiden kemudian langsung heboh, dihadang-hadang, diseriusin, muncullah nanti empati dr masyarakat. Sehingga gerakan ini makin besar. Jadi sekali lagi yang membesarkan gerakan ini ya justru petahana," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani kembali mengkritik keras langkah kepolisian yang melarang gerakan ganti presiden di sejumlah wilayah.
Muzani menilai larangan tersebut merupakan bentuk kekhawatiran dan kepanikan pemerintah terhadap keinginan masyarakat mengganti pemimpinnya.
"Ya iya (khawatir). Kenapa harus menggunakan aparat itu? Kan kasian. Polisi itu kan bayangkari negara, bukan bayangkari rezim," ujar Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.