Jelang Pilpres 2019, Romo Magnis Nilai Perbedaan Politik itu Biasa Saja
Kampanye damai dalam bentuk dialog umat beragama diadakan serta mengimbau pasangan capres-cawapres tak gunakan isu-isu agama dalam kampanye
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Agama Romo Frans Magnis Suseno menyatakan, perbedaan cara pandang soal perpolitikan itu biasa.
Sehingga ia meminta, kampanye damai dalam bentuk dialog umat beragama diadakan serta mengimbau pasangan capres-cawapres tak gunakan isu-isu agama dalam kampanye.
Baca: Romo Magnis Suseno Berharap Hadirkan Suasana Sejuk Jelang Pilpres 2019
"Kalau kita mengalami kompetisi keras dua kandidat pilpres boleh saja berkompetisi tapi tidak perlu diagamakan karena dua-duanya beragama bahwa perbedaan politik itu biasa saja," ujar Romo Magnis, yang ditemui dalam kegiatan Dialog Peradaban Umat Beragama di Hotel Aryaduta,Tugutani, Jakarta Pusat, Sabtu (13/10/2018).
Ia pun meminta perlu diadakan sosialisasi kampanye damai dalam bentuk dialog umat beragama, dengan tujuan agar menghindari konflik-konflik yang ditimbulkan dari isu agama yang dipolitisisasi.
"Karena agama mesti ada unsur damai, dalam perbedaan kita saling menghargai dan pertemuan semacam ini kan menunjukkan bahwa orang berbeda bisa saling menghargai dan saling mendengarkan juga," ujar Budayawan senior itu.
"Tentu kita sekarang menjelang pilpres hanya 6 bulan lagi dan dengan sendirinya ketegangan-ketegangan dalam masyarakat bisa naik, maka sangat perlu suasana yang sejuk dan positif dan saling percaya antara umat beragama," tambah dia.
Baca: Hari ini Gempa Bumi Guncang 4 Wilayah di Indonesia: Manado, Dieng, Lampung dan Palu
Selain itu dirinya juga berpesan kepada kedua pasangan calon di pilpres 2019 agar tak menggunakan isu agama maupun isu berita bohong atau hoax dalam kampanye seperti sekarang.
"Saya sebetulnya masih mengharapkan bahwa dari kedua belah kubu itu ada kehendak kuat untuk mencegah agamanisasi pilpres itu atau sebaliknya politisasi agama," terang guru besar ilmu teologi ini.