Kiai Ma'ruf: Santri Tak Cukup Hanya Belajar Al Quran dan Kitab Kuning
Namun belajar lebih luas lagi soal situasi kehidupan sehingga bisa memberi jalan keluar bagi permasalahan bangsa.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MADURA - Cawapres nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin meminta agar para santri tidak hanya belajar membaca Alquran dan Kitab Kuning.
Namun belajar lebih luas lagi soal situasi kehidupan sehingga bisa memberi jalan keluar bagi permasalahan bangsa.
Hal itu diungkapkan Kiai Ma'ruf saat menghadiri peringatan Hari Santri Nasional ke-2 bersama Ulama se-Madura di Pondok Pesantren Hidayatulloh Al Muhajirin, Arosbaya, Bangkalan, Madura, Jumat (19/10/2018).
Menurut Kiai Ma'ruf, sejak jaman dahulu, Pondok Pesantren bertugas menyiapkan generasi untuk membangun bangsa dan negara. Karena itu, selain belajar agama dengan mempelajari Alquran dan kitab kuning, para santri wajib melengkapi diri dengan ilmu lain.
"Misalnya, Santri sekarang harus melengkapi diri melawan isu-isu yang ada, agar dapat menangkal berita miring dan hoaks. Jadi tidak hanya mampu membaca Alquran dan menulis serta membaca kitab kuning," ujar Kiai Ma'ruf.
Lebih jauh lagi, Kiai Ma'ruf berharap para santri bisa membaca 'huruf-huruf Allah' di dalam tata kehidupan. Sehingga bisa membaca situasi dan kondisi, problem-problem yang terjadi. "Termasuk belajar ilmu siasat ekonomi dan kebudayaan," imbuhnya.
"Karena apa? Karena diharapkan santri ke depan memberikan jalan keluar terhadap kondisi saat ini, problem yang terjadi saat ini. Harus diakui, santri sekarang ini menghadapi tantangan lebih berat. Harus menguasai digital untuk menghadapi tantangan global," beber Kiai Ma'ruf.
Baca: Terungkap Nasab Kiai Ma’ruf: Bertemunya Darah Santri dan Priyayi, Ulama dan Umara
Kiai Ma'ruf juga mengingatkan santri zaman now agar belajar benar sejarah perjuangan santri di Indonesia. Dikatakannya, santri sudah tampil sejak jaman penjajahan. Bersama para pejuang pendahulu bangsa, para santri mampu menghadapi penjajah di bawah komando Hadratusyeikh Hasyim Ashari.
Lewat resolusi Jihad, yang dikeluarkan pada 22 Oktober, pada 10 November 1945, di Surabaya, penjajah diusir.
Selama ini, peristiwa Resolusi Jihad 22 Oktober itu banyak dilupakan oleh orang. Hingga pada era Presiden Jokowi lah maka peristiwa itu diingat kembali dengan penetapannya sebagai Hari Santri Nasional.
"Ini menjadi kebanggaan santri dan ulama berkat Pak Joko Widodo," imbuh Kiai Ma'ruf yang masih merupakan keturunan keluarga besar dari Syekh Nawawi Al Bantani itu.
Ke depan, Kiai Ma'ruf mengingatkan agar ulama dan santri menjaga agama agar tidak mudah dirusak. Apalagi belakangan ini banyak cara berpikir dan aliran baru yang sedikit-sedikit menuding cara berpikir lain sebagai bida'ah.
"Tantangan saat ini adalah cara berpikir yang tidak sesuai dengan ulama seperti upaya menganti kenegaraan," pungkasnya.