Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Kampanye Pilpres Sudah Kehilangan Substansi, Mulai Tampang Boyolali hingga Politisi Genderuwo

Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menyebutkan saat ini kampanye pilpres sudah kehilangan substansinya.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Ketika Kampanye Pilpres Sudah Kehilangan Substansi, Mulai Tampang Boyolali hingga Politisi Genderuwo
Tribun Jateng/Eka Yulianto Fajlin
Pengunjuk rasa melintas di depan Patung Arjuna Wijaya di pusat Boyolali Kota, Minggu (4/11/2018). TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bahasa yang tidak lazim digunakan oleh para politisi, khususnya oleh kedua kandidat calon presiden RI.

Masih teringat bahasa "Tampang Boyolali" oleh Prabowo Subianto, saat ini Joko Widodo melontarkan menyebut "Politisi Genderuwo", sebagai konotasi kepada mereka yang sering menakut-nakuti rakyat.

Sebelumnya, Jokowi juga pernah menyebut "Politisi Sontoloyo".

Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menyebutkan saat ini kampanye pilpres sudah kehilangan substansinya.

Alasannya, para politisi sudah lebih memilih untuk saling mengkritisi menggunakan bahasa-bahasa di luar substansi kampanye.

"Mereka menyebut 'sontoloyo', 'genderuwo', 'tampang Boyolali' dan yang lain juga. Bagi saya, dagelan saja. Kampanye kita sudah kehilangan substansinya," jelas Pangi Syarwi Chaniago kepada Tribun, Jakarta, Jumat (9/11/2018).

Seharusnya, para politikus menjelaskan tentang program dan visi misi pasangan calon kepada masyarakat.

Berita Rekomendasi

Program itu yang nantinya akan menjadi bahan diskusi di masyarakat agar dapat lebih mengenal calon yang berkontestasi saat ini.

"Bukan justru berdebat soal narasi-narasi yang sesungguhnya tidak punya makna," lanjutnya.

Baca: Fahri Hamzah: Yang Punya Kapasitas Sontoloyo dan Genderuwo Itu Pemerintah

Pakar Media Sosial, Ismail Fahmi menjelaskan dengan kata-kata yang tidak lazim digunakan oleh politikus, justru bisa saja menjadi senjata makan tuan.

Seperti halnya, "Tempe Setipis ATM", "Politisi Sontoloyo", dan "Tampang Boyolali".

Menurutnya, hal itu akan sangat tergantung dari simpatisan kedua kubu untuk membuat konteks dari perkataan tersebut.

"Kata-kata seperti ini akan sangat mudah untuk diolah di media sosial. Tapi, bisa jadi boomerang bagi mereka yang melontarkan. Akan sangat tergantung bagaimana fans kedua kubu meng-konteks-kan untuk melakukan serangan," ujar Ismail Fahmi.

Kepada kedua kubu, Ismail Fahmi mengingatkan agar tidak banyak melontarkan kata-kata seperti itu.

Bukan tidak mungkin, nantinya masing-masing pengikut akan menghitung seberapa banyak narasi negatif yang sudah diucapkan para calon.

"Ya bisa saja dihitung. Nanti bilangnya, 'masa pemimpin bahasanya tidak mendidik?' atau 'cerminan pemimpin terlihat dari kata-katanya'. Dengan begitu, mereka akan menghitung berapa kali kata-kata tersebut terucap meski maksudnya bercanda atau mencibir," urai Ismail Fahmi.

Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Dradjad Wibowo mengaku heran dengan Jokowi yang akhir-akhir ini selalu melontarkan pernyataan kontroversial.

Setelah Sontoloyo, kini Jokowi menyebut banyak politikus yang menggunakan gaya politik genderuwo.

"Alamak, saya heran kok Pak Jokowi akhir-akhir ini bahasanya menjadi aneh, habis sontoloyo, genderuwo habis ini apalagi Pak Jokowi," ujar Dradjad di Posko Pemenangan, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Baca: Sandiaga Uno: Mungkin yang Dimaksud Pak Presiden, Politisi Genderuwo Itu Terkait Ekonomi Rente

Menurut Dradjad pernyataan Jokowi tersebut jelas mengarah kepada kubu Prabowo.

Ia menyayangkan kubu petahana tidak mengedepankan perdebatan substanstif dalam menyerang kubu lawan.

"Jadi, saya pingin mengajak Pak Jokowi dan timnya untuk ayok kita debat secara substantif daripada dengan istilah-istilah yang aneh-aneh seperti itu," katanya.

Menurut Dradjad, Prabowo bukan menaku-nakuti dengan terus mendorong kemandirian ekonomi dan menyebut banyak kekayaan yang lari ke luar negeri.

Prabowo justru memaparkan fakta yang harus diperbaiki pemerintah.

"Enggak menakut-nakuti, kita mengangkat fakta kok, gini loh, faktanya mobil ini lampunya enggak bagus remnya rusak, ya masak kita membohongi rakyat dengan mengatakan remnya bagus, ketika kita mengatakan ini loh rem-nya rusak, anunya enggak bagus itu bukan menakut-nakuti, kita menyampaikan fakta apa adanya dan rakyat berhal tahu untuk itu," ujar dia.

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (KOLASE TRIBUN JATENG)

Politik Menakut-nakuti
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily menjelaskan politik genderuwo adalah istilah simbolik yang ditujukan kepada pihak-pihak yang selalu melontarkan pandangan-pandangan yang pesimistis tentang bangsa ini.

Demikian disampaikan Koordinator Bidang Komunikasi, Media, dan Penggalangan Opini Golkar ini terkait sindiran Jokowi mengenai "politik genderuwo."

Juga politik genderuwo itu, menurut Ace, adalah istilah simbolik yang ditunjukkan kepada pihak-pihak yang selalu melontarkan pandangan politik ketidakpastian, pesimisme dan kebohongan.

"Seakan-akan kita akan menghadapi krisis ekonomi yang menakutkan dengan menyebut bahwa harga-harga di pasar mengalami kenaikan. Sehingga mendorong masyarakat menjadi khawatir dengan kondisi ekonomi saat ini," ujar Ace kepada Tribun.

Padahal, imbuh Ace, kalau dilihat situasi dan kondisinya ya semakin membaik.

Baca: Jubir Prabowo: Pak Jokowi Sumber Kegaduhan Baru, Setelah Sontoloyo Kini Sebut Politik Genderuwo

Dia menjelaskan, dolar Amerika sudah mulai menjinak ke kisaran Rp 14.600-an yang kemarin menembus Rp 15.000-an. Angka inflasi pun tegas dia, masih dapat dikendalikan.

"Pemerintah diam-diam bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menghadapi tekanan ekonomi pasar," ujar Ace.

Melalui pernyataannya, menurut Ace, Jokowi juga ingin mengingatkan semua pihak bahwa perbedaan politik itu biasa dalam negara demokrasi.

"Kita boleh berbeda pandangan dalam berpolitik. Politik jangan membuat kita semua menjadi terpecah-pecah. Kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Demokrasi jangan membuat kita terpecah belah," tegas Ace.

Ace juga menilai, pernyataan Jokowi ini tidak hanya kepada kelompok tertentu, tetapi kepada siapa saja pihak terutama para politisi yang selalu melontarkan pandangan-pandangan dan narasi yang pesimistik, ketakutan dan ketidakpastian.

Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan di Kabupaten Tegal, Jumat (9/11/2018), sempat menyindir politikus yang doyan menyebar propaganda dan ketakutan kepada masyarakat di tahun politik ini. Ia menyebutnya sebagai politikus gerenduwo (genderuwo).

"Ya politikus gerenduwo itu yang melakukan cara-cara berpolitik dengan propaganda. Menakut-nakuti dan menimbulkan kekhawatiran di masyarakat," kata Jokowi.

Jokowi mengemukakan saat ini banyak politikus yang sering melontarkan pernyataan-pernyataan yang menakutkan dan menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Coba lihat politik dengan propaganda menakutkan. Membuat takut dan kekhawatiran. Setelah itu membuat sebuah ketidakpastian. Kemudian menjadi keragu raguan di masyarakat," ucapnya usai peresmian tol.

Ruhut Sitompul membela Presiden Jokowi soal ucapan politikus sontoloyo.
Ruhut Sitompul membela Presiden Jokowi soal ucapan politikus sontoloyo. (kolase Tribunnews/Kompas.com)

Menurutnya, cara berpolitik semacam itu bukanlah berpolitik yang beretika. Masyarakat digiring ke arah ketakutan sehingga terkesan kondisi Indonesia mencekam.

Cara berpolitik seperti itu dikatakan dapat memecah persatuan bangsa. Sehingga, Jokowi menegaskan masyarakat harus bisa berpikir kritis dan pintar dalam menghadapi situasi.

"Cara berpolitik seperti ini jangan diteruskan lah. Stop," tegas mantan Wali Kota Solo itu.

Ia harapkan politik di Indonesia penuh dengan kegembiraan dan kesenangan, bukan ketakutan.

"Namanya juga pesta demokrasi, yang namanya pesta itu penuh dengan kegembiraan. Biarkan masyarakat dengan kematangan politiknya memberikan suara untuk memilih," ujarnya.

Jokowi mengatakan harus ada hijrah sikap saat tahun politik ini. Hijrah dari pesimisme ke optimisme, hijrah dari kegaduhan ke persatuan dan kerukunan.

Ketika ditanya siapa politikus yang dimaksud, Jokowi hanya tersenyum dan mengatakan sambil lalu, "Ya dicari aja politikusnya," kata Jokwi. (amriyono/tribunnews)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas