Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Stop Wacana Tes Baca Al Qur'an untuk Capres-Cawapres, Pengamat: Bikin Defisit Demokrasi

Menurut Karyono, demokrasi Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2019 bukan malah membaik. Tapi kembali defisit karena menguatnya politik identitas

Penulis: Reza Deni
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Stop Wacana Tes Baca Al Qur'an untuk Capres-Cawapres, Pengamat: Bikin Defisit Demokrasi
ISTIMEWA
Karyono Wibowo 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, usulan Dewan Ikatan Dai Aceh yang menantang calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2018 ikut tes membaca Al Quran merupakan blunder bagi demokrasi dan sebuah kemunduran.

Menurut Karyono, demokrasi Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2019 bukan malah membaik. Tapi kembali mengalami defisit karena menguatnya politik identitas.

Tes baca Al Quran yang digelar menjelang Pilpres menurut Karyono, mencerminkan pemahaman tentang PIlpres sebagai proses demokrasi yang dipahami hanya urusan kalah atau menang.

"Dampak dari menguatnya politik identitas bisa merusak esensi demokrasi dan mendorong segregasi sosial. Lebih dari itu, isu SARA berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa," kata ,Karyono melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu (30/12/2018).

Baca: KPK Kecam Keras Proyek Air Minum Korban Tsunami Palu Jadi Bancakan Korupsi Pejabat PUPR

Karenanya, Karyono meminta semua pihak terutama elit politik harus segera menghentikan semua jenis narasi kampanye yang berbau SARA.

"Karena hal ini bisa berdampak luas terhadap persatuan dan keutuhan bangsa," tegasnya.

BERITA TERKAIT

Seperti diketahui, usulan tes baca Al Quran disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Ikatan Dai Aceh, Tgk Marsyuddin Ishak,untuk mengakhiri adanya polemik keislaman masing-masing paslon.

Tak Ada dalam UU

Karyono mengatakan tes membaca Alquran bagi capres dan cawapres tidak ada dalam Undang-Undang tentang Pemilu serta dalam Peraturan KPU (PKPU), sehingga tidak ada kewajiban bagi masing-masing paslon untuk menghadiri undangan tersebut.

"Dengan begitu, pelaksanaan demokrasi jauh dari substansi, tetapi jika capres-cawapres mau hadir di uji baca Alquran untuk meyakinkan rakyat Aceh, maka hal itu berpulang kepada masing-masing capres," ujarnya.

Karyono lebih jauh menarik bagaimana tes membaca Al Quran tersebut bermuka, dan tak lain karena mencuatnya iklim politik identitas yang dimulai sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Hal tersebutlah, yang menurut Karyono, berimbas pada masing-masing capres-cawapres dalam Pilpres 2019.

"Pada mulanya, Jokowi dihantam berbagai isu yang berbau SARA. Berbagai opini dibangun untuk mendelegitimasi keislaman Jokowi hingga tuduhan Jokowi melakukan kriminalisasi ulama, keturunan Cina, antek aseng hingga dituduh pernah menjadi kader Partai Komunis Indonesia (PKI)," tuturnya.

Tak hanya kubu petahana yang diembuskan isu identitas, Karyono juga menilai pesaingnya, Prabowo Subianto, juga mengalami hal serupa.

"Prabowo didera isu tidak bisa menjadi imam salat. Bahkan, dengan beredarnya video yang diduga Prabowo ikut merayakan natal bersama dengan keluarga dan kaum kristiani menjadi viral, tentu kini berkembang isu yang meragukan keislaman capres nomor urut 02 tersebut," kata Karyono.

Dari sanalah, menurut Karyono, demokrasi jelang Pemilu Serentak 2019 kembali mengalami defisit karena politik identitas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas