JPPR Laporkan Indikasi Pelanggaran Pidana LPSDK Dua Paslon Pilpres 2019 ke Bawaslu RI
Hasilnya, mereka menemukan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu pada laporan LPSDK kedua paslon peserta pilpres 2019
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dapati sejumlah kejanggalan LPSDK kedua paslon. JPPR memantau laporan sumbangan dana kampanye kedua paslon dengan metode studi dokumen, menganilisis LPSDK yang di unggah di website resmi KPU RI.
Hasilnya, mereka menemukan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu pada laporan LPSDK kedua paslon peserta pilpres 2019 dan disampaikan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
"Dalam laporan sumbangan dana kampanye kami menemukan beberapa hal yang menurut kami ini adalah potensi dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu," kata Manager Pengawasan JPPR Alwan Ola Riantoby, di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019).
Padahal, pelaporan LPSDK harus dibuat sesuai aturan perundang-undangan dan wajib dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip legal, akuntabel, dan transparan.
Namun faktanya, JPPR masih menemukan beberapa persoalan terkait kebenaran identitas penyumbang, dan adanya motif pecah sumbangan dana kampanye.
"Hasil temuan dari pemantauan JPPR, dokumen LPSDK masih menyisakan banyak persoalan. Beberapa permasalah yang mencuat terkait kebenaran identitas penyumbang dan adanya motif pecah sumbangan dana kampanye," katanya.
JPPR menemukan ada penyumbang perseorangan dengan identitas fiktif dari paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, sejumlah 18 orang. Sedangkan di kubu paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi, ada 12 orang penyumbang fiktif. Sementara kategori sumbangan kelompok, sebanyak 2 orang penyumbang fiktif berasal dari paslon 02 Prabowo-Sandi.
Kisaran sumbangan dari penyumbang fiktif hanya Rp 20 juta hingga Rp 50 juta.
Meski jumlah sumbangannya tidak terlalu besar, namun JPPR menyebut hal itu bisa berpengsruh besar terhadap tingkat partisipasi dan elektabilitas kedua paslon pilpres.
"Memang besaran sumbangannya itu tidak banyak, tapi kita kan harus juga melihat bahwa semakin tinggi kebenaran laporan yang dilakukan oleh pasangan calon ini juga akan berpengaruh terhadap satu tingkat partisipasi," ujarnya.
Di sisi lain, pada format LPSDK pemilu 2019 jauh berbeda dibandingkan pilkada 2017 dan 2018, dimana LPSDK tahun ini hanya mencantumkan nama saja. Padahal menurut aturan dalam PKPU No 34 Tahun 2018, penyumbang harus mencantumkan identitasnya seperti, NPWP, KTP, dan alamat peyumbang.
Format LPSDK kedua paslon juga tidak melampirkan identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Hal itu bertentangan dengan Pasal 335 Ayat 4 UU No7.
Baca: 24 Januari 2019, Ahok Bebas dari Masa Hukuman
"Di laporan pasangan calon nomor 1 dan nomor 2 tidak menyebut siapa namanya, artinya kami kesulitan untuk melakukan investigasi. Kalau kemudian merujuk ke aturan PKPU 3-4 tentang dana kampanye, syarat laporan itu kan harus ada identitas penyumbang itu minimal NPWP, nomor telepon dan alamat," jelas Alwan.
Kondisi demikian secara langsung dapat menyulitkan pemilih dalam melakukan investigas lapangan terhadap sumbangan dana kampanye paslon pilpres 2019.
Bila merujuk pada UU nomor 7 tahun 2019 pasal 497, setiap orang dengan sengaja memberikan keeterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Serta Pasal 496 yang menjelaska setiap peserta pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atan ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
"Nah, ketidakbenaran laporan ini mengindikasikan bahwa pasangan calon kita semakin tidak integritas bagi kami. Kita berharap bahwa pasangan calon presiden baik nomor 1 dan nomor 2 berintegritas terutama dalam hal laporan sumbangan dana kampanye," pungkasnya.