Hasto Sindir Kemampuan Berpuisi Fadli Zon
Hasto Kristiyanto menyebut kemampuan berpuisi Waketum Gerindra Fadli Zon hanya bernilai 3.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Maruf Amin, Hasto Kristiyanto menyebut kemampuan berpuisi Waketum Gerindra Fadli Zon hanya bernilai 3.
Kalah jauh dengan anak kelas 1 SMP di Cianjur bernama Nida Aulia Mugni yang bernilai 9.
Hal itu disampaikannya saat rombongan Safari Kebangsaan VII bersilaturahmi dengan budayawan dan milenial di Rumah Ageung, Jalan Moch. Ali, Cianjur, Jawa Barat, Kamis (7/2/2019).
Kata Hasto, politik tanpa kebudayaan itu terasa sekali karena seperti berada di padang pasir.
Membaca puisi pun, kalau tanpa rasa kebudayaan, yang ada hanya menjadi puisi makian.
Baca: Sujiwo Tejo Menyebut Adanya Zaman Kalabendu dan Punokawan yang Mengakhiri Goro-goro
"Termasuk kepada seorang ulama. Itulah yang dilakukan oleh, mohon maaf, Pak Fadli Zon, Wakil ketua DPR, karena tidak memahami tradisi kebudayaan yang sebenarnya penuh dengan rasa kemanusiaan itu," ucap Hasto.
Baca: Cara Mematikan Laporan Pesan Kita Sudah Dibaca atau Centang Biru di WhatsApp
Kata Hasto, seorang politisi sekalipun harusnya berdedikasi pada tanah air.
Namun berbeda dengan Fadli, yang seorang wakil ketua DPR.
"(Fadli Zon, red) Kalah sama adik kita dalam membuat puisi dan membaca puisi, itu adalah sebuah degradasi kepemimpinan yang luar biasa," kata Hasto.
Pada acara silaturahmi, Nida yang pernah menjuarai lomba puisi tingkat nasional saat masih bersekolah dasar itu, membacakan sebuah puisi perjuangan, berjudul '17 Agustus'.
Bagi Hasto, Nida berhasil menunjukkan bagaimana seseorang harusnya berpuisi untuk membangkitkan perjuangan.
"Itulah seharusnya kebudayaan dalam puisi itu. Bukan mencaci maki," kata Hasto.
"Melihat puisi Fadli Zon sendiri gimana?" tanya wartawan.
"Ya kalah jauh, kalah jauh sama yang ini (Nida, red). Kalau nilainya tadi 9, yang sana (Fadli, red) 3," jawab Hasto.
Untuk diketahui, belakangan Fadli Zon memang kembali mengundang polemik dengan membuat puisi berjudul 'Doa yang Ditukar'.
Puisi itu dianggap banyak pihak memojokkan ulama senior KH Maimoen Zubair, atau akrab disapa Mbah Moen.
Terlepas dari itu, Hasto mengatakan bahwa kebudayaan adalah yang menunjukkan Indonesia sebagai bangsa besar.
Lewat kebudayaan bisa ditemukan politik yang membangun peradaban yang berintikan kemanusiaan.
"Dengan kebudayaan, kita bangga dengan jati diri Indonesia kita, bukan bangga dengan jati diri impor," kata Hasto.
Di acara itu, sempat diperdengarkan sejumlah pegelaran seni musik dan wayang.
Lalu sebuah performing art dan penyerahan buku berjudul "Tidak Ada Hoaks Dalam Tubuhku'.
Para rombongan sempat juga diajak berkeliling melihat isi museum oleh keluarga dan keturunan mantan Bupati Cianjur, Raden Adipati Aria Prawiradiredja II. Diketahui, Raden Adipati Aria sendiri merupakan pemilik rumah tersebut yang kini dijadikan museum.
Sebuah pertunjukan silat oleh anak-anak perempuan pun dipertontonkan. Ketua DPD PDIP Tubagus Hasanuddin yang menemani Hasto dalam Safari itu, pun ikut mempertontonkan kebolehannya bersilat.
"Dengan silat kita bangun rasa percaya diri sebagai bangsa. Bahwa kita sejajar dengan bangsa AS, China, Jerman. Karena kita punya harga diri, karena kita punya kebudayaan sendiri yang khas dan unik," tutup Hasto.