Politikus Golkar Sebut Investasi Sektor Migas Indonesia Kurang Menarik
Satya Widya Yudha mengatakan Indonesia tak terlalu menarik bagi investor di bidang migas (minyak bumi dan gas alam).
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya atau Golkar, Satya Widya Yudha mengatakan Indonesia tak terlalu menarik bagi investor di bidang migas (minyak bumi dan gas alam).
Menurutnya hal itu harus diperbaiki melalui komitmen yang akan disampaikan calon presiden dalam debat kedua Pilpres 2019 yang akan berlangsung 17 Februari 2019 mendatang yang mengangkat tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Baca: Kartu Perdana XL Ini Cocok Untuk Semua Jenis Modem
Satya menegaskan masyarakat harus ikut membantu negara dengan memilih pemimpin yang berkomitmen memperbaiki iklim investasi Indonesia di bidang migas.
“Indonesia ini tak terlalu menarik untuk investasi di sektor migas, kalah dari Nigeria, Indonesia menduduki peringkat ke-82 dari 90 negara menurut Fraser Institute,” ujar Satya melalui diskusi yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar di Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (14/2/2019).
Satya menuding ketidakpastian hukum menjadikan investor dari luar negeri enggan menanam sahamnya di Indonesia.
Baca: Ramalan Zodiak Jumat 15 Februari 2019: Pisces Ambisius, Awas Libra Bisa Selisih Paham
Ia pun mengatakan persoalan itu bisa segera diminimalisir jika RUU Migas segera diselesaikan oleh DPR RI.
“Fraser Institute menempatkan Indonesia di bawah karena ada ‘flip-flop government policy’, tak ada kepastian hukum, Golkar mendorong agar RUU Migas segera diselesaikan untuk menertibkan peraturan-peraturan di bawahnya yang sering berganti-ganti,” tegasnya.
Baca: Dihantam Banjir, Jembatan Wailamun di Sikka Ambruk
Pria kelahiran tanggal 10 November 1961 itu mengatakan pemerintah Indonesia di bawah Joko Widodo telah membuat iklim ‘ease doing bussiness’ membaik.
“Hal itu bisa dilanjutkan dengan paradigma sumber daya alam Indonesia tak bisa menjadi ‘revenue base’, SDA harus dimanfaatkan untuk industri yang bisa meningkatkan ekonomi di daerah,” katanya.