Survei Polmark Indonesia: Siapapun Pemenang Pilpres, Akan Tipis Kemenangannya
Berdasarkan survei yang dilakukan di 73 dapil se-Indonesia, Jokowi-Maruf Amin unggul cukup telak, dengan meraih 40,4 persen.
Editor: Hasanudin Aco
Kemudian, PAN (5,9 persen), NasDem (5,6 persen), PKS (4,6 persen), dan terakhir adalah PPP (4,5 persen).
"Seluruh partai merupakan partai yang telah memiliki keterwakilan di parlemen saat ini," katanya.
Eep Saefulloh Fatah juga menyoroti PAN yang seringkali disebut sulit lolos PT, ternyata menurut survei pihaknya mengatakan sebaliknya.
"PAN selama ini dinilai akan sulit lolos ambang batas parlemen. Namun, menurut survei kami, PAN masih cenderung aman. Namun, apabila mengingat margin of error, angka ini seharusnya tak membuat kader bersantai," jelasnya.
Menariknya, tak ada satupun dari tujuh partai yang baru yang mengikuti Pemilu 2019 kali ini yang lolos parliamentary thresold.
Bahkan, menurut survei Polmark Indonesia, beberapa di antaranya hanya mendapat hasil pemilu di bawah satu persen.
Di antaranya, Perindo (2 persen), PSI (0,6 persen), Berkarya (0,4 persen), dan Garuda (0,1 persen).
Sedangkan beberapa partai lama yang juga masih gagal adalah Hanura (1,1 persen), PBB (0,5 persen), dan PKPI (0,2 persen). Kecuali Hanura, ketujuh partai tersebut juga belum memiliki wakil di parlemen saat ini.
Melihat hal tersebut, Eep menilai bahwa partai baru memiliki tantangan lebih berat dibandingkan partai lama.
"Ini membuktikan bahwa berpartai di negara di sistem negara sebesar Indonesia, tidak sederhana, tidak mudah, dan tidak murah," tegasnya, dikonfirmasi usai acara.
"Siapapun yang melakukan itu (mendirikan parpol), harus melakukan dalam rentang waktu yang cukup. Dengan infrastruktur atau jaringan sosial yang juga memadai," imbuh Eep Saefulloh Fatah.
Bahkan, sekalipun memiliki modal yang yang cukup tak mudah untuk bisa lolos parlemen.
"Punya uang, namun tidak punya jaringan sosial, tidak bisa uang disulap menjad jaringan sosial. Jaringan sosial itu harus diaktivasi," tandasnya.
"Saya melihat partai baru memiliki masalah itu. Ketika memiliki sumber daya lebih dalam bentuk uang, namun tidak dengan jaringan. Membentuk jaringan memerlukan waktu dan tak bisa dibeli dengan uang," tukas Eep Saefulloh Fatah.