Sekjen PDIP: Pak Prabowo Lupa, Kritik Jual Beli Jabatan, Terpercik Muka Sendiri
Semua melalui sentuhan aplikasi teknologi digital, pelayanan publik, dan transparansi kepemimpinan publik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendekatan kepemimpinan sistemik kedepankan kultur atau budaya organisasi merupakan langkah berkemajuan yang dilakukan Jokowi.
Semua melalui sentuhan aplikasi teknologi digital, pelayanan publik, dan transparansi kepemimpinan publik.
Demikian ditegaskan Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto mengomentari jalannya debat keempat Jokowi dan Prabowo, Sabtu (30/3/2019) malam.
"Kemajuan sistem tatapemerintahan inilah yang menjadi ciri Jokowi. Maka terhadap berbagai persoalan korupsi pun, pilihan Jokowi adalah kedepankan transparansi organisasi. Berbeda Pak Prabowo, selain terjebak pada memori persoalan masa lalu, praktis tidak ada perkembangan gagasan yang berarti," ujar Hasto.
Baca: TKN: Jokowi Visioner Siapkan Kemajuan Bangsa dengan Teknologi, Prabowo Disibukkan Retorika Pribadi
Hasto yang juga Sekjen PDIP ini menuturkan kritik keras Pak Prabowo pun terpercik ke muka sendiri.
"Dalam gagasan tentang pemerintahan yang baik, Pak Prabowo begitu tegas menentang praktek jual beli jabatan. Disinilah Pak Prabowo lupa, bagaimana rekomendasi calon gubernur Jawa Timur diperjualbelikan ke La Nyalla. Maka tanpa sadar, berlakulah peribahasa, menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri," katanya.
Dijelaskan bahwa menjadi pemimpin nasional memerlukan syarat matangnya kepribadian, konsistensi, dan stabilitas emosi serta kedewasaan budi pekerti.
"Debat telah membuka tabir originalitas karakter pemimpin. Pak Prabowo berbicara pada masalah dan ketakutannya terhadap masalah. Maka seluruh persoalan yang diangkat Pak Prabowo tidak jauh berbeda dari apa yang telah disampaikan sejak tahun 2009. Sementara, Pak Jokowi bergulat dengan masalah, dan hasilnya adaah solusi, suatu investasi masa depan bagi negeri," kata Hasto.
"Rakyat melihat, Jokowi dalam kesederhanaanya terus menata negeri, optimis, mampu memadukan gagasan realistis, dan visioner, sementara Prabowo pada memori lama tanpa pesona," Hasto menambahkan.