Ijtima Ulama 3 Usulkan Jokowi-Maruf Didiskualifikasi, Siapa Saja Mereka yang Hadir?
Mereka minta untuk membatalkan atau mendiskualifikasi calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Maruf Amin.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ijtimak Ulama III telah mengeluarkan 5 rekomendasi untuk menghadapi isu kecurangan Pilpres 2019. Satu di antara rekomendasi yang paling "keras" adalah usulan agar Jokowi-Maruf Amin didiskualifikasi.
Para ulama pendukung pasangan Capres dan Cawapres RI nomor urut 02, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno meminta Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membatalkan atau mendiskualifikasi calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Maruf Amin.
Dalam acara Ijtima Ulama 3 yang berlangsung di Bogor, Rabu (1/5/2019) kemarin, Panitia mengatakan menyebar 1.000 undangan, namun berdasarkan pantauan wartawan BBC News Indonesia yang meliput acara itu, Rivan Dwiastono, sekitar 500 orang yang hadir.
Beberapa ulama yang terlihat hadir adalah KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir.
Dalam kesimpulan acara, Yusuf Martak, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama mengatakan, "Telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019."
Prabowo Subianto yang juga hadir dalam acara mengatakan bahwa kesimpulan pertemuan "cukup komprehensif dan tegas."
Baca: SEJARAH HARI INI 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, Kenali 10 Fatwa Ajaran Ki Hadjar Dewantara
Baca: Hasil Assessment Tata Nilai Rekrutmen Bersama BUMN Diumumkan Hari Ini 2 Mei, Cek di Link Ini
Baca: Ijtima Ulama 3 Minta Jokowi-Maruf Didiskualifikasi, Pengamat: Ini Upaya Delegitimasi KPU
Baca: Hasil Liga Champions - Barcelona vs Liverpool, Sihir Lionel Messi Buat Van Dijk Tak Berdaya
Sebut Ada Kejahatan di Pemilu
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan kejahatan dalam proses pemilu, Slamet Maarif, Ketua Ijtima Ulama 3, mengatakan," Kenapa kita peserta ijtima mengatakan ada kejahatan, karena ada perbuatan-perbuatan curang yang mengarah ke kejahatan. umpamanya menzalimi suara orang, memerintahkan suara hak orang, kemudian fakta-fakta di lapangan ditemukan bntuk kejahatan juga yang kita indikasikan terstruktur, sistematis, dan masif."
Sejauh ini kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno belum menunjukkan metode penghitungan dalam klaim mereka bahwa Capres nomor urut 02 itu menang dalam Pemilu.
Dalam kesempatan itu, penyelenggara juga membantah tuduhan bahwa seolah-olah Ijtima Ulama ini berusaha menggiring opini bahwa seolah-olah Pemilu 2019 diwarnai kecurangan.
"Justru para ulama datang ke sini untuk memberikan ketenangan kepada umat," kata Bachtiar Nasir, panitia pengarah (steering comittee) "Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional 3, Rabu (1/5/2019) di Bogor, Jawa Barat.
Suara pendukung
Bachtiar mengklaim kehadiran ulama justru untuk apa yang dia sebut sebagai upaya "meredam" suara-suara pendukung capres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menganggap ada kecurangan pada penyelenggaraan pemilu tahun ini.
"Posisi kami harusnya diapreasiasi, karena ada arahan (dalam forum agar pendukung Prabowo Subianto) tenang, aman, tidak boleh ada chaos," kata Bachtiar Nasir.
Sebelumnya, penyelenggara Ijtima (konsensus atau kesepakatan) ulama menyatakan acara ini bertujuan untuk menyikapi proses penghitungan dan rekapitulasi Pemilu 2019.
"Nanti kita akan cari solusi bagaimana menghadapi kecurangan yang ada baik secara syar'i ataupun konstitusional," kata Slamet Maarif, Ketua Ijtima Ulama III, sebelum acara dibuka.
Rekaman pidato Rizieq Shihab
Di acara itu, mereka mendengarkan laporan dari "jaringan di daerah" tentang kemungkinan adanya kecurangan di Pemilu 2019.
Peserta juga mendengarkan rekaman pidato Rizieq Shihab yang diberi judul Maklumat Mekkah.
Panitia juga mengaku mengundang pakar hukum, IT serta ahli pidana untuk memberikan penilaian terhadap perkembangan terbaru terkait Pilpres 2019.
"Kita akan dengarkan juga paparan dari kalangan agama, kalangan ulama tentang hal-hal yang terjadi di Pilpres 2019, terutama masalah kecurangan," kata Slamet Maarif.
Dari paparan dari sisi hukum dan agama inilah, menurut Slamet, peserta Ijtima Ulama akan membahasnya sebelum akhirnya mengeluarkan rekomendasi di akhir acara.
Dimintai tanggapan atas pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mempertanyakan niat atau tujuan Ijtima Ulama 3 terkait penyelenggaraan Pemilu 2019, Slamet Maarif mengatakan "apa salahnya kita mengevaluasi ( Pemilu 2019)."
Dia kemudian mengatakan bahwa ijtima ulama 1 dan 2 juga tidak terlepas dari hajatan politik Pemilu 2019.
Dia menekankan, sikap politik dalam Ijtima Ulama 3 merupakan bentuk kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
"Yang penting tidak melanggar konsitusi yang ada," kata Slamet.
Ditanya wartawan apakah para ulama yang tergabung dalam Ijtima Ulama ini 'ditunggangi' partai-partai politik pendukung Prabowo Subianto, Slamet Maarif mengatakan, "Ini kepentingan untuk bangsa dan agama."
Keberadaan acara Ijtima (kesepakatan atau konsensus) yang sudah berlangsung tiga kali, tidak terlepas dari gerakan politik yang melibatkan massa bernama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI pada 2016.
Kritik dari TKN Jokowi-Maruf
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin mengkritik pelaksanaan Ijtima Ulama III yang digelar hari ini, Rabu (1/5/2019) di Sentul, Bogor.
Selain itu, TKN juga menganggap aneh hasil Ijtima Ulama III yang meminta Bawaslu untuk mendiskualifikasi Jokowi dari Pemilu 2019.
Baca: KPU Ungkap Kendala Lambannya Rekapitulasi Suara di Berbagai Tingkatan
"Pertemuan timses kubu 02 yang berkedok Ijtimak Ulama jelas sebuah politik akal-akalan dan ugal-ugalan yang tujuannya justru menyesatkan umat. Segala upaya dilakukan untuk tidak mengakui kekalahan versi hitung cepat mulai dari delegitimasi KPU, meminta pemilu ulang sampai dengan meminta Pak Jokowi didiskualifikasi," kata Jubir TKN Jokowi-Maruf, Ace Hasan Syadzily, saat dikonfirmasi, Rabu (1/5/2019).
Politikus Golkar ini menilai, Ijtima Ulama III adalah bentuk manuver politik kalap dari Timses 02, Prabowo-Sandiaga.
Ia juga mengkritik timses 02 yang tak siap kalah dan tak siap menerima hasil Pemilu.
"Anehnya, walaupun secara kasat mata mereka melakukan delegitimasi KPU, tapi justru mereka minta KPU-Bawaslu untuk mendiskualifikasi Pak Jokowi. Ini artinya mereka merengek-rengek pada lembaga yang kredibilitasnya sedang mereka hancurkan," ucap Ace Hasan Syadzily.
Ace pun memprediksi ada sejumlah skenario timses 02 jelang penetapan hasil Pemilu pada 22 Mei 2019.
Ia menyebut, jika timses 02 akan menuduh timses 01 melakukan kecurangan dalam Pemilu 2019.
"Ini semakin mengkonfirmasi skenario 02 menjelang 22 Mei, yakni meminta Bawaslu untuk mendiskualifikasi 01 dengan alasan kecurangan yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM). Sejalan dengan itu, kubu 02 mengerahkan massa pendukungnya bermain presiden-presidenan. Skenario diskualifikasi ini ingin menjalankan skenario pilkada Kota Waringin Barat yang saat itu Bambang Widjajanto terlibat menjadi pengacara salah satu paslon," papar Ace Hasan.
Baca: Hari Buruh : Jokowi Habiskan Waktu dengan Keluarga, Prabowo Subianto Orasi di Senayan
"Dengan didiskualifikasi calon terpilih, maka calon penantang yang otomatis dilantik. Akal bulus ini jelas tidak punya pijakan obyektif karena kecurangan TSM yang mereka tuduhkan hanya ilusi tanpa fakta. Kita ingat gertak sambel Prabowo pada saat sengketa tahun 2014 yang mengklaim membawa bukti berkontainer ke MK. Nyatanya hanya ilusi. Jangankan bukti kecurangan, mengumpulkan C1 saja plintat-plintut. Ngaku-ngaku punya real count, tempatnya tidak jelas entah di mana. Skenario kota Waringin Barat jelas halusinasi juga," tutupnya.
Bukan representasi ulama
Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) calon pasangan Presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Juri Ardiantoro menyebut lima rekomendasi yang dihasilkan oleh apa yang menamakan dirinya Ijtima Ulama III jelas bukan representasi ulama "mainstream" (arus utama) Indonesia.
Menurut Juri, lima rekomendasi Ijtima Ulama III ditandatangani oleh oleh KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir, juga bukan pula representasi umat.
"Ulama dan umat mana yang diwakili oleh mereka, apalagi sebagian besar yang hadir adalah timses pasangan 02," kata Juri dalam siaran persnya, Rabu (1/5).