KPK Akan Tentukan Status Hukum Menpora Imam Nahrawi Setelah Vonis Sekjen dan Bendahara Umum KONI
Komisi Pemberantasan Korupsi akan menentukan status hukum Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi usai vonis sekjen dan bendahara KONI
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menentukan status hukum Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi usai hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus suap dana hibah pemerintah untuk KONI melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan melihat fakta-fakta yang muncul dalam persidangan.
"Nanti kita tunggu pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang dan tuntutan JPU. Dan juga putusan hakim kita tunggu itu dulu, agar kemudian dilakukan analisis lebih lanjut," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Baca: Studi: Orang Jerman Cukup Bahagia dan Optimistis Tentang Masa Depannya
Febri menjelaskan, pengembangan dalam sebuah kasus selalu terbuka. Namun KPK ujarnya, selalu berhati-hati dalam mencermati setiap fakta persidangan yang terkuak.
"Kemungkinan pengembangan dalam sebuah kasus itu selalu ada, sepanjang ada bukti yang cukup. Tentu KPK juga harus berhati-hati dan sangat cermat untuk melihat setiap detail fakta yang ada," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Ronald menyampaikan soal pemufakatan jahat Imam saat membacakan tuntutan untuk Sekjen Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy yang dituntut 4 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy yang dituntut 2 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Baca: Lucinta Luna Ungkap Sosok Pacar Baru, Ngaku Diperlakukan Bak Ratu dan Cerita Kabar Mantan Suami
Jaksa meminta agar majelis tidak mempertimbangkan kesaksian yang diberikan Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, dan Arief Susanto yang membantah penerimaan uang total Rp 11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy kepada Miftahul Ulum untuk kepentingan Imam Nahrawi.
"Keterangan saksi dan alat bukti berupa buku tabungan bank atas nama Johny E Awuy dan rekening koran dan bukti kartu ATM yang pernah diserahkan Johny atas sepengetahuan Ending kepada Miftahul Ulum serta alat bukti elektronik berupa rekaman percakapan maka bantahan yang dilakukan saksi Miftahul Ulum, saksi Arief Susanto dan saksi Imam Nahrowi menjadi tidak relevan dan patut dikesampingkan," tambah jaksa Ronald.
Baca: Belajar dari Medsos, JAD Bekasi Buat Bom Mother of Satan Dengan Pemicu Gunakan Router Wifi
Alasannya adalah keterangan saksi hanya berdiri sendiri dan tidak didukung alat bukti sah lainnya.
"Bantahan tersebut hanya usaha pembelaan pribadi para saksi agar tidak ikut terjerat dalam perkara ini mengingat adanya keterangan saksi Valentinus Suhartono Suratman selaku Ketua KONI Pusat yang dalam keterangannya saat diputar rekaman percakapan Valentinus Suhartono Suratman mengakui dirinya berbicara dengan Adhi Purnomo dan Eko Triyanta pada 13 November 2018," ungkap jaksa.
Saat itu Suhartono Suratman sedang melakukan pertemuan dengan Miftahul Ulum, Ending, dan Johny E Awuy di kantor KONI Pusat. Kemudian yang dipanggil 'babe' dalam percakapan tersebut adalah Ending selaku Sekjen KONI Pusat.
Pada pertemuan itu dibicarakan agar Asian Games 2018 berjalan sukses dan ternyata sampai November 2018 masih ada kendala dan hambatan.
Suhartono Suratman dalam pertemuan ini berharap agar Miftahul Ulum dapat memberikan masukan kepada Menpora agar proposal Wasping I dapat disetujui dan dicarikan.
Johny E Awuy juga pernah melakukan transfer kepada Miftahul Ulum saat Johny ada di Papua dan Ulum ada di Jeddah. Johny mentransfer Rp 20 juta lalu saat kembali ke Jakarta Johny melapor ke Ending dan mentransfer lagi Rp 30 juta sehingga total yang ditransfer ke Miftahul Ulum adalah Rp 50 juta sekira akhir November - awal Desember 2018.
Penarikan dilakukan Miftahul Ulum pada akhir November 2018 saat sedang mendampingi Imam Nahrawi terkait undangan federasi paralayang di Jeddah sekaligus melaksanakan ibadah umroh bersama dengan Imam Nahrawi dan beberapa pejabat Kemenpora RI.
"Namun di depan persidangan saksi Miftahul Ulum dan saksi Arief Susanto memberikan bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke kantor KONI Pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang sejumlah total Rp 11,5 miliar sebagaimana keterangan Ending Fuad Hamidy, Eni Purnawati, supir Ending yaitu Atam yang diperkuat oleh pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen 'fee' secara bertahap yang diterima oleh Mihtahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora RI yang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 miliar haruslah dikesampingkan," tegas jaksa Ronald.
Jaksa pun menilai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, asisten pribadinya Miftahul Ulum, dan staf protokoler Kemenpora Arief Susanto telah melakukan permufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam (sukzessive mittaterscraft).
"Menurut pandangan kami penuntut umum, dari adanya keterkaitan antara bukti satu dengan yang lain menunjukkan adanya bukti dan fakta hukum tentang adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam atau dikenal dengan istilah sukzessive mittarterscraft," kata Ronald Worotikan.