(HOAX) 5.000 Santri Buntet Dikabarkan Ikut People Power
Sebelumnya, beredar informasi di sejumlah grup WhatsApp tentang pergerakan 5.000 santri Buntet ke Jakarta pada Rabu, bersamaan dengan pengumuman KPU
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Pengasuh Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, memastikan informasi sebanyak 5.000 santri Buntet ke Jakarta mengikuti “people power” atau pengerahan massa pada Rabu (22/5/2019) adalah bohong atau hoaks.
Pihak Buntet bahkan melarang santrinya ikut kegiatan terkait hasil Pemilu tersebut.
Sebelumnya, beredar informasi di sejumlah grup WhatsApp tentang pergerakan 5.000 santri Buntet ke Jakarta pada Rabu, bersamaan dengan pengumuman hasil Pemilu. Informasi itu bahkan dilengkapi sejumlah foto massa berpakaian layaknya santri.
“Saya dapat informasi kemarin (Minggu) sore terkait informasi 5.000 santri Buntet ke Jakarta. Itu fitnah,” tegas Pengasuh Pondok Buntet Pesantren KH Adib Rofiuddin, Senin (20/5/2019), di Cirebon.
Baca: Mantan Kepala BIN dan Jenderal (Purn) Blak-blakan Soal Kekuatan Massa Aksi 22 Mei Pendukung 02
Baca: TERBARU: HASIL Real Count KPU Pilpres 2019 Jokowi vs Prabowo Data Masuk 90,98% Senin 20 Mei
Baca: Ditangkap Atas Kasus Dugaan Makar, Lieus Sungkharisma: Kita Berjuang untuk Kedaulatan Rakyat
Adib menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mengerahkan santri ke Jakarta. Pada acara reuni 212 saja, pihaknya melarang keras kepada santri dan alumni Pondok Buntet Pesantren, turut serta.
“Apalagi saat ini, ada “people power” yang akan mengganggu perjalanan demokrasi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Saat ini, ribuan santri Pondok Buntet Pesantren, masih sibuk “ngaji pasaran” atau pengajian Ramadhan. Jika biasanya butuh waktu setahun untuk mengaji berbagai kitab, dalam “ngaji pasaran” hanya diperlukan setengah bulan. Aktivitas tahunan itu diperkirakan baru selesai paling cepat 23 Mei.
Adib juga meminta masyarakat agar tidak terprovokasi terhadap ajakan-ajakan elit politik yang bisa membuat kegaduhan di masyarakat. Ia juga meminta masyarakat menunggu hasil rekapitulasi dan keputusan KPU pada 22 Mei nanti.
“Yang kalah harus legowo dan yang menang jangan jumawa. Mari kembali bergandengan tangan, untuk membangun Indonesia untuk menjadi negara yang aman dan tentram,” tuturnya.
Ketua Tim Media Pondok Buntet Pesantren Mubarok Hasanuddin mengatakan, pihaknya belum mendapatkan instruksi dari pengasuh Buntet untuk melaporkan penyebaran hoaks itu. “Yang jelas informasi tersebut adalah hoaks,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cirebon Ajun Komisaris Kartono Gumelar mengatakan, pihaknya terus melakukan patroli siber di dunia maya untuk mencegah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. “Masyarakat harus waspada,” ucapnya.
Pada Senin (13/5) lalu, warga Kabupaten Cirebon, IAS (49), ditangkap polisi karena diduga membuat dan menyebarkan video bermuatan ujaran kebencian dan hoaks. Video tersebut diduga kuat terkait dengan Pemilu 2019.
Video berdurasi 1 menit 57 detik itu antara lain berisi seruan ungkapan provokatif yang membenturkan TNI dan Polri. IAS juga mengungkapkan, pada 22 Mei merupakan hari ulang tahun PKI (Partai Komunis Indonesia). Padahal, informasi itu tidak benar.
Berita ini sudah tayang di Kompas.Id dengan judul: Hoaks, 5.000 Santri Buntet Ikut People Power
Kader PAN diimbau tak ikut aksi 22 Mei
Wakil Ketua Umum PAN, Bara Hasibuan mengimbau para kadernya tak mengikuti aksi 22 Mei yang digelar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal itu disampaikan Bara meski partainya bagian dari pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga yang menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 karena dugaan kecurangan.
"Saya pikir bagaimana masing-masing partai memberikan imbauan kepada para anggotanya untuk tidak ikut-ikutan gerakan apa pun itu namanya. People power atau apa sudah berganti nama," ujar Bara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2019).
Selain itu, Bara menilai aksi tersebut akan menimbulkan keresahan di tengah masyakarat.
Baca: Hendropriyono Siap Pinjamkan Anjing Terlatih Miliknya Jika Dibutuhkan Aparat Amankan Aksi 22 Mei
Baca: Rekomendasi Bawaslu Soal Pemilu di Kuala Lumpur: Yang Dihitung Hanya 22.807 Suara
Bara menambahkan aksi tersebut berpotensi merusak demokrasi yang dibangun pasca reformasi.
"Pada akhirnya akan menimbulkan setback besar bagi demokrasi ya. Itu adalah tanggung jawab partai masing-masing," tuturnya.
Lebih lanjut, Bara menekankan konsep people power yang menolak hasil pemilu sangat berbahaya seandainya gerakan itu berkembang.
Berbagai pihak telah menyatakan menolak keras ajakan gerakan ini.
"Yang berbahaya ini menimbulkan delegitimasi. Menimbulkan distrust kepada lembaga demokrasi resmi yang justru sedang bekerja keras menyelesaikan proses ini," pungkas Bara.
Untuk diketahui, sekelompok massa yang bernama Gerakan Kedaulatan Rakyat akan menggelar aksi demo pada 22 Mei 2019, bertepatan pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Aksi tersebut dilakukan karena mereka menilai terjadi kecurangan dalam pemilu.