Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Elite Politik Diminta Bertanggung Jawab Atas Kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019

Elit politik yang terlibat dalam Pemilu 2019 bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Elite Politik Diminta Bertanggung Jawab Atas Kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019
TRIBUNNEWS.COM/RIZAL
Tujuh lembaga hukum menyampaikan temuan terkait kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 di Kantor YLBHI, Menteng 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah lembaga hukum menyerukan agar elit politik di Indonesia terutama yang terlibat dalam Pemilu 2019 bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 terkait hasil Pemilu.

Lembaga itu antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), LBH Jakarta, AJI (Aliansi Jurnalis Independen), Lokataru Foundation, Amnesty Internasional Indonesia, dan LBH Pers.

Ketua Umum YLBHI, Asfinawati mengatakan elit politik terutama kedua kubu peserta Pilpres 2019 menyumbangkan narasi provokatif yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019.

“Kita minta agar elit politik bertanggung jawab karena kerusuhan tersebut dimulai sejak lama sebaga eskalasi pernyataan provokatif, ujaran kebencian, dan pelintiran kebencian, terutama dari kedua kubu peserta Pemilu 2019,” ungkap Asfinawati di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/5/2019).

Baca: Tulis Cuitan Hoaks di Twitter soal Aksi 22 Mei 2019, Koordinator Relawan IT BPN Ditangkap

Menurutnya perang komentar antarkedua kubu justru memperburuk situasi baik sebelum maupun setelah penetapan hasil Pemilu 2019, alih-alih mendinginkan suasana.

Tujuh lembaga ini mencontohkan dua tokoh yang tak bisa melakukan ‘self-cencorship’ atas ucapan-ucapannya yaitu Menko Polhukam Wiranto dan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais.

Berita Rekomendasi

“Pertarungan di dunia digital, termasuk perang komentar langsung ditanggapi masing-masing pendukungnya di lapangan. Tercatat ada sejumlah kata kunci yang digunakan para pendukung di lapangan untuk menyulut sentimen seperti ‘komunis’; ‘PKI’; ‘Cina’; ‘teroris’; ‘radikal’; dan sebagainya,” tegas Asfinawati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas