Kivlan Zen Diduga Jadi Perencana Pembunuhan, Pengacara Bantah hingga Jelaskan Uang Rp 150 Juta
Kivlan Zen diduga jadi perencana pembunuhan. Pengcara Kivlan membantah kabar tersebut hingga memberi penjelasan mengenai uang Rp 150 juta.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kas Kostard) Mayjen Purn Kivlan Zen diduga menjadi perencana pembunuhan tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei.
Hal ini terkuak seusai polisi melakukan pemeriksaan terhadap enam tersangka yang sebelumnya telah ditangkap.
Pengacara Kivlan Zen membantah kabar tersebut hingga memberi penjelasan mengenai uang Rp 150 juta.
Sebelumnya, pihak kepolisian mengungkap pengakuan para tersangka terkait kepemilikan senjata api ilegal pada Selasa (11/6/2019).
Dalam pengakuan tersangka, nama Mayjen (Purn) Kivlan Zen ikut terseret.
Seorang tersangka bernama Tajudin mengaku mendapat intruksi dari Iwan untuk membunuh empat tokoh yakni Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Goris Mere.
Baca: Yunarto Wijaya Sudah Memaafkan Kivlan Zen. Ini Jawaban Pengacara Kivlan
Baca: Moeldoko: yang di Atas Kivlan Zen Pun Akan Diungkap
Sementara Iwan mengaku mendapat perintah untuk membunuh empat tokoh tersebut dari Kivlan Zen.
Dari hasil pemeriksaan, Tajudin mengaku mendapat uang total Rp 55 juta dari Iwan.
Dalam rekaman lain, Iwan mengaku mendapat uang Rp 150 juta dari Kivlan Zen untuk membeli dua senjata api laras panjang dan dua senjata api laras pendek.
Satu tersangka lain bernama Irfansyah mengaku mendapat perintah dari Kivlan Zen untuk membunuh Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Terkait hal tersebut, pengacara Kivlan Sen, Tonin Tachta, memberikan bantahan.
Tonin menegaskan jika kliennya tak merencanakan pembunuhan terhadap lima pejabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei.
"Bapak Kivlan Zen tidak pernah merencanakan pembunuhan. Itu adalah hoaks," kata Tonin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/6/2019).
Saat ini, Kivlan Zen ditahan di Rutan Guntur.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal.
Tonin juga mengatakan jika pihaknya sedang mengajukan penangguhan penahanan.
"Kita sedang minta perlindungan hukum dan jaminan penqngguhan sehingga orang bisa tanya langsung ke Pak Kivlan bagaimana ceritanya. Kalau Pak Kivlan (yang memberikan kesaksian) langsung kan enak," kata Tonin.
Baca: Kivlan Zen Kirim Surat Kepada Menhan Minta Perlindungan Hukum
Baca: Senjata Pemberian Kivlan Zen Diam-diam Digadaikan Eksekutor Calon Pembunuh Yunarto Wijaya
Terkait uang Rp 150 juta yang disebutkan oleh tersangka Iwan, Tonin juga memberikan penjelasan.
Tonin mengatakan, Kivlan Zen memberikan uang Rp 150 juta kepada Iwan guna perayaan Supersemar pada 11 Maret 2019.
"Sebenarnya uang Rp 150 juta itu tidak ada untuk perencanaan pembunuhan. Bulan Maret, kan, ada (peringatan) Supersemar, kan, setiap tahun dirayakan dengan orasi, diberilah Rp 150 juta kepada Iwan," katanya.
Uang tersebut, dimaksudkan untuk keperluan konsumsi dan transportasi.
"Kata Pak Kivlan kepada Iwan, 'Hei Iwan kau buat orasi pada 11 Maret untuk merayakan (Supersemar) di Monas. (Iwan) sanggup untuk 1.000 orang'. Maka, diperlukan uang (Rp 150 juta) untuk konsumsi dan transportasi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kivlan Zen ditahan oleh pihak kepolisian atas kasus kepemilikian senpi ilegal sejak Kamis (30/5/2019).
Ia diperiksa terkait kasus tersebut oleh penyidik Polda Metro Jaya pada Rabu (29/5/2019) sore.
Sebelumnya Kivlan Zen juga menjani pemeriksaan dalam kasus makar di Bareskrim Polri.
Baca: Pengacara Kivlan Zen Ajukan Permohonan Penangguhan Penahanan Terhadap Kliennya
Baca: Polisi: Kivlan Zen Perintahkan Pembunuhan 5 Tokoh
Dikatakan oleh pengacara Kivlan Zen, Djuju Purwantoro, kasus tersebut berkaitan dengan penetapan enam tersangka penunggang aksi 21-22 Mei.
"Pak Kivlan Zen dimulai pemeriksaannya oleh pihak penyidik yang diawali sebenarnya dengan penangkapan ya. Ini kaitannya karena adanya tersangka tentang kepemilikan senjata api," ujar Djuju, Kamis (30/5/2019) dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Miftah/Kompas.com)