Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Baca Permohonan Sengketa Pilpres, BW Kutip Pernyataan Yusril

BW membacakan permohonan di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Baca Permohonan Sengketa Pilpres, BW Kutip Pernyataan Yusril
Tribunnews/Jeprima
Ketua Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kiri) didampingi Direktur Hukum dan Advokasi, Ade Irfan Pulungan menyerahkan bukti-bukti terkait Pilpres 2019 kepada petugas Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). Tim Hukum TKN menyerahkan berkas dan alat bukti atas gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) dalam perselisihan hasil Pilpres 2019. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto alias BW, membacakan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres).

BW membacakan permohonan di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).

Objek sengketa yang pemohon ajukan untuk dibatalkan adalah Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Lebih jauh, karena terkait, perlu juga dimintakan pembatasan atas Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.

"Tentu saja pembatalan yang dimohonkan dalam perkara ini adalah hanya untuk keputusan dan berita acara KPU tersebut yang berkaitan dengan penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata BW, saat membacakan permohonan.

Dia menyebut MK berwenang menangani perkara itu. Dia menegaskan, salah satu kewenangan Mahkamah adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Berita Rekomendasi

Kewenangan itu berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK.

Lalu, Pasal 475 ayat (1) UU Nomor z Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 29 ayat (1) huruf d UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Oleh sebab itu, maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo," kata BW.

Mantan Komisioner KPK itu sempat mengutip pendapat Yusril Ihza Mahendra, yang kini menjabat sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf Amin.

Yusril menyampaikan pendapat pada saat memberikan keterangan ahli yang diajukan pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, selaku pemohon dalam PHPU tahun 2014.

Baca: Sebut BW Sebar Hoaks, TKN: Pak Jokowi Tak Pernah Nyumbang

Berikut pernyataan Yusril yang dikutip dalam pokok permohonan:

"Pada hemat saya, setelah lebih 1 dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Seperti misalnya, yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka.

Masalah substansial dalam pemilu itu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusionalitas dan legalitas dari pelaksanaan pemilu itu sendiri. Yakni, adakah masalah-masalah fundamental yang diatur di dalam konstitusi? Seperti azas pelaksanaan pemilu, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil telah dilaksanakan dengan semestinya atau tidak, baik oleh KPU maupun oleh para peserta pemilihan umum, dalam hal ini adalah peserta pemilihan presiden dan wakil presiden, penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, dan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Begitu juga terkait dengan prosedur pencalonan presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar.

“Selain persoalan konstitusionalitas, hal yang perlu menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan aspek-aspek legalitas pelaksanaan pemilu sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Memeriksa dengan saksama konstitusionalitas dan legalitas pelaksanaan pemilu dan memutuskannya dengan adil dan bijaksana menjadi sangat penting dilihat dari sudut Hukum Tata Negara.

Karena Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus memerintah dengan lebih dulu memperoleh legitimasi kekuasaan yang kalau dilihat dari perspektif Hukum Tata Negara legitimasi, dan konstitusional, dan legal menjadi sangat fundamental. Karena tanpa itu, siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas politik di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa Perkara PHPU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini, Mahkamah Konstitusi melangkah ke arah itu.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas