KPU Tidak Akan Jawab Soal Pendapat Ahli yang Dikutip Kuasa Hukum Prabowo - Sandi di Sidang MK
Nasrullah mengatakan, pernyataan Yusril itu masih relevan untuk dibawa ke arena persidangan sengketa hasil Pilpres 2019.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum sekaligus prinsipal pihak termohon dalam sidang sengketa Pilpres 2019, Hasyim Asyari, mengatakan pihaknya tidak akan memberi jawaban terkait kutipan para ahli yang dikutip pihak pemohon. yakni kuasa hukum calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang relevan-relevan saja. Yang pengembangan tidak. Kalau kita baca sebagian besar kan ngutip ahli ini ngutip ahli itu. pendapat-pendapat ahli itu tidak perlu ditanggapi," kata Hasyim Asyari di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Hasyim menegaskan, jawaban yang akan disampaikan pihaknya hanyalah hal-hal yang relevan dengan gugatan terhadal pihaknya.
Satu di antaranya adalah terkait gugatan pemohon terhadap status calon Wakil Presiden nomor urut 01 Maruf Amin dalam dua bank Syariah yang disampaikan dalam sidang pendahuluan pada Jumat (14/6/2019).
Baca: Napi Kasus Korupsi Siap-siap Dipindahkan ke Nusakambangan
"Iya, itu akan dijawab KPU. Paslon itu kan mendaftranya di KPU ya. Pemenuhan syarat juga ke KPU. Yang meneliti dokumen administrasi juga KPU. Kalo tidak dijawab nanti KPU dianggap tidak profesional. Akan kita jawab semua," kata Hasyim di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Selasa (18/9/2019).
Hasyim juga mengatakan pihaknya telah menyerahkan sekira enam ribu alat bukti dan menyiapkan sekitar 300 halaman dokumen jawaban.
Baca: Setya Novanto Ketahuan Keluyuran, Wiranto: Pembangunan Lapas di Pulau Terpencil Tunggu Proses
"Sepanjang yang saya ketahui, yang kita sudah serahkan 12 Juni lalu, seingat saya ada enam ribuan alat bukti. Sekarang jawaban kita tiga ratusan halaman," kata Hasyim.
Diberitakan sebelumnya, dalam berkas permohonannya di sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019), tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengutip pernyataan kuasa hukum kubu 01 Yusril Ihza Mahendra ketika bersengketa di Pilpres 2014.
Anggota tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah membantah bila pihaknya mengutip Yusril karena berkapasitas sebagai kuasa hukum kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Kami kutip Pak Yusril bukan karena beliau kuasa hukum kubu 01, tapi karena beliau ahli tata negara, kami juga kutip tokoh lain seperti Saldi Isra, Mahfud MD, Jimly Asshidiqqie, dan lain-lain. Kami mengajukan gugatan ke MK bukan hanya karena hitung-hitungan tapi agar Pemilu tak berjalan curang. Kebetulan beliau adalah kuasa hukum 01 tapi pendapatnya sama dengan kami,” ungkap Teuku Nasrullah saat jeda sidang.
Nasrullah mengatakan, pernyataan Yusril itu masih relevan untuk dibawa ke arena persidangan sengketa hasil Pilpres 2019.
“Beliau bisa saja berdalih tak relevan tapi melalui pernyataannya lima tahun lalu itu bukan kah beliau menginginkan MK seharusnya tak menyelesaikan sengketa Pemilu hanya dengan hitung-hitungan, kemudian ide beliau itu digunakan untuk membentuk UU Pemilu pada tahun 2017,” tegasnya.
“Sekarang tinggal apakah MK yang berada di bawah rezim UU Pemilu tersebut mengkerdilkan dirinya dengan hanya menghitung selisih atau mempertimbangkan dalil-dalil kami,” pungkasnya.
Berikut pernyataan Yusril yang dikutip dalam pokok permohonan:
"Pada hemat saya, setelah lebih 1 dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Seperti misalnya, yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka.
Masalah substansial dalam pemilu itu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusionalitas dan legalitas dari pelaksanaan pemilu itu sendiri. Yakni, adakah masalah-masalah fundamental yang diatur di dalam konstitusi? Seperti azas pelaksanaan pemilu, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil telah dilaksanakan dengan semestinya atau tidak, baik oleh KPU maupun oleh para peserta pemilihan umum, dalam hal ini adalah peserta pemilihan presiden dan wakil presiden, penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, dan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Begitu juga terkait dengan prosedur pencalonan presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar.
Selain persoalan konstitusionalitas, hal yang perlu menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan aspek-aspek legalitas pelaksanaan pemilu sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Memeriksa dengan saksama konstitusionalitas dan legalitas pelaksanaan pemilu dan memutuskannya dengan adil dan bijaksana menjadi sangat penting dilihat dari sudut Hukum Tata Negara.
Karena Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus memerintah dengan lebih dulu memperoleh legitimasi kekuasaan yang kalau dilihat dari perspektif Hukum Tata Negara legitimasi, dan konstitusional, dan legal menjadi sangat fundamental. Karena tanpa itu, siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas politik di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa Perkara PHPU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini, Mahkamah Konstitusi melangkah ke arah itu.”