Peneliti LIPI: Waspada 'Penumpang Gelap' di Aksi Unjuk Rasa Jelang Putusan MK
Hermawan Sulistyo, meminta supaya mewaspadai 'penumpang gelap' yang memanfaatkan kerumunan massa untuk tujuan tertentu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden, pada Kamis (27/6/2019).
Jelang pembacaan putusan tersebut, sejumlah elemen masyarakat diantaranya dari PA 212 dan GNPF akan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung MK.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo, meminta supaya mewaspadai 'penumpang gelap' yang memanfaatkan kerumunan massa untuk tujuan tertentu.
Dia meminta supaya menjadikan aksi di depan gedung Bawaslu RI pada 21 dan 22 Mei lalu, sebagai pembelajaran. Menurut dia, aksi menuntut kecurangan Pilpres 2019 itu menjadi pelajaran bagi pihak-pihak yang hendak memobilisasi massa.
"Catatan khusus bahwa kemarin saja yang masuk 8 orang ditembak," kata Hermawan Sulistyo, Rabu (26/6/2019).
Menurut dia, aksi massa bertajuk 'Halal Bihalal Akbar' itu seharusnya dilakukan di tempat yang tenang bukan di jalanan. Dia menjelaskan, halal bihalal adalah momen saling memaafkan satu sama lain.
Baca: Polisi Ungkap Alasan Tolak Beri Izin Aksi di Depan Mahkamah Konstitusi
"Halal bihalal itu untuk silaturahim saling maaf memaafkan di tempat yang tenang. Jadi yang mau halal bihalal, itu apa tidak takut terjadi seperti kemarin lagi?" kata dia.
Padahal, kata dia, pada waktu bersamaan, di gedung MK, hakim konstitusi sedang sibuk pengambilan keputusan. Selain itu, dia menilai, halal bihalal tidak tepat diadakan di jalan umum.
"Logikanya di masukin dulu, masa halal bihalal di tengah jalan, halal bihalal itu silaturahmi di tempat yang lagi tak ada konflik politik. Jadi kalau halal bihalal di puncak Gunung Gede itu bagus. Masa halal bihalal di jalan raya, itu bukan halal bihalal," kata dia.
Untuk itu, dia menyarankan aparat kepolisian melakukan upaya preemtif dengan cara menyekat warga dari luar Jakarta yang hendak ikut di kegiatan di sekitar MK nanti.
"Untuk antisipasi, polisi harus tahu sumber massa itu dari mana, kalau misal dari Banten ya polisi Banten yang itu yang bertindak mengupayakan preemtif-nya. Jangan setelah ada penembakan, baru sibuk semua," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.