Anggota Tim Hukum 02 Denny Indrayana Lakukan Hal Tak Terduga di Tengah Jalannya Sidang
Tingkah Denny Indrayana sontak menjadi perbincangan warganet yang menyaksikan siaran langsung sidang putusan tersebut.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan sidang sengketa hasil suara Pilpres 2019 secara bergantian, pada Kamis (27/6/2019).
Sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 itu disiarkan langsung di beberapa stasiun TV, termasuk Kompas TV.
Dilansir TribunJakarta.com dari Kompas TV, saat hakim MK membacakan putusan sidang, tim hukum Prabowo-sandiaga Denny Indrayana justru melakukan hal tak terduga di ruang sidang,
Tingkah Denny Indrayana sontak menjadi perbincangan warganet yang menyaksikan siaran langsung sidang putusan tersebut.
Mulanya hakim MK I Dewa Gede Palguna membacakan penolakan dalil permohonan Prabowo Subianto-Sandiaga terkait pengiriman logistik Pilpres 2019 di Nias.
Baca: Pengakuan Mantan Suami Barbie Kumalasari: Menderita, ke Indomaret Aja Harus Videocall-an
Baca: Kunjungan Singkat Soenarko ke Kediaman Prabowo Saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres
Baca: Digosipkan Miliki Kedekatan dengan Kevin Sanjaya, Ini Kata Natasha Wilona
Baca: Kisah Mengenaskan Di Balik Foto Ayah dan Putrinya Yang Tenggelam di Perbatasan AS
I Dewa Gede Palguna menjelaskan benar adanya keterlambatan pengiriman logistik Pemilu 2019 di lima kecamatan di Nias sesuai dengan yang disampaikan Bawaslu, namun hal tersebut justru berhubungan dengan pemilihan legislatif (Pileg) 2019
"Dalil pemohon tidak berasalan menurut hukum," jelas I Dewa Gede Palguna.
Denny Indrayana kala itu masih tampak mendengarkan pernyataan I Dewa Gede Palguna.
Namun beberapa saat kemudian, Denny Indrayana mulai memangku wajahnya dengan tangan.
Perlahan mata Denny Indrayana yang terlihat sayu, tertutup rapat.
Selesai I Dewa Gede Palguna membacakan keputusan sidang sengketa hasil Pilpres 2019, Denny Indraya masih terlihat tertidur.
Hakim MK Enny Nurbaningsih kemudian yang melanjutkan membacakan putusan sidang.
Enny Nurbaningsih menjelaskan MK menolak dalil tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mempermasalahkan situng KPU di Pilpres 2019.
Denny Indraya tetap tertidur justru terlihat semakin lelap.
Pasalnya bukti yang diajukan tim kuasa hukim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya sebuah video yang diambil dari Facebook seseorang dan tak membuktikan apapun.
"Dalil pemohon tidak berasalan menurut hukum," tegas Enny Nurbaningsih.
Tiba-tiba Denny Indraya terbangun, diduga demi mengusir rasa kantuk ia memukul-mukul dahinya.
Tingkah Denny Indraya sontak di ruang sidang menjadi bahan perbincangan warganet.
"Ngantuk guys"
"Pengacara wowo tidur"
"Bobok terus"
"Ada yang bobo"
Emang lu kira rumah nenek lu, bangun woy"
"Deny tidur"
"Mas deni tidur nyenyak"
Empat Dalil Prabowo-Sandiaga Ditolak MK, Ini Rinciannya
Para hakim Mahkamah Konstitusi secara bergantian membacakan sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum presiden 2019 yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Walau belum sampai ke tahap putusan secara final, para hakim telah membacakan beberapa putusan terkait dalil-dalil yang diajukan pemohon.
Berikut rangkuman TribunJakarta dari sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/6/2019).
1. Tolak dalil ajakan berbaju putih
Majelis hakim konstitusi menolak dalil tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mempermasalahkan ajakan Joko Widodo-Ma'ruf Amir agar mengenakan baju putih ketika menggunakan hak pilih saat Pemilu 17 April 2019 lalu.
Hal itu salah satu pertimbangan putusan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Dalam permohonan, tim hukum Prabowo-Sandiaga mempermasalahkan ajakan Jokowi-Maruf agar para pendukungnya mengenakan baju putih ketika ke TPS.
Menurut mereka, ajakan tersebut merupakan pelanggaran serius.
Menurut MK, tim 02 tidak menguraikan lebih jauh apa hubungan dan korelasi antara ajakan tersebut dengan perolehan suara.
Dalam persidangan, pihak Jokowi-Ma'ruf membantah tuduhan tersebut.
Faktanya, saat 17 April lalu, tidak ada intimidasi terhadap pemilih di TPS yang dilaporkan ke Bawaslu atau Kepolisian.
Realitas lain, menurut tim 01, partisipasi pemilu 2019 meningkat dibanding Pemilu 2014.
Fakta lain, tim Prabowo-Sandiaga juga mengajak para pendukungnya untuk mengenakan baju putih ketika ke TPS. Hal itu sesuai surat yang dikeluarkan BPN pada 12 April 2019.
Menurut Mahkamah, selama persidangan, tidak ada fakta yang menunjukkan adanya intimidasi yang disebabkan ajakan mengenakan baju putih. Selain itu, menurut MK, tidak ada fakta pengaruh ajakan tersebut terhadap perolehan suara.
"Oleh karena itu, dalil pemohon a quo tidak relevan dan karenannya harus dikesampingkan," ucap hakim Arief Hidayat.
2. Tolak dalil pemohon terkait kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri
Mahkamah Konstitusi ( MK) tidak setuju dengan dalil yang disampaikan tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai kecurangan pemilu berupa penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Salah satunya terkait kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri.
"Dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan di MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut MK, pemohon tidak merujuk definisi hukum mengenai money politics dalam materi permohonannya. Hal tersebut membuat dalil pemohon menjadi tidak jelas, apakah dalil itu sebagai modus politik uang atau vote buying.
Terlebih lagi, pemohon tidak dapat membuktikan adanya pengaruh dalil tersebut pada perolehan hasil suara.
Menurut hakim, pemohon hanya menggunakan frasa patut diduga untuk mengaitkan kenaikan gaji dengan pengaruhnya atas pilihan dukungan PNS, TNI, dan Polri. Dengan kata lain, pemohon hanya mendasarkan pada logika dan nalar untuk membuktikan permohonannya.
"Sangat tidak mungkin bagi Mahkamah untuk mengakui dalil tersebut sebagai money politics. Hal itu juga tidak memengaruhi perolehan suara yang merugikan pemohon," kata Arief.
3. Tidak terbukti kecurangan terkait pelatihan saksi TKN
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menemukan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam pelatihan saksi yang digelar Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hal itu disampaikan hakim MK dalam pertimbangan putusan yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
"TSM tidak terbukti dan dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan.
Dalam persidangan, pemohon yakni tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan saksi Hairul Anas Suadi yang merupakan caleg Partai Bulan Bintang (PBB).
Dalam persidangan, Anas mengaku pernah mengikuti kegiatan training of trainer atau pelatihan saksi yang digelar TKN Jokowi-Ma'ruf.
Anas mengatakan, salah satu materi pelatihan menyebut kecurangan sebagai bagian dari demokrasi.
Namun, saat ditanya oleh hakim, Anas mengaku pada saat itu tidak ada pelatihan yang mengajari saksi untuk bertindak curang.
Sementara, itu termohon menghadirkan saksi Anas Nasikin yang merupakan staf Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR. Nasikin merupakan salah satu panitia pelatihan saksi yang digelar TKN.
Menurut hakim, Nasikin telah mengonfirmasi bahwa istilah kecurangan bagian dari demokrasi itu harus dipahami secara utuh.
Istilah itu hanya untuk menarik minat peserta pelatihan dan memahami bahwa kecurangan bisa saja terjadi dalam pemilu.
"Anas Nasikin menerangkan slide itu untuk menganggetkan agar peserta serius memahami kecurangan sebagai suatu niscaya dalam pemilu. Tapi karena peserta tidak dijadikan dalil oleh pemohon, maka tidak perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah," kata Wahiduddin.
4. Wajar Presiden Imbau TNI Polri sosialisasikan program pemerintah
Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak dalil permohonan paslon Prabowo Subianto-Sandiaga soal ketidaknetralan aparat TNI-Polri.
Dalam salah satu dalilnya, paslon 02 sebagai pemohon mempermasalahkan langkah Presiden Jokowi yang meminta TNI-Polri menyosialisasikan program pemerintah.
MK menilai imbauan Jokowi itu wajar.
"MK tak menemukan bukti yang didalilkan pemohon terkait ketidaknetralan TNI-Polri. Imbauan Presiden untuk mensosialisasikan program pemerintah adalah hal wajar dilakukan presiden sebagai kepala negara," kata Hakim Aswanto saat membaca putusan sengketa pilpres di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
MK mengaku sudah mengecek alat bukti yang diajukan pemohon.
Tak ada ajakan dari Jokowi kepada TNI-Polri untuk mengampanyekan calon tertentu.
Selain itu, MK juga menolak dalil Prabowo-Sandi terkait adanya dugaan aparat kepolisian membentuk tim buzzer serta mendata kekuatan calon presiden.
Sebab, bukti dari dalil itu hanya berdasarkan pemberitaan di media online dan media sosial.
"Bukti itu tak menunjukkan peristiwa itu terjadi," kata Aswanto.
Hingga pukul 15.20 WIB, hakim MK masih membacakan putusan. (Kompas.com)