Jokowi-Maruf Resmi Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Langkah Politik hingga Pernyataan soal Kabinet
KPU telah menetapkan pasangan Joko Widodo (Jokowi) - KH Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Minggu (30/6/2019)
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Joko Widodo (Jokowi) - KH Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Minggu (30/6/2019).
Putusan ini ditetapkan KPU RI berdasarkan Surat Keputusan KPU nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019.
Jokowi-Ma'ruf ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dengan mengantongi 85.607.362 suara atau 55,50 persen dari total suara nasional.
"Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta, 30 Juni 2019," kata Ketua KPU RI Arief Budiman saat membacakan surat keputusan di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Minggu (30/6/2019).
Saat ini, Jokowi-Maruf tinggal menunggu pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang.
Pasca-ditetapkan sebagai Presiden terpilih, Jokowi terlihat melakukan langkah politik.
Baca: Iriana Jokowi Ajak Negara G20 Tinggalkan Plastik
Terdapat juga sejumlah pernyataan dari beberapa pihak terkait kabinet Jokowi-Maruf nanti.
Berikut rangkuamnnya, Senin (1/7/2019):
1. Jokowi Bertemu Ketum Golkar dan 34 Ketua DPD
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membawa 34 Ketua DPD Partai Golkar bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (1/7/2019).
"Seluruh ketua-ketua DPD (Partai Golkar) tingkat I, bersilahturahmi dengan bapak Presiden, sekaligus menyampaikan ucapan selamat telah ditetapkan oleh KPU," ucap Airlangga seusai bertemu Presiden Jokowi.
Menurutnya, dalam pertemuan tadi, Jokowi pun menyampaikan ucapan terimakasihnya karena seluruh kader Golkar telah mengkampanyekan dirinya hingga memenangkan kontestasi Pilpres 2019 bersama cawapres Ma'ruf Amin.
"Kehadiran Partai Golkar itu sangat dirasakan oleh pak presiden dan ke depan mengharapkan konsolidasi serta soliditas ini bisa untuk menjaga pemerintahan presiden 2019 -2024," tuturnya.
"Kemudian presiden mengharapkan bahwa ke depan politik itu berkonsentrasi pada agenda-agenda yang ada," sambung Airlangga.
Selain itu, kata Airlangga, Jokowi juga menginginkan kader Golkar yang berada di parlemen dapat berkomunikasi dengan pemerintah secara baik, agar agenda-agenda yang dicanangkan dapat berjalan.
"Ada tugas-tugas dari parlemen yang harus dilaksanakan terkait perundangan yang belum selesai," ucapnya.
2. PKB Sorodkan 20 Nama untuk Posisi Menteri
Beberapa waktu lalu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), telah menyodorkan sebanyak 20 nama kadernya sebagai calon menteri kepada Jokowi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Cak Imin, sapaan akrabnya, mengaku menyerahkan keputusan terkait nama yang akan dipilih kepada Jokowi.
"Tadi sudah saya sebutkan 20 nama (ke Presiden). Terserah beliau," katanya seusai pertemuan dengan Jokowi di Istana pada Selasa (21/5/2019) dikutip dari Kompas.com.
Agenda pertemuan tersebut sebenarnya adalah untuk mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi-Maruf di Pilpres 2019.
Cak Imin menilai, kader PKB mumpuni dan layak menjadi pembantu presiden.
Baca: Prabowo Belum Ucapkan Selamat Kepada Jokowi, TKN: Ucapan Selamat Tidak Harus Dilakukan Secara Verbal
Namun terkait namanya, Cak Imin mengaku ia tak menawarkan diri.
"Kalau saya enggak. Pokoknya tak sebutin ini nama-namanya, Pak. Dipilih sendiri, dipilih monggo," kata dia.
Dalam sebuah kesempatan lain, Cak Imin juga berharap paratainya mendapat jatah menteri sebanyak 10 kursi.
3. Kata Yusril soal Peluang Jadi Menteri
Yusril Ihza Mahendra mengaku sebenarnya lebih senang berprofesi sebagai advokat ketimbang duduk di kursi menteri, pemerintahan Joko Widodo periode kedua.
Katanya, berprofesi sebagai advokat begitu amat menyenangkan.
"Saya jadi advokat saja, lebih baik. Pekerjaan sebagai advokat itu pekerjaan yang sangat menyenangkan bagi saya sebenarnya," kata Yusril di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Minggu (30/6/2019).
Ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf untuk sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi ini mengaku, hingga kini dirinya belum menerima tawaran atau pembahasan terkait bagi-bagi jatah menteri.
Namun bila diminta oleh Jokowi mengisi salah satu pos pemerintahannya maka Yusril berpandangan ada persoalan terkait konstitusi, hukum dan HAM yang harus dibenahi sesegera mungkin.
Selain itu, ia enggan jauh-jauh dari basic profesinya sebagai orang hukum.
"Tapi, kalau sekiranya harus masuk ke pemerintahan, tentu kalau saya merasa betul ada hal-hal masalah-masalah konstitusi, masalah hukum, masalah HAM yang memang harus diselesaikan di negara ini," ungkap Yusril.
Baca: Jadi Sorotan karena Ngobrol dengan Jokowi di KTT G-20 Osaka, Ini 4 Fakta tentang Ivanka Trump
Di lain sisi, bila benar dirinya masuk ke dalam pemerintahan Jokowi periode kedua, dirinya berharap hal tersebut berdampak luas pada bidang semisal penanaman modal bisnis dan investasi, terutama soal kepastian hukumnya.
"Saya kira kalau saya terlibat dirasakan perlu mungkin saya fokusnya akan menanggani persoalan-persoalan seperti ini," ujar dia.
3. NasDem Sebut Antar Partai Pengusung Saling Memahami
Anggota Dewan Pakar Partai NasDem Taufiqulhadi yakin dalam menentukan kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, partai pengusung diantaranya PDIP, Golkar, NasDem, PKB, Hanura, PPP, Perindo, PKPI, PSI, dan lainnya akan saling memahami.
Partai tidak akan saling menuntut atau meminta jatah kursi menteri kepada Presiden dan wakil presiden.
"Sebetulnya dalam tradisi Indonesia itu tidak ada meminta, tapi nanti pasti diantara koalisi saling pahami," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (1/7/2019).
Menurutnya, pemahaman koalisi didasarkan pada perolehan kursi masing-masing partai pada Pemilu legislatif 2019.
Untuk itu, ia yakin pembahasan kabinet nanti akan berlangsung cair tanpa permasalahan.
"Itu biasanya akan mengalir saja, jadi tidak ada yang merasa terkurangi atau merasa ditinggalkan, itu biasa yang terjadi yang lalu. Itu sudah ada pemahaman. Yang terjadi dakan penentuan kabinet kedepan seperti itu," katanya.
Baca: Prabowo Belum Beri Selamat ke Jokowi: Bersiap Rekonsiliasi atau Jaga Perasaan Pendukung?
Namun menurutnya hal tersebut tidak berlaku bagi partai yang sebelumnya berada di luar koalisi.
Akan ada pertimbangan lain bagi partai partai yang pada Pilpres 2019 lalu tidak berada di koalisi Jokowi-Ma'ruf namun ingin bergabung.
"Persoalan itu persoalan bergabung parpol yang sebelumnya tidak dalam koalisi yang dukung Jokowi-Ma'ruf, itu persoalan lain," katanya.
(Tribunnnew.com/Danang Triatmojo/ Taufik Ismail/Daryono)