Sekjen PAN: Pilpres Sudah Usai, Harus Ada Pihak yang Menyeka Air Mata Emak-Emak
Semua pihak sepakat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 telah usai dimana Jokowi-Maruf Amin ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semua pihak sepakat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 telah usai dimana Jokowi-Maruf Amin ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan saat ini sudah waktunya bagi semua pihak untuk move one dan mengobati kekecewaan bagi mereka yang sakit hati.
"Pilpres sudah selesai, waktunya kita move one. Yang baper jangan kelamaan baper. Yang masih tersangkut hatinya di Pilpres segera sembuhkan," kata Eddy dalam diskusi publik bertema : Periode ke-2 Jokowi : Merangkai Gerbong Pendukung vs Menata Barisan Oposisi, Jumat (19/7/2019) di Jakarta Selatan.
"Harus ada pihak-pihak yang menyeka air mata emak-emak yang tersakiti. Siapa yang mempu hapus, dia dapat bonus elektoral di Pemilu 2024," ucap Eddy lagi.
Baca: Gerindra Incar Kursi Ketua MPR, Begini Respons PKS
Baca: 5 Pasangan Selebritas Hollywood Ini Menikah di Film Sekaligus di Dunia Nyata
Baca: Periksa Rizal Ramli Dalam Kasus BLBI, Empat Hal Ini yang Didalami KPK
Diketahui usai gelaran Pemilu 2019, emak-emak pro Prabowo Subianto meminta Prabowo tetap bersama relawan.
Bahkan mereka menolak adanya rekonsiliasi.
Tuntutan mereka ini sempat disampaikan dalam aksi di depan rumah Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan, satu hari sebelum Prabowo bertemu Jokowi di Stasiun MRT, Lebak Bulus.
Eddy melanjutkan, pertemuan Jokowi sebagai presiden terpilih dengan Prabowo di MRT merupakan isyarat untuk bergerak maju ke depan.
"Simbolisasi pertemuan Jokowi dan Prabowo itu simbol move one. Sama-sama naik MRT bergerak cepat, maju bersama," imbuhnya.
Sesak nafas
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno berbagi cerita soal posisi partainya yang selama 10 bulan terakhir berada di luar pemerintahan.
Mengawali ceritanya, Eddy Soeparno menuturkan posisi partainya jika melihat sejarah, selalu berada di dalam Pemerintahan.
Baru pada 2019 memilih keluar.
"Memang kalau kita lihat historical, dari berdirinya PAN sampai tahun 2018 kemarin, PAN belum pernah berada dalam oposisi. Hanya di tahun 2019, Pemilu, PAN pertama kali berada di luar pemerintahan," ujar Eddy Soeparno dalam diskusi publik bertema: Periode ke-2 Jokowi : Merangkai Gerbong Pendukung vs Menata Barisan Oposisi, Jumat (19/7/2019) di Jakarta Selatan.
Baca: KPK Periksa Rizal Ramli Sebagai Saksi Korupsi BLBI
Baca: Ini Kronologi Keracunan yang Diduga Berasal dari Nasi Bungkus di Porcam 2019 Kecamatan Mendoyo
Baca: Dua Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Diperiksa KPK Terkait Kasus Suap Aspidum Kejati DKI
Menurut pandangan pribadinya, berada di luar Pemerintahan yang kurang lebih selama 10 bulan ini, dia merasa sesak nafas.
"Saya kira itu, baru kita merasakan diluar pemerintah seperti apa. Kalau ditanya pandangan pribadi ketika itu selama 10 bulan, kami berada di luar pemerintahan, ya pendapat pribadi saya, sesak nafas. Bukan berarti karena kita sesak nafas patah semangat. Tidak, kami tetap bisa menunjukkan jati diri dan identitas partai," tegas Eddy.
Seluruh sikap politik PAN, ungkap Eddy bakal disampaikan dalam Rakernas yang tidak lama lagi akan digelar.
"Apapun yang akan putuskan besok dan opsinya saya kira sudah jelas. Berada di oposisi yang tidak bergabung dengan pemerintah, bergabung dengan pemerintah, atau kita berada di tengah-tengah konstruktif kritis," katanya.
Sikap Amien Rais
etua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yakin Presiden Joko Widodo sangat paham bahwa pemerintahan yang baik memerlukan kontrol yang kuat di DPR.
"Pak Jokowi itu 'mudeng' demokrasi," ujar Amien ketika ditemui di Kantor DPP PAN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Artinya, Presiden Jokowi diyakini menghendaki adanya oposisi sebagai kekuatan penyeimbang pemerintahan.
Amien pun mendorong PAN untuk tetap konsisten berada di luar pemerintahan serta tidak balik badan bergabung ke partai politik koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Sama, (PAN) jangan sampai bergabung (ke koalisi pendukung pemerintah)," ujar Amien.
Baca: Pantau Sopir, Kemenhub Wacananakan Pasang Black Box di Truk
Baca: Gelar Advokatnya Diragukan, Barbie Kumalasari Berikan 4 Bukti Dirinya adalah Advokat Asli
Akan aneh apabila partai-partai politik yang selama tahapan Pemilu 2019 mengkritik petahana, namun tiba-tiba mendukung pemerintah.
Ia menekankan, berada di oposisi bukanlah hal yang negatif bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air.
"Demokrasi itu ada mekanisme check and balance. Jadi eksekutif melangkah dengan macam-macam langkah eksekutifnya itu, itu lantas yang check and balance namanya parlemen," ujar Amien.
"Nah kalau parlemen sebagian besar sudah jadi tukang cap stampel atau juru bicaranya eksekutif itu artinya lonceng kematian bagi demokrasi," lanjut dia.
Dia juga meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada presiden terpilih Joko Widodo dan wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan.
Namun, ia juga meminta masyarakat mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Karena itu, ia mengingatkan partai-partai pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak perlu berebut kursi menteri.
"Soal kekuasaan berikan kepercayaan dan kesempatan yang utuh ke Jokowi dan Ma'ruf Amin dengan menterinya. Nanti lima tahun kita awasi," ujar Amien.
"Dan itulah imbas demokrasi. Kalau itu (pembentukan koalisi pemerintahan) terjadi, kita enggak usah ada seperti gempa bumi," kata Amien.
Karena itu, Amien mengatakan, pembentukan koalisi pemerintahan jangan dijadikan dasar untuk rekonsiliasi seusai Pilpres 2019.
Amien menyatakan semestinya rekonsiliasi dilakukan tanpa ada iming-iming jatah kursi menteri.
Sebab, kata Amien, partai oposisi tetap dibutuhkan dalam negara demokrasi. Jika semua partai di parlemen mendukung pemerintah, tak akan ada kritik untuk menjaga kualitas kebijakan.
Ia juga meminta konflik seusai pilpres jangan dijadikan alasan adanya pembagian jatah menteri dalam rekonsiliasi.
"Saya ingin katakan, kita sikapi sesuatu yang amat sangat kecillah. Masalah ini (konflik seusai pilpres) jangan dibesar-besarkan. Kemudian seolah akan pecah, akan ada huru-hara. Itu jauh dari kamus bangsa Indonesia," tutur Amien.
"Kita sudah mengalami berkali-kali lebih dahsyat pun. Ini (konflik usai pilpres) ecek-eceklah. Ada 1948 di Madiun, ada 1965 PKI. Ini (pilpres) cuma enteng saja. Ini enteng saja enggak usah dibesar-besarkan," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Amien Rais: Jokowi Itu Mudeng Demokrasi"
Sikap Demokrat
Sinyal Partai Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-Maruf Amin kian berhembus kencang.
Terlebih Presiden Jokowi setidaknya sudah dua kali memanggil Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY ke Istana Negara Jakarta dan Istana Bogor.
Bergulir pula isu AHY bakal masuk dalam daftar menteri pada Kabinet Kerja Jokowi-Maruf Amin.
Lantas bagaimana posisi partai Demokrat sebenarnya?
Apakah akan bergabung dengan pemerintah atau menjadi oposisi?
Menjawab itu, Wasekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menjelaskan sikap Demokrat sebelum atau setelah Pilpres jelas, yakni bagaimana menjaga negeri sebaik-baiknya.
"Kita lihat sebelum dan pasca Pilpres dan Pileg, situasi politik sangat panas sekali. Demokrat mengambil posisi persatuan dan kesatuan bangsa harus diperjuangkan," ucap Didi Irawadi, dalam diskusi publik bertema Periode ke-2 Jokowi: Merangkai Gerbong Pendukung vs Menata Barisan Oposisi, Jumat (19/7/2019) di Jakarta Selatan.
Terkait komunikasi Jokowi dengan AHY sebelum dan setelah Pilpres 2019, ditegaskan Didi sangat jauh dari manuver-manuver apalagi bicara kursi menteri.
Baca: PAN Akui Dinamika Politik Perebutan Kursi Ketua MPR Tinggi
Baca: Jusuf Kalla Nilai Polri Punya Kemampuan Tangkap Pelaku Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan
Baca: Prabowo Beberkan Permintaannya kepada Jokowi, Bebaskan Pendukungnya yang Terjerat Kasus Hukum
Baca: KPK Sita Aset Senilai Rp 70 Miliar dan Telusuri Transaksi Perbankan Rita Widyasari
Pertemuan Jokowi dengan AHY menurutnya semata-mata hanya untuk meredakan situasi kubu 01 dan 02 yang luar biasa panas.
Didi irawadi menuturkan Demokrat siap dalam posisi apapun.
"Yang pasti Demokrat pasca-Pemilu siap dalam posisi apapun. Saya pribadi melihat pidato Pak Jokowi, ada yang di dalam pemerintah dan oposisi, dua-duanya memberi kontribusi yang baik," ungkapnya.
"Saya pribadi posisi di luar pemerintah sangat bagus sekali. Ya kita lihat kedepan Partai Demokrat kalau diperlukan siap dalam posisi apapun. Kami konsisten jabatan apapun itu gak boleh meminta-minta ada harga diri, gengsi harus sesuai prinsip dan program Partai Demokrat. Kalau kita diajak dalam koalisi, Partai Demokrat punya program 14 pro rakyat yang diperlukan kedepan," tambahnya.