Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sektor Properti China Mulai Meredup Usai Shimao Group Dihantam Default Triliunan Rupiah

Shimao Group pengembang properti asal China yang berhasil mengubah bekas area tambang menjadi hotel bintang lima dinyatakan default

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Sektor Properti China Mulai Meredup Usai Shimao Group Dihantam Default Triliunan Rupiah
foto: Channel News Asia
Shimao Group pengembang properti asal China yang berhasil mengubah bekas area tambang menjadi hotel bintang lima dinyatakan default 

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Gejolak ekonomi yang tengah terjadi di China tak hanya memicu turunnya permintaan pasar, namun juga telah menyebabkan munculnya serangkaian default pada beberapa perusahaan bidang properti.

China Shimao Group misalnya pengembang properti asal China yang berhasil mengubah bekas area tambang menjadi hotel bintang lima ini dinyatakan default, setelah melewatkan pembayaran bunga dan pokok obligasi luar negeri sebesar 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 14,96 triliun miliar (Dengan satuan USD Rp 14,965) yang jatuh tempo pada Minggu (3/7/2022).

Informasi tersebut mulai diketahui publik setelah perusahaan properti ini mengajukan pernyataan di bursa Hong Kong, yang menyebut bahwa pihaknya telah gagal melakukan pembayaran utang pokok pada kreditur, imbas dari ketidakpastian pasar yang menyebabkan anjlok kondisi keuangan perusahaan.

Baca juga: Pasar Properti Menggeliat, The MAJ Residences Bekasi Kebut Penyelesaian Proyek

"Kami belum melakukan pembayaran pokok yang melibatkan beberapa utang luar negeri akibat ketidakpastian pasar atas pembiayaan kembali utang serta kondisi pendanaan yang kian menantang,” kata perwakilan Shimao, mengutip dari Channel News Asia.

Sebelum menyatakan default Shimao telah mencoba untuk menawarkan proposal rencana perpanjangan dengan menunjukkan situasi keuangan perusahaan yang lemah serta melakukan restrukturisasi utang secara keseluruhan, namun karena kondisi pasar yang terus bergejolak membuat perusahaan properti ini gagal menghadapi krisis likuiditas pada perusahaan.

Meski telah mengakui default, hingga saat ini pengembang China Shimao Group belum juga menerima pemberitahuan percepatan pelunasan dari para kreditur.

Justru kreditur dari pinjaman sindikasi Shimao telah setuju untuk memberikan kesempatan kedua pada perusahaan real estate ini agar mereka bisa menjalankan bisnis dengan gangguan minimum.

“Secara umum mendukung perusahaan untuk terus menjajaki kemungkinan kesepakatan dan implementasi potensi restrukturisasi dengan pemangku kepentingan terkait,” ujar para kreditur Shimao.

Tak hanya China Shimao Group saja yang gagal membayarkan utang luar negerinya, belakangan beberapa perusahaan properti China lainnya juga dikabarkan tengah mengalami serangkaian default massal.

Baca juga: China Galau, Restrukturisasi Utang Sri Lanka Atau Membiarkan Negaranya Makin Bangkrut

Berita Rekomendasi

Seperti pengembang properti Evergrande Group yang digugat karena gagal membayarkan utang luar negeri perusahaan yang lebih 300 miliar dolar AS. Bahkan akibat default tersebut, pengadilan China membekukan saham Evergrande sebesar 640,4 juta yuan pada awal Februari lalu.

Menyusul Evergrande, dua pengembang properti teratas di Cina, yakni Kaisa Group, dan Sunac juga dilaporkan telah gagal membayar obligasi dolar mereka. Dengan kasus default ini menunjukan bahwa kinerja sektor properti China untuk tahun 2022 tengah meredup drastis.

Meskipun belum diketahui apakah pasar properti China bisa kembali rebound seperti sebelumnya, akan tetapi menurut China Real Estate Information Corp, penjualan rumah di 30 kota utama China pada periode Mei hingga Juni perlahan telah mengalami kenaikan sekitar 31 persen.

Covid-19 Bikin Sektor Properti China Ambruk

Properti yang menjadi kontributor besar bagi pertumbuhan ekonomi China, masih belum kembali pulih sepenuhnya gara-gara muncul lagi penyebaran Covid-19 di awal 2022.

Baca juga: Sedih, Covid-19 Bikin Sektor Properti China Ambruk dan Tingkat Pengangguran Naik

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, investasi para pengembang di properti telah turun 2,7 persen dalam kurun waktu 4 bulan pertama.

"Sedih rasanya ketika kita harus membahas China, sebuah negara yang dimana tadinya diharapkan menjadi lokomotif pemulihan ekonomi dunia. Namun, harus kembali terjerembab akibat adanya Covid 19, yang kembali menjadi sebuah alasan bagi China untuk melakukan lockdown," ujar dia melalui risetnya, Selasa (17/5/2022).

Sementara itu, nilai penjualan rumah telah mengalami penurunan hingga 32 persen, dan saat melihat permintaan kredit secara fundamental telah mengalami penurunan akibat situasi dan kondisi yang ada.

"Tampaknya tindakan berikutnya lebih dari sekadar menurunkan tingkat suku bunga untuk mendorong permintaan kredit," kata Nico.

Di sisi lain, segala cara tengah dilakukan oleh China, mulai dari bauran kebijakan moneter hingga fiskal untuk menopang perekonomiannya agar tidak terseret lebih dalam akibat Covid-19.

Baca juga: Profil Xu Jiayin Pendiri Evergrande, Raksasa Properti China yang Punya Utang Rp 4 Ribu Triliun

Kemudian untuk waktu yang sangat lama, akhirnya China pertama kalinya menurunkan tingkat hipoteknya untuk para pembeli rumah, dan kembali mengumumkan pembukaan toko-toko di Shanghai secara bertahap.

Pemerintah dan bank sentral akan mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, sebelum data ekonomi yang berikutnya akan kembali dirilis.

Sebelumnya, Bank Sentral China pada hari Minggu kemarin akhirnya memangkas kisaran batas bawah suku bunga pinjaman dari sebelumnya 4,6 persen menjadi 4,4 persen.

"Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara yang paling signifikan untuk meningkatkan pasar perumahan. Bank Rakyat China kembali mengatur tingkat fasilitas pinjaman jangka menengah pada hari Senin," tutur Nico

Selain itu, data telah mengkonfirmasi bahwa perekonomian China pada April 2022 telah mendorong sektor industri dan konsumen ke level terlemahnya sejak tahun 2020.

Baca juga: Masuk Masa Tenggang, Raksasa Properti China Evergrande Terancam Default Jika Tak Bayar Utang

"Akibat yang ditimbulkan oleh Covid pun tidak main main lho pemirsa, output industry sendiri telah turun 2,9 persen pada April, dan penjualan ritel telah turun 11,1 persen pada periode tersebut. Tidak hanya itu saja, tingkat pengangguran pun telah naik dari sebelumnya 6 persen menjadi 6,1 persen," pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas