Ekonom INDEF: Indonesia Perlu Antisipasi Ancaman Resesi 2023
Perang Rusia-Ukraina, harga energi tinggi, likuiditas keuangan global yang ketat serta capital outflow masih menjadi tantangan global tahun depan.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inflasi tinggi, pengetatan moneter (suku bunga tinggi), eskalasi perang Rusia-Ukraina, harga energi tinggi, likuiditas keuangan global yang ketat serta capital outflow dari emerging market masih menjadi tantangan global tahun 2023 mendatang.
Dari domestik, ekonomi Indonesia menghadapi tantangan yakni investor cenderung wait and see, inflasi tinggi, penurunan daya beli, peningkatan biaya produksi, depresiasi rupiah, inflasi pangan dan transportasi kemudian bayangan PHK yang kemungkinan akan berlanjut.
Hal ini menjadi benang merah media talkshow membahas Economic Outlook 2023 dengan tema Ancaman Resesi 2023 di Depan Mata, Fakta atau Hoax? yang diadakan Grant Thornton secara daring belum lama ini.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo DP Irhamna mengatakan, di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif dan gejolak geopolitik global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan tren positif di berbagai indikator.
Meskipun demikian, menyambut tahun 2023, Indonesia tetap harus waspada dan mengantisipasi ancaman resesi 2023.
“Agar tetap berada dalam jalur pertumbuhan positif, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan belanja negara untuk sektor yang lebih penting seperti pendidikan, kesehatan, dan juga energi," kata Ariyo.
Ariyo optimis menyambut tahun 2023 karena kita sudah melewati masa sulit tahun-tahun sebelumnya seperti pandemi covid-19 dan juga naiknya suku bunga global beberapa kali sehingga kita bisa lebih siap untuk memasuki tahun 2023.
"Meski pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mengalami perlambatan tahun depan akibat kenaikan harga energi dan komoditas pangan, namun ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif di kisaran 5 persen dan neraca perdagangan juga bertahan dalam posisi surplus selama 29 bulan berturut-turut," kayanya.
Baca juga: Janet Yellen Ingatkan Resesi Tak Terhindarkan Terjadi di AS
Keyakinan ini didasarkan saat melihat kinerja ekspor dan impor Indonesia yang tidak terhubung erat dengan ekonomi global sehingga ancaman resesi global terhadap perekonomian Indonesia tidak akan terlalu terasa namun hanya akan melambat.
"Ditambah dengan ekonomi mitra dagang negara utama Indonesia seperti Tiongkok dan Amerika Serikat pada 2022 Triwulan-II yang tetap mengalami pertumbuhan," kata Ariyo.
Baca juga: IMF: Waspada, Perlambatan Ekonomi Akan Berlanjut, Dunia Alami Resesi di 2023
CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan, pihaknya melihat perkembangan yang cukup positif dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri namun tetap harus mewaspadai dampak pandemi covid 19.
"Juga sejumlah risiko yang dapat mempengaruhi perekonomian tanah air, seperti belum membaiknya kondisi geopolitik Rusia-Ukraina sehingga berimbas terhadap peningkatan inflasi di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia," kata Johanna.
Baca juga: Prospek Investasi Properti di IKN Diyakini Tetap Seksi di Tengah Ancaman Resesi
Alexander Tjahyadi, Assurance Partner Grant Thornton Indonesia mengatakan, pelaku usaha bisa lebih siap menghadapi ketidakpastian perekonomian 2023 dengan berkaca dari tahun sebelumnya.
"Sehingga pelaku usaha dapat mengantisipasi dampak dari moneter, fiskal dan likuiditas, harga bahan baku yang terus meningkat, kurs mata uang asing yang volatile sehingga mereka dapat menentukan strategi yang tepat dan make the right decision untuk spending yang smart," katanya.