PUPR Bongkar Biang Kerok 80 Persen Rumah Subsidi Tak Berpenghuni
Kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun ini ditambah sebanyak 34 ribu, dari 166 ribu menjadi 200 ribu unit.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkap penyebab 80 persen rumah subsidi saat ini tidak berpenghuni alias dibiarkan kosong oleh pemiliknya.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Zainal Fatah mengatakan, tren tersebut terjadi karena awalnya rumah subsidi yang mereka beli pembangunannya belum selesai. Penyebab lainnya adalah karena pemiliknya yang belum pindah/menempati rumah subsidi tersebut.
"Kalau rumah subsidi [tidak berpenghuni] biasanya belum selesai, belum pindah," kata Zainal ketika ditemui di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Ia mengatakan, penjualan rumah subsidi masih mengundang banyak minat masyarakat dan pemerintah telah menambah jumlah kuota penerima bantuan pembiayaan perumahan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Kuota FLPP tahun ini ditambah sebanyak 34 ribu, dari 166 ribu menjadi 200 ribu unit. "Peminatnya masih banyak. Makanya kemarin FLPP ditambah," ujar Zainal.
Dia mendorong Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan para bank pelaksana melakukan pengawasan terhadap rumah-rumah subsidi yang tidak berpenghuni.
"Kan harusnya kalau mereka kan setiap bulan harus berinteraksi dengan bank kan. Nah itu juga dicek. Itu jadi perhatian kita semua," pungkas Zainal.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto sebelumnya menyebut banyak rumah subsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni.
Baca juga: Apersi Sebut Penambahan Kuota Rumah Subsidi Jadi 200 Ribu Unit Masih Kurang
Tingkat kekosongan dari rumah subsidi tersebut mencapai 60 hingga 80 persen. Iwan juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak.