Metamorfosis Jiwa Manusia
KEGIATAN ibadah dalam Islam, sebagaimana juga dalam agama lain, selalu mengandung dua dimensi: esoteris dan eksoteris.
Editor: Anita K Wardhani
Oleh: Komaruddin Hidayat
Gurubesar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KEGIATAN ibadah dalam Islam, sebagaimana juga dalam agama lain, selalu mengandung dua dimensi: esoteris dan eksoteris.
Pertama, dimensi esoteris, sifatnya sangat pribadi (private) tujuan akhirnya adalah untuk mendekat dan menyatu dengan Tuhan Yang Maha Suci dengan jalan mensucikan diri, menjauhkan pikiran, ucapan, dan tindakan yang tidak terpuji.
Kedua, dimensi eksoteris, yaitu dimensi dan implikasi lahir bahwa orang beragama dituntut untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, terukur, dan dapat diamati, yang tujuan akhirnya untuk membentuk karakter dan kepribadian mulia sehingga perilaku keberagamaan seseorang mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi sesama manusia. Dengan demikian, dimensi iman meskipun sifatnya pribadi selalu mengasumsikan munculnya kesalehan sosial.
Dalam Alquran terdapat isyarat bahwa manusia memiliki lima tingkat eksistensi dan perkembangan.
Pertama, manusia ditopang oleh daya minerality. Kita tercipta dari tanah dan suatu saat kelak ketika mati elemen tanah itu akan kembali menyatu dengan tanah. Jadi secara fisik keberadaan kita berbagi dengan keberadaan batu, pasir dan benda lain di sekitar kita.
Kedua, dalam diri kita juga terdapat daya dan jiwa nabati. Pada level ini aktivitas yang paling utama adalah makan, minum, dan tumbuh. Kalau nutrisi yang diperlukan cukup, maka organ-organ tubuh kita akan tumbuh subur dan bekerja dengan baik. Level ini sangat mencolok terutama pada anak kecil yang tengah mengalami fase pertumbuhan. Ketika kita makan dan minum, sesungguhnya kita tengah memenuhi tuntutan jiwa nabati kita agar tetap sehat.
Ketiga, manusia juga dianugerahi jiwa dan daya hewani. Daya ini terutama ditopang oleh kekuatan panca indra. Dalam hal aktivitas indrawi, lagi-lagi, manusia dan hewan banyak sekali memiliki kemiripan. Yang paling menonjol dari tuntutan indrawi adalah untuk mendapatkan kesenangan (pleasure).
Olehkarenanya hidup yang hanya mengejar dan memanjakan physical pleasure, tak ubahnya dengan kehidupan hewani. Pada tahap ini kehidupan sudah sangat meriah. Gabungan antara jiwa nabati dan hewani telah memungkinkan terjadinya proses reproduksi dan regenerasi. Kompetisi dan mengejar sexual pleasure merupakan salah satu ciri kehidupan hewani yang disenangi manusia.
Namun jika hidup hanya mengutamakan jiwa nabati dan hewani, maka peradaban tak akan berkembang, karena hewan tidak mampu menciptakan kehidupan baru dengan keluar dari instingnya. Contoh paling nyata adalah teknologi rumah yang diciptakan hewan, dari dulu tak pernah berubah. Dengan kata lain, hewan merupakan ciptaan Tuhan yang sudah selesai, tak akan ada perkembangan dan inovasi baru yang akan mereka ciptakan.
Keempat, tahapan jiwa insani. Pada tingkat eksistensi ini yang paling menonjol adalah kapasitas manusia untuk berpikir dan berefleksi dengan kekuatan akal yang diberikan Tuhan. Dengan akalnya manusia mampu mengambil jarak dan bahkan keluar dari dunia hewani dan nabati untuk membangun dunia simbolik, sebuah dunia makna yang tidak bisa dilakukan oleh hewan.
Rasa seni, sikap kritis, rasa moral dan kreativitas merupakan ciri utama dari kapasitas jiwa insani yang telah membuka jalan bagi berbagai kemajuan dan inovasi ilmu pengetahuan yang sulit diprediksi batas akhirnya. Karena kekuatan jiwa insani ini maka peradaban berkembang. Berbagai lembaga pendidikan dan pusat-pusat industri dibangun. Beragam karya seni tumbuh karena kekuatan daya ini.
Namun setiap perkembangan dari tahap ke tahap selalu menuntut usaha dan perjuangan, bahkan sering akan menghadapi jebakan. Manusia seringkali lebih cenderung untuk lebih memanjakan tuntutan jiwa hewani sehingga naluri hewani yang mestinya dikendalikan oleh akal sehat, yang terjadi bisa sebaliknya.
Dengan kecerdasannya manusia bisa tergelincir hanya melayani tuntutan naluri hewani yang hanya mengejar physical pleasure. Perebutan dan eksploitasi sumber daya alam yang telah merusak lingkungan dan menimbulkan sengketa merupakan salah satu ekspresi naluri hewani yang lebih dominan daripada jiwa insani.
Kelima, manusia juga dianugerahi daya ruhani yang bersifat spiritual. Kekuatan spiritual inilah yang mampu menghubungan manusia dengan Tuhannya untuk mendapatkan pesan suci (divine messages) sebagaimana yang dialami oleh para nabi.
Karena ruhani bersifat fitri dan suci maka ia selalu mengajak pada kesucian. Karena ruhani merupakan cahaya dari Tuhan Yang Maha Baik, Maha Benar dan Maha Indah, maka ruhani selalu mengajak pada kebaikan, kebenaran dan keindahan.
Jiwa dan daya ruhani inilah yang mestinya memimpin jiwa-jiwa dibawahnya, sehingga peradaban yang dibangun oleh manusia semakin naik kualitasnya, semakin cerdas dan bermoral bukannya terjatuh dikendalikan oleh nafsu-nafsu hewani. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.