Rasakan Nikmatnya Bersujud
SUJUD itu sangat nikmat kalau saja dilakukan secara khusyuk, menyatunya hati, pikiran, dan fisik bersimpuh di hadapan Allah dengan penuh rasa cinta.
Editor: Anita K Wardhani
Oleh Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - SUJUD itu sangat nikmat kalau saja dilakukan secara khusyuk, menyatunya hati, pikiran, dan fisik bersimpuh di hadapan Allah dengan penuh rasa cinta dan syukur kepada-Nya. Adegan sujud tidak saja ditemukan dalam ritual umat Islam sewaktu menjalankan salat namun juga dilakukan oleh penganut agama lain.
Sujud yaitu posisi kepala dan muka mencium tanah seraya memanjatkan doa pada Tuhan, pencipta, dan pemilik semesta. Sujud juga dianjurkan oleh Islam ketika seseorang tiba di tempat tujuan setelah berjalan jauh. Bagi umat Islam yang setia mendirikan salat, sedikitnya 34 kali melakukan adegan sujud dalam sehari semalam.
Bagi saya, sujud itu memiliki makna dan kesan yang amat dalam terhadap hati dan pikiran, sehingga saya punya tafsiran, pemaknaan dan pengalaman sendiri tentang sujud, yang mungkin saja tak beda dari teman-teman lain.
Tanpa mesti mengucapkan kata-kata secara verbal, adegan sujud itu sendiri sudah merupakan bahasa yang menyatukan antara gerak hati, pikiran, dan tubuh di mana seorang yang beriman, pertama, melakukan penyerahan total pada Tuhannya.
Wajah, kepala dan isinya yang kadangkala membuat seseorang sombong dan sibuk memikirkan diri dan dunia, ketika sujud semuanya ditundukkan serendah mugkin dengan mencium tanah. Posisi kepala bahkan lebih rendah dari posisi pantat. Tubuh ini berasal dari tanah dan kita secara sadar menyatu kembali dengan mencium tanah.
Di masjid-masjid Iran bahkan disediakan tanah liat yang sudah mengering tempat menempelkan jidat ketika orang bersujud dalam salat. Kedua, ketika muka, kepala dan tubuh ditundukkan dan dipasifkan melalui sujud, di situ kesadaran ruhani yang terdalam bangkit dan terbang keluar dari orbit bumi menuju orbit ilahi.
Lewat sujud terjadi sebuah mi'raj. Sujudnya seorang yang beriman mempertemukan bumi dan langit, jasmani dan ruhani, kesadaran temporer dan kerinduan pada yang abadi. Ketika jasmani pasrah merendah, justru ruhani yang bangun dan naik ke langit ilahi.
Ketiga, sujud itu sesungguhnya lebih merupakan peristiwa ruhani, bukan jasmani: Muutuu qabla antamuutu (Matilah engkau sebelum mati). Yaitu sebuah kesadaran dan keyakinan mendalam bahwa perjalanan dan festival hidup itu pasti ada akhirnya.
Oleh karena itu sebelum kematian itu tiba, berpisahnya ruh dari basan, hendaknya engkau bekerja keras untuk meninggalkan jejak-jejak amal kebajikan. Jadi, keempat, adegan sujud itu --disamping menyampaikan rasa syukur dan doa-- adalah juga sebuah pernyataan, tekad, dan komitmen untuk mengisi jatah umur yang ada dengan kerja-kerja produktif bermakna.
Sujud, dengan demikian, merupakan bahasa ikrar dan kebulatan tekad, menyatunya doa dan kerja, ora et labora. Menyatunya kegelisahan kreatif dengan kepasrahan total pada Tuhan.
Kreatif untuk melakukan karya-karya kemanusiaan sebagai wujud pengabdian pada Tuhan sang pemberi hidup, dan pasrah total karena menyadari sesungguhnya Tuhan lah pemilik hidup dan semesta yang kita tempati ini.
Kelima, berdasarkan kajian medis ternyata sujud sangat membantu bagi kesehatan tubuh. Sujud yang dilakukan tujuah belas kali sehari, mampu membantu melancarkan peredaran darah di kepala sehingga terjadi pemerataan dan keseimbangan.
Keenam, sujud yang dilakukan secara berjamaah di lapangan terbuka, terutama waktu Salat Idul Fitri dan Idul Adha, memberikan pemandangan indah dan sangat menyentuh hati. Sebuah ikrar kita semua derajatnya sama di hadapan Tuhan, apapun pangkatnya.