Panggilan Puasa untuk Orang Beriman
Yang diperintah berpuasa hanya orang yang beriman dan menjalankannya berdasarkan ketakwaan sehingga mendapat pahala dan ampunan dosa
Editor: Ade Mayasanto
Oleh: KH. Cholil Nafis, Lc., Ph D
Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PB NU
Walhamdulillah, Allah SWT mempertemukan kembali umat muslim dengan bulan Ramadan yang penuh rahmah, maghfirah dan pembebasan dari api neraka. Keistimewaan bulan Ramadan, setan dibelenggu, pintu neraka dikunci dan pintu surga dibuka. Semua perbuatan baik akan dilipatgandakan pahalanya minimal sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Selama menjalankan puasa wajib, disunnahkan shalat tarawih di malam harinya dan hadiah Lailatul Qadar yang kualitasnya melebih dari delapan puluh tiga tahun.
Allah memerintahkan berpuasa kepada umat Muhammad SAW dengan panggilan, "Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa". (Al-Baqarah: 183)
Panggilan orang-orang yang beriman dalam perintah puasa Ramadan menunjukkan beberapa rahasia. Pertama, bahwa yang diperintah berpuasa hanya orang yang beriman dan menjalankannya berdasarkan ketakwaan sehingga mendapat pahala dan ampunan dosa. Jika puasanya hanya karena ikut-ikutan teman sekitar atau karena tujuan mengurangi berat badan dan kesehatan tubuhnya maka yang didapat hanya lapar dan haus. Puasa orang yang beriman, selain menahan lapar haus dan nafsu seks juga puasa anggota tubuhnya dari maksiat dan puasa hatinya dari mengingat selain Allah SWT.
Kedua, seruan puasa Ramadan kepada orang-orang beriman sebagai bukti kedekatan dan sentuhan Allah SAW terhadap hamba-Nya yang beriman dengan mewajibkan mereka berpuasa, agar meningkatkan derajatnya menuju pribadi yang bertakwa. Ibnu Mas'ud r.a. merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur'an yang diawali dengan seruan 'Hai orang-orang yang beriman', bahwa setelah seruan itu adalah sebuah kebaikan yang Allah SAW perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah SAW larang." Kedua perintah dan larangan itu diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Karenanya, memang hanya orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.
Ketiga, menjalankan ibadah puasa Ramadan atas motivasi cinta kepada Allah SWT semata, bukan karena pamrih Surga dan takut neraka. Sebab pahala itu rahasia Allah SWT yang memberi dan melipat gandakan sesuai kehendak dan ridhanya. Pahala puasa yang paling utama bagi orang yang iman adalah ampunan dosa yang terdahulu dan dosa yang akan datang.
Puasa itu sesuatu yang niscaya bagi orang-orang yang beriman, baik bagi umat Nabi Muhammad saw atau umat nabi-nabi terdahulu. Karenanya, semua agama Samawi mengajarkan ibadah puasa dengan cara-cara dan waktu yang berbeda-beda. Puasa menjadi sarana olah batin dan fisik (riyadhah ruhiyah wa jasadiyah) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menggapai derajat takwa.
Secara historis, puasa merupakan sarana peningkatan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT yang telah berlangsung sekian lama dalam seluruh ajaran agama samawi. Puasa yang telah mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan sisi kebaikan umat terdahulu yang kemudian ditetapkan dalam syariat Islam sampai umat akhir zaman. Prof. Mutawalli Sya'rawi menyimpulkan bahwa syariat puasa telah lama menjadi pondasi penghambaan (rukun ta'abbudi) kepada Allah dan merupakan instrumen utama dalam pembinaan umat terdahulu. Sebab, puasa adalah senjata untuk membuat ketahanan diri manusia dari berbagai godaan.
Itulah makna dan hakikat perintah puasa yang termaktub pada ayat pertama kewajiban puasa (ayatush shiyam) adalah untuk memastikan keimanan dan ketakwaan hamba-Nya. Perintah puasa adalah ditujukan untuk orang yang beriman. Berpuasa hanya akan mampu dijalankan dengan baik dan benar oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Motivasi menjalankan amaliah Ramadhan juga karena iman dan mendapatkan predikat muttaqin.