Riwayat Pondok Ihyaul Ulum di Gresik Berawal dari Nyantrik di Musala
Pondok pesantren merupakan salah satu elemen yang tak terpisahkan dari sejarah Kota Gresik sebagai kota santri.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, GRESIK - Pondok pesantren merupakan salah satu elemen yang tak terpisahkan dari sejarah Kota Gresik sebagai kota santri.
Pondok Pesantren Ihyaul Ulum adalah satu di antaranya. Saat Ramadan, tempat ini menggelar pengajian kitab kuning bersama santri dan masyarakat.
Jejak awal Ponpes Ihyaul Ulum bermula dari musala sebuah keluarga di Desa Dukunanyar, Kecamatan Dukun, Gresik. Saat itu, musala digunakan sebagai pusat beribadah warga desa sekitar untuk salat berjamaah dan mengaji kitab kuning.
Perlahan-lahan pengaruh KH Ma’shum Sufyan sebagai pemilik musala menyebar luas. Semakin banyak orang berdatangan untuk memelajari Alquran bersamanya. Ponpes Ihyaul Ulum pun resmi berdiri pada 1 Januari 1951.
Tak berhenti di sana, komitmen KH Ma’shum Sufyan di dunia pendidikan agama menuntunnya untuk mendirikan Madrasah Ibtidaiyah pada 1955.
Peminatnya pun tak pernah surut. Setiap lima tahun sekali, berdiri lembaga pendidikan baru yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada 1960 dan Madrasah Aliyah tahun 1965.
Tingginya keinginan belajar warga dari luar Kecamatan Dukun pun memicu berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Ihyaul Ulum pada 1998.
Sampai saat ini, ada tiga fakultas yang diselenggarakan yaitu Fakultas Hukum Islam, Fakultas Ekonomi Syariah, dan Fakultas Pendidikan.
“Baru tiga tahun kemarin didirikan SMK, tepatnya tahun 2012, dan lulusan pertamanya baru tahun ini,” ujar KH Afif Ma'sum, pengasuh Ponpes Ihyaul Ulum, kepada Surya saat ditemui di rumahnya, Rabu (17/6/2015).
SMK Ihyaul Ulum baru mempunyai jurusan Otomotif dan Teknik Komputer. Ilmu yang sudah mengarah ke arah modernisme dan persaingan luas dunia kerja di luar lingkungan pondok pesantren.
Terhitung sudah 64 tahun perjalanan Ponpes Ihyaul Ulum dengan ribuan santri telah diluluskan. Alumninya menempuh jalur karier yang beragam, ada yang menjadi asisten menteri, rektor, dan dosen.
Mereka antara lain Dra Zaituna Subhan selaku penasehat Menteri Peranan Wanita Khofifah Indarparawansa, Dr Syukur Amin yang tak lain adalah Rektor UIN Walisongo Semarang, Dr Isomuddin Yuski sebagai Dirjen Departemen Agama RI, serta Prof Ali Aziz yaitu guru besar di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pengajian Kitab Kuning
Selama bulan Ramadan, kegiatan santri cukup padat. Semua aktivitas dimulai sejak sahur yang dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning hingga usai subuh.
Tak berhenti di sana, mereka kemudian mengaji Kitab Riadus Sholihin bersama, serta ada pengajian tentang perempuan yang diasuh oleh Sakinah Ma'sum, adik KH Afif Ma'sum.
Santri yang masih sekolah di MI, MTs, MA, SMK dan STAI Ihyaul Ulum tetap harus masuk kelas mulai pukul 08.00 hingga 14.00 WIB.
Sore hari, digelar pengajian umum bersama santri dan masyarakat sekitar yang dipimpin KH Mahfudz Ma'sum.
“Buka, salat Maghrib, dan tarawih dilakukan bersama-sama. Pengajian Kitab Tafsir Alquran kembali dilakukan santri sesudah tarawih,” terang KH Afif Ma'sum. Aktivitas santri berakhir pada pukul 00.00 WIB setelah tadarus Alquran.
Saat ini, santri yang menetap jumlahnya lebih dari 1.500 orang dari Gresik, Lamongan, Tuban, dan luar Pulau Jawa. “Itu yang menetap di sini, yang tidak ya lebih dari 5.000 orang,” imbuh Abdul Malik, pengurus Ponpes Ihyaul Ulum.
Keberlangsungan Yayasan Ponpes Ihyaul Ulum yang membawahi semua pendidikan formal dan ponpes sekarang ditangani keluarga besar KH Ma’shum Sufyan.
Selain KH Afif Ma’sum, ada pula KH Mahfudz Ma'sum, KH Robbach Ma'sum, KH Sa'dan Maftuh Ma'sum, Dra Sakinah Ma'sum, Dra Wafiroh Ma'sum, Maziah Ma'sum, dan Robbi'ah Ma'sum.
“Kami bergotong royong menyukseskan pendidikan di desa yang jauh dari Kota Gresik,” tandas Wafiroh Ma'sum, yang juga dikenal sebagai Ketua Fraksi PKB DPRD Gresik.