Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Mengenali Jiwa Insani

Jasad manusia ibarat bumi yang menyangga semua makhluk hidup lain. Oleh karena itu mesti dijaga, dirawat, dan dicintai.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Mengenali Jiwa Insani
Kompas.com/Banar Fil Ardhi
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Komaruddin Hidayat. 

Oleh: Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

MANUSIA ada yang menyebutnya mikrokosmos karena di dalam dirinya terdapat semua unsur kosmos yang tersebar dan berdiri masing-masing. Coba saja amati dan renungkan, semua unsur yang ada di bumi dan langit akan ditemukan dalam dirinya. Bahkan ada unsur yang khas dimiliki manusia namun tidak terdapat dalam makrokosmos, yaitu daya rohani atau spiritualitas. Secara garis besar, terdapat lima jenjang eksistensi manusia, yaitu jasadi, nabati, hewani, insani, dan rohani. Komponen jasadi atau materi yang menyangga hidup manusia sesungguhnya tak ubahnya dengan benda-benda mati di sekitar kita. Jasad atau badan kita terbuat dari sari pati tanah dan akan kembali ke tanah.

Makanya di dalam ajaran Islam kalau seseorang meninggal jasadnya dianjurkan untuk segera dimandikan dan kemudian diantar ke liang lahat agar menyatu kembali dengan asalnya. Secara medis, jasad orang yang meninggal ketika disatukan kembali dengan tanah akan segera terurai sehingga tidak menimbulkan berbagai bau dan penyakit. Kesehatan fisik seseorang sangat vital karena di atas atau di dalamnya berkembang empat jiwa yang menjadi keunggulan manusia. Jasad manusia ibarat bumi yang menyangga semua makhluk hidup lain. Oleh karena itu mesti dijaga, dirawat, dan dicintai. Islam mengajarkan agar seseorang mengonsumsi makanan yang halal dan baik.

Islam mengharamkan semua jenis makanan dan minuman yang merusak dan membahayakan tubuh karena akan merusak pertumbuhan dan kesehatan jiwa-jiwa lain, yaitu jiwa nabati, hewani, insani, dan malakuti (mengikuti sifat malaikat). Ketika seseorang hanya membanggakan kehebatan dan ketampanan postur jasad, sesungguhnya jasad hanyalah dimensi yang paling rendah. Berasal dari tanah, kembali ke tanah.Ketika rohnya telah meninggalkan jasad, tak lagi ada harganya. Bahkan akan menjadi sumber bau tak sedap serta penyakit kalau tidak segera dikebumikan. Bisa jadi giliran cacing yang akan memakan bangkainya. Ketika seorang muslim melakukan salat, ada adegan sujud yaitu dahi dan hidungnya dianjurkan mencium tanah. Di masjid-masjid Iran tersedia lempengan kecil tanah liat agar ketika bersujud dahinya langsung bersentuhan dengan tanah.

Mungkin sekali ini dimaksudkan sebagai penyadaran bahwa sehebat apapun isi kepala, jangan lupa kita semua berasal dari tanah dan akan kembali berbaur dengan tanah. Setampan apapun wajah yang selalu dipoles, dirias,dan dibanggakan,pada akhirnya tubuh ini kembali ke asalnya. Tubuh jasadi ini tak lebih dari serangkaian tulang belulang yang tertutup oleh kulit, yang keduanya berasal dari bahan yang sama. Kesadaran ini penting agar seseorang menjadi proporsional dan bijak dalam menghargai dirinya. Apakah yang paling berharga dari diri kita, pasti bukan terletak pada jasadnya. Kalau kita mau adu kekuatan fisik, pasti kalah dengan hewan. Andaikan gajah boleh ikut serta olimpiade angkat besi, pasti dia juaranya. Jika kijang ikut lomba lari, manusia pasti kalah. Jadi, sekali lagi, keunggulan manusia memang bukan pada eksistensi jasadi, tetapi pada jiwa-jiwa yang tumbuh berkembang di dalamnya.

Meski begitu tanpa didukung jasad atau badan yang sehat, jiwa yang lain tak akan sehat. Pepatah lama mengatakan men sana in corpore sano. Jiwa yang sehat senantiasa mengasumsikan tubuh yang juga sehat. Yang sangat mengagumkan bagi para peneliti adalah fasilitas dalam tubuh kita dilengkapi jaringan sel-sel halus yang jumlahnya sampai triliunan. Dalam jaringan sel otak saja tidak kurang dari 100 miliar, berfungsi menampung informasi apa saja yang pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan apa saja yang pernah diimajinasikan. Semuanya itu kemudian tertampung dalam jaringan sel-sel yang sangat lembut. Akumulasi informasi itu bagaikan penghuni otak yang saling berkomunikasi dan dapat membentuk susunan ilmu pengetahuan.

Keajaiban lain yang mudah dilihat dari eksistensi jasad ini adalah bentuk dan susunannya yang fleksibel dan multifungsi. Misalnya saja tangan yang memiliki multiperan dan keterampilan yang tidak terbilang lagi. Belum lagi fungsi jari-jari,siku,serta pergelangan tangan. Sungguh ajaib. Ketika ada bagian yang sakit, kita baru dapat lebih mengapresiasi. Ada lagi ungkapan, manusia disebut sebagai homo erectus karena posisinya yang tegak berdiri dibandingkan hewan berkaki empat yang juga melata di muka bumi.

Berita Rekomendasi

Dengan posisi kepala di atas, dibantu mata dan telinga serta posisi leher yang mudah digerakkan, manusia sangat cepat dan kaya menangkap serta mengumpulkan gambar dan informasi dari sekelilingnya. Jauh ebih hebat dari kamera yang paling mutakhir sekalipun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas