Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Puasa Menyeimbangkan Akal dan Hati

“Wahai anakku, apabila perutmu penuh, maka pikiran akan menjadi beku, hikmah terganggu (membisu), dan anggota badan akan malas mengerjakan ibadah”.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Puasa Menyeimbangkan Akal dan Hati
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Warga tengah membaca Al Quran jelang shalat Ashar di Mesjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016). Hari ke 3 puasa, kebanyakan warga memperbanyak ibadah di Mesjid-mesjid. Warta Kota/angga bhagya nugraha 

KH. Cholil Nafis, Ph.D, Ketua Komisi Dakwah Dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat

TRIBUNNEWS.COM - Iklim spiritual pada bulan Ramadan sangat terasa meningkat. Dapat dimaklumi karena pada bulan ini setiap Muslim belomba-lomba menaikkan derajat spiritualnya dengan berbagai amalan-amalan ritual. Selain berpuasa, juga melaksanakan shalat Tarawih, tilawah Alquran, iktikaf, sedekah, salat malam dan lain sebagainya.

Para khatib, ustaz, dan agamawan selalu menyampaikan akan pentingnya umat meningkatkan volume ritual di bulan Ramadan dengan dalil-dalil nashnya. Hanya saja tidak terlalu banyak yang mencoba menggagas bagaimana memaknai ritual-ritual itu dengan menginternasilasikan diri ke dalam sikap dan perilaku.

Memang dibutuhkan kemampuan eksplorasi yang dalam tentang makna di balik ritual Islam seperti dilakukan Jamal Muhammad Elzaky melelaui kitabnya Fushul fi Thibb Rasul, buku yang mengupas tentang mukjizat kesehatan pada ritual-ritual dalam Islam.

Dalam konteks puasa, kenapa Allah mewajibkan puasa? Jawabnya jelas, pasti memiliki tujuan yang pasti, yaitu ketakwaan sebagaimana disebut QS: Al-Baqarah: 183. Menjadi pertanyaan bagaimana puasa menjadi jembatan takwa bagi pelaksananya? Sering penjelasannya tidak lengkap, takwa semacam apa?

Jika dikaji lebih dalam, puasa yang juga diwajibkan bagi umat-umat terdahulu dan umat beragama yang lain memiliki spirit yang dahsyat. Selain memiliki kemanfaatan fisik seperti yang banyak diungkap berbagai ahli medis, puasa memiliki muatan makna menuju ketakwaan yang sangat psikologis.

Puasa yang diawali dengan tidak makan dan minum menjadi faktor yang sangat penting. Karena makan dan minum menjadi salah satu sebab bagi tidak berfungsinya akal dan hati secara maksimal. Betapa banyak tindakan dosa atau maksiat yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi. Meskipun yang diajarkan secara fisik tidak boleh makan dan minum, namun yang ingin dituju justru aspek psikologis agar ranah kognitif, afektif, dan spiritualnya menjadi baik.

Berita Rekomendasi

Rasulullah bersabda dalam sebuah haditsnya: “Janganlah kamu mematikan hatimu (dan pikiramnu) dengan banyak makan dan minum, karena sesungguhnya hati (dan pikiran) itu bagaikan tanaman, ia akan mati jika telalu banyak air (asupan)”.

Senada dengan hal itu, Lukman Al-Hakim, seorang waliyullah yang namanya diabadikan oleh Alquran pernah menasehati anaknya: “Wahai anakku, apabila perutmu penuh, maka pikiran akan menjadi beku, hikmah terganggu (membisu), dan anggota badan akan malas mengerjakan ibadah”.

Dari uraian tersebut mengindikasikan betapa makanan dan minuman yang dikonsumsi akan sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu. Sehingga puasa yang diwajibkan bertujuan untuk mengendalikan hawa nafsu makan. Dalam QS: Al-Baqarah: 168: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi thayyib dari apa yang ada di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.

Dalam ayat tersebut, apa yang kita makan pasti berhubungan dengan sikap dan perilaku. Meski makanan kita halal dan thayyib sekalipun tetap dianjurkan agar mampu memenej pola konsumsinya agar tidak terbawa oleh kebiasaan setan secara berlebihan (mubazir) dan pemenuhan hawa nafsu. Apalagi didukung oleh temuan medis bahwa banyak makan menimbulkan banyak penyakit. Dengan demikian, maka pola makan dan minum perlu diatur dengan baik agar tujuannya bukan sekedar hanya untuk memenuhi kepentingan fisik, tetapi terkait dengan kebutuhan psikologis dalam wujud takwa.

Jadi puasa yang kita lakukan pada setiap bulan Ramadan, dan puasa sunah di luar Ramadan berhubungan erat dengan tujuan utama selain untuk keseimbangan tubuh (fisik), juga untuk keseimbangan akal dan hati. Sehingga pesan Luqmanul Hakim kepada anaknya bahwa perut yang penuh memang benar akan membekukan akal dan hatinya. Karena itu, agar tujuan puasa kita dapat memenuhi tujuan akhirnya, yaitu takwa, maka harus kita jaga kualitasnya agar selama sebulan penuh tidak hanya mendapatkan haus dan lapar. Wallahu a’lam

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas