Jam Matahari Penunjuk Waktu Salat di Masjid Agung Surakarta Ini Tetap Dirawat
Jam Matahari peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono IV, di Masjid Agung Surakarta sekarang tak dipergunakan lagi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Jam Matahari peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono IV, di Masjid Agung Surakarta sekarang tak dipergunakan lagi, dan beralih fungsi menjadi penambah daya tarik wisata.
“Sudah tidak dipergunakan lagi, karena sudah ada jam konvensional, sekarang tetap dirawat dan dijaga untuk wisatawan yang berkunjung ke sini saja,” ujar Sekretaris Masjid Agung Surakarta, Abdul Basid, Rabu (15/6/2016), di Masjid Agung Surakarta.
Jam Matahari tersebut dibangun kurang lebih tahun 1700-an.
Ketika itu, Jam Matahari digunakan untuk menentukan waktu salat.
“Untuk menandai waktu salat, walaupun hanya berfungsi saat ada Matahari, karena jam ini mengandalkan posisi Matahari, “ kata Abdul Basid menambahkan.
Prinsip kerja jam tersebut adalah menggunakan bayangan dari jarum di atas cekungan.
Bayangan jarum tersebut akan menunjukkan angka yang tertera di atas permukaan cekungan di bawahnya.
"Deretan angka di sisi barat itu angka 12-6 lalu sebaliknya, di bagian timur, angka 1 sampai 6, jadi kalau matahari pas persis jam 12 dan langit cerah, bayangan jarum akan tepat di tengah tengah di antara deretan itu," ujar Basid.
Jam Matahari, menurut Basid, masih akurat dalam menunjukkan waktu salat.
Menurutnya, jam tersebut pernah diteliti oleh MUI, dan hasilnya masih akurat meski sudah berusia ratusan tahun
Hanya, untuk pengaman, lanjut Basid, biasanya ditambahi satu hingga dua menit. (*)