Lemah Lembut Namun Tegas
Melalui Rasulullah Muhammad saw. kita diingatkan agar bersikap kasih dan lemah lembut pada sesamanya. Termasuk pada orang-orang kafir.
Editor: Y Gustaman
Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
TRIBUNNEWS.COM - Mari kita simak Alquran (3: 159). Melalui Rasulullah Muhammad saw. kita diingatkan agar bersikap kasih dan lemah lembut pada sesamanya. Tunjukkan akhlak yang mulia, termasuk pada orang-orang kafir.
Dikatakan, Hai Muhammad, sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan ampunan mereka. Dan ajaklah bermusyawarah jika ada perselisihan.
Dalam Alquran dan Hadith banyak ayat-ayat serupa agar kita senantiasa mengedepankan sikap kasih sayang dan lapang hati dalam menjalin relasi sosial, baik di lingkungan kerja, bermasyarakat maupun dalam berdakwah menyampaikan ajaran Islam.
Jika kita berkomunikasi dengan kekuatan nalar dan kelembutan hati, pendengar akan lebih tertarik dan menangkap pesan kita. Pengalaman ini mudah diamati dalam komunikasi antara guru dan murid, yang kita semua pernah mengalami.
Seorang guru yang bersikap lemah lembut, penuh kasih sayang, getarannya akan ditangkap oleh anak didik. Terlebih lagi sikap orangtua, cinta kasihnya kadang terekspresikan dalam kemarahan, namun tidak akan membuat anak menjauh karena terdapat pautan kasih sayang antara keduanya.
Yang berat memang bersikap lembut terhadap orang lain yang tidak ada hubungan kekerabatan, atau tak mendatangkan keuntungan materi, terlebih pada mereka yang memusuhi kita. Namun begitulah, Alquran selalu mengajarkan bahwa kasih sayang yang tulus dan sejati itu justeru ketika bisa bersikap lembut dan penyayang pada sesama manusia, apapun etnis dan agamanya, karena sesungguhnya kita semua bersaudara dan berseudara sebagai penghuni bumi milik Allah.
Para Rasul Allah telah membuktikan, hanya dengan kesabaran dan cinta kasih mereka berhasil menyampaikan ajaran Tuhan, tanpa memungut imbalan. Ketulusan dan cinta kasih untuk mengajak manusia ke jalan yang benar itu telah memberikan energi yang tak pernah habis terhadap para pejuang kemanusiaan dari zaman ke zaman. Kekuatan ini juga yang membuat para pejuang kemerdekaan kita dulu tak pernah takut menderita.
Dalam Alquran (76:9) disebutkan, Rasulullah berjuang siang malam dengan penuh tantangan dan rintangan, sama sekali tidak mengharapkan pujian dan balasan. La nuridu minkum jazaan wa la syukuran. Statemen ini secara historis-empiris bisa dibuktikan.
Muhammad yang semula merupakan pedagang sukses dan hidup serba berkecukupan, beliau tinggalkan semuanya demi membimbing ummatnya ke jalan yang benar. Secara materi hidupnya menjadi miskin, tetapi menjadi kaya berlimpah dengan ilmu, amal dan cinta kasih pada sesamanya.
Kalau bukan karena dorongan cinta kasih, kekuatan apa yang bisa menggerakkan Muhammad selama dua puluh empat jam sehari semalam sampai umur hayatnya selalu memikirkan ummatnya?
Sifat rahman rahim Allah itu sebagian kecil dialirkan pada orangtua kita, terutama sosok ibu. Cinta kasihnya tak pernah padam. Selalu menyala dan mengalirkan energi kasih sayang pada anak-anaknya sepanjang hayatnya tanpa mengharap imbalan, bagaikan sang surya menyinari dunia.
Sedemikian luhur dan mulia fitrah manusia dan pesan ilahi agar kita senantiasa berbagai kasih, hidup saling tolong menolong. Makanya hati kita menjadi gelisah setiap melihat dan menghadapi perseteruan, perkelahian dan peperangan. Hati dan nalar sehat kita juga protes setiap mendengar berita terjadinya kekerasan, bom bunuh diri, dengan mengatasnamakan ajaran Allah.
Absurd, menyampaikan pesan Allah yang maha rahman rahim dengan menciptakan kekerasan. Dulu Rasulullah terpaksa berperang untuk membela diri. Ajaran Islam yang baru tumbuh, ibarat benih pohon, agar tidak mati mesti dilindungi, dipagari, antara lain dengan perang. Tapi Islam bukan agama mesin perang.
Perang dalam Islam selalu bersifat terpaksa untuk membela diri. Jadi, sifat dan sikap lemah lembut tidak berarti lemah, namun senantiasa setia pada prinsip kebenaran dan bersikap tegas.