Menelusuri Jejak Dakwah Sunan Kalijaga di Bukit Surowiti Gresik
Mun’im mengisahkan, Sunan Kalijaga sering menggelar dakwah berupa pengajian untuk warga sekitar di sana.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, GRESIK - Raden Said atau Sunan Kalijaga dipercaya pernah bertapa Goa Langsih di bukit Surowiti, Desa Surowiti, Kecamatan Panceng, Gresik, beberapa tahun sebelum dia menjadi seorang wali bernama Sunan Kalijaga.
Kini, tempat pertapaan tersebut masih terjaga dan menjadi salah satu tempat destinasi wisata religi.
Menurut cerita yang dipercayai warga sekitar, Raden Said pernah dua kali bertapa di sana.
Pertama, saat ia masih belum menjadi seorang wali. Kedua, ia kembali lagi setelah menyandang gelar wali.
“Bertapa dengan Mbah Sloko yang makamnya ada di sekitar petilasan. Pada pertapaan pertama, Raden Said menemukan petunjuk,” kata Juru Kunci Petilasan Sunan Kalijaga di Surowiti, Abdul Mun’im.
"Sehingga beliau turun. Sementara Mbah Sloko masih di sana sampai Sunan Kalijaga kembali."
Mun’im adalah keturunan ke-15 Mbah Sloko. Cerita yang disampaikan didapat secara lisan turun-temurun. Itu sebabnya, tak ada detail waktu terkait cerita itu.
Saat ini, warga sekitar memanfaatkan Goa Langsih sebagai tempat wisata.
Akses untuk masuk ke dalam goa cukup sulit, terutama saat musim hujan.
Jalan menuju dalam goa berupa tumpukan bebatuan dengan kemiringan curam. Ini yang menyulitkan orang masuk ke dalam goa.
Di dalam goa yang berada di puncak bukit itu, terdapat sumber tetes air yang disebut ada sejak saat Raden Said bertapa di sana.
Di dalam goa juga terdapat labirin-labirin yang membentuk tiga ruangan. Sebelum mendekat ke pintu masuk goa, ada ruang terbuka yang diisi gazebo dan sebuah surau.
Dari kondisinya saat itu, surau yang ada tampak sudah lama tak digunakan.
Selain goa itu, ada juga masjid peninggalan Sunan Kalijaga di tengah pemukiman. Hanya saja, konstruksi masjid sudah tak sama dengan kondisi masa Sunan Kalijaga tinggal di sana.
Menurut Mun’im, hanya empat tiang kayu yang masih tersisa dari bangunan asli. Sisanya sudah mengalami pemugaran.
Tempat ini, kata dia, dulu digunakan sebagai tempat berdakwah oleh Sunan Kalijaga.
Mun’im mengisahkan, Sunan Kalijaga sering menggelar dakwah berupa pengajian untuk warga sekitar di sana.
Salah satu murid terbaik Sunan Kalijaga di sana adalah Raden Bagus Mataram. Makamnya berada di sekitar wilayah petilasan.
“Masjid ini dulu untuk sembayang dan menyiarkan agama serta tausiyah,” kata dia.
Selain itu, ada dua benda peninggalan lain yang masih di simpan oleh warga. Benda itu berupa dua Alquran yang tulisan tangan.
Salah satunya bahkan ditulis dengan tinta emas. Dua benda ini terakhir kali disimpan di rumah kepala desa beberapa periode sebelumnya.
Ia menerangkan, kedua Alquran tersebut lebih tebal dibanding Alquran pada umumnya.
Dengan kedua tangannya, Mun’im memeragakan ketebalan kitab tersebut: kurang lebih sekitar 40 sentimeter (cm).
“Pernah mau dibuatkan museum untuk tempat dua peninggalan itu, tapi belum kesampaian sampai sekarang,” ujarnya.
Saat ditanya siapa penulis dua Alquran itu, sang juru kunci tidak bisa memastikan. Dari cerita yang ia dapat dari para sesepuhnya, Alquran itu merupakan peninggalan Raden Said alias Sunan Kaligaja.
Namun, ia tak bisa memastikan bahwa murid Sunan Bonang itu yang menulis ayat-ayat di Alquran tersebut.
“Ada juga sebuah pusaka yang saat ini sudah hilang,” tambahnya, menjelaskan tentang peninggalan yang lain.
Dikenal sebagai seorang seniman, toh tidak ada peninggalan benda-benda seni, terutama seni musik di petilasan itu.
Mun’in mengatakan, peninggalan Sunan Kalijaga dibidang seni musik tidak tercatat dalam cerita yang disampaikan leluhurnya.
Saat Sunan Kalijaga tinggal di sana, para penduduk sekitar belum mengenal agama Islam.
Mun’im menjelaskan, beberapa di antara mereka bahkan ada yang menyembah pepohonan. Kebudayaan jawa yang berkutat dengan benda-benda seperti menyan dan kembang-kembang pun melekat.
Menurut kisah, Sunan Kalijaga menyebarkan islam di sana dengan cara yang halus tanpa menghilangkan adat warga sekitar.
Itu sebabnya, di tempat yang dipercaya warga sebagai Makam Sunan Kalijaga -- meskipun sejarah terang mencatat makam Sunan Kalijaga berada Kadilangu, dekat Kota Demak – ada dupa dan kembang yang ditaruh di pintu masuk makam.
“Pengaruh siar dakwah beliau sampai ke semua daerah di Panceng,” kata dia. (Surya/Aflahul Abidin/M Taufik)