Puasa dan Gerakan Kembali ke Masjid
Memaksimalkam masjid kudu memperhatikan 3 aspek, yaitu Imarah, Idarah, dan Ri’ayah.
Editor: Y Gustaman
Oleh: KH. Cholil Nafis, Ph.D., Ketua Komisi Dakwah Dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat
TRIBUNNEWS.COM - Saat bulan suci Ramadan tiba tempat yang menjadi pusat perhatian umat selain pusat-pusat perbelanjaan adalah masjid dan musala. Bukan hanya karena menjadi tempat ibadah, masjid dan musala juga menjadi artikulasi utuh atas sikap dan ekspresi keagamaan masyarakat.
Tengoklah di kampung-kampung, dan juga di pusat-pusat kota, betapa kedua tempat ini (masjid dan musala) menjadi daya pikat yang aduhai. Hampir setiap muslim begitu peduli akan rumah ibadah kaum muslim ini, membersihkan, mengecat, merenovasi menjelang Ramadan, meski pada hari-hari biasa mungkin tidak pernah hanya sekedar mampir salat.
Ini bisa dimaklumi seiring dengan menaiknya level spiritulaitas umat pada bulan penuh berkah ini. Aktifitas-aktifitas non ibadah mahdhah (utama), juga banyak dipusatkan di masjid dan musala, seperti pengajian (taklim), liqa, tadarrus, kajian keislaman, termasuk pelaksanaan bazaar dan pasar murah jelang Idul Fitri. Pada bulan ini, masjid dan musala menjadi semacam “tempat kembali” nya umat dari kesibukan sehari-hari. Bahkan oleh sebagian orang, masjid merupakan tempat nyaman untuk “ngadem” saat cuaca terik di bulan puasa.
Iklim batin umat Islam yang hatinya terhubungan dengan masjid dan mushalla ini akan menjadi fenomena dan kekuatan yang dahsyat jika berlanjut pada bulan-bulan di luar Ramadan. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah menyampaikan, salah satu golongan umat yang kelak di akhirat akan mendapatkan naungan adalah mereka yang hatinya “terhubung” dengan masjid (musala).
Memang ada peluang tafsir yang bersifat kontekstual, bahwa hati yang terhubung tidak hanya dimaknai secar harfiah dengan gedung (fisik) masjid, namun hati yang memiliki kepedulian pada aspek-aspek ketuhanan yang disimbulkan oleh rumah ibadah.
Dus, tentu tidak terlalu salah jika hati yang terhubung dengan masjid diletakkan pada sosok yang hatinya, fikirannya, dan tenaganya memiliki keterkaitan langsung dengan aktifitas kemasjidan, baik dalam kontek ibadah mahdhah maupun ibadah sosial.
Dalam banyak literatur, keberadaan masjid atau mushalla yang berdiri di manapun memiliki keunikan dan nilai kesejarahannya tersendiri. Catatan sejarah bangsa kita, misalnya, menorehkan bahwa keberadaan masjid telah menunjukkan peran yang sangat penting dalam membentuk sikap keberagamaan masyarakat Indonesia. Masjid menjadi salah satu sumber inspirasi publik dalam mengekspresikan sikap dan perilaku keberagamaan yang sejuk, toleran, dan ramah terhadap berbagai perbedaan di masyarakat.
Fakta-fakta masa lalu dengan gamblang sebagai saksi bahwa masjid/mushalla menjadi magnet sosial dalam mencapai oase spiritual dan pembangunan karakter masyarakat. Sementara saat ini, masjid rata-rata masih lebih banyak difungsikan pada aspek-aspek ibadah mahdhah yang seakan lepas dari kesalehan sosialnya.
Bahkan ada sebagian masjid justru menjadi sumber bersemainya paham dan sikap yang kurang ramah terhadap lingkungan. Tentu situasi itu tidak boleh terlalu lama terjadi agar fungs-fungsi paripurnanya benar-benar nyata sebagaimana pertama kali fungsi masjid yang dibangun Nabi saat tiba di Madinah.
Masjid dan musala diyakini mampu mendekatkan pertautan psikologis antara tokoh agama dengan umatnya sebagai pusat pembinaan dan pemberdayaan. Masjid bisa jadi perekat, dan tidak boleh jadi penghalang atau pemisah.
Masjid yang memiliki filosofi sebagai pusat pengembangan peradaban umat perlu terus didorong agar memiliki fungsi-fungsi yang bukan hanya pada unsur kepentingan ibadah mahdhah, tetapi memperhatikan 3 aspek memakmurkannya, yaitu Imarah, Idarah, dan Ri’ayah.
Jika masjid dapat dioptimalkan fungsinya dengan melibatkan seluruh stake-holder yang ada akan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat bagi kemajuan bangsa ini.
Dalam konteks ini, momen Ramadan ini, dimana level spiritual umat sedang meningkat dengan bertambahnya frekuensi umat datang ke masjid dan musala hendaknya dapat dimaksimalkan untuk mendorong umat agar kembali kepada masjid.
Umat harus diberikan stimulasi agar lebih mencintainya dan menjadikan sebagai pusat-pusat pemberdayaan dan pengembangan umat, baik untuk kepentingan ibadah, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, maupun pusat-pusat informasi umat yang sifatnya lebih umum.
Jika setiap muslim memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya masjid dalam ranah kehidupan umat, maka akan menjadi kekuatan yang luar biasa menuju kebangkitan umat yang maju, sejahtera, dan bermartabat. Wallahu a’lam []