Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Etika Bertetangga

Sudah terlalu sering kita mendengar cerita seputar tengkar antartetangga. Satu di antara tanda keimanan seseorang menghargai dan mencintai tetangga.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Etika Bertetangga
Kompas.com/Banar Fil Ardhi
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Komaruddin Hidayat. 

Oleh: Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidyatullah

TRIBUNJATENG.COM - Sudah terlalu sering kita mendengar cerita seputar tengkar antartetangga. Minimal sekali gosip yang bernada nyinyir. Padahal, menurut Rasulullah satu di antara tanda keimanan seseorang adalah menghargai dan mencintai tetangga.

Nasihat klasik juga mengatakan, tetangga yang baik itu jauh lebih berharga dari saudara kandung yang tinggal berjauhan. Pasalnya, jika terjadi musibah tetangga lah yang paling siap, dekat, dan cepat mengulurkan pertolongan.

Terutama mereka yang tinggal di kompleks perumahan, berbagai cerita persaingan dan perseteruan antartetangga ini begitu populer. Sampai-sampai dijadikan bahan cerita sinetron atau ceramah. Misalnya saja, seorang istri sering menceritakan, mengapa suaminya dan tetangga yang sama-sama pegawai negeri sipil - pangkat atau golongan sama - tetapi gaya hidupnya kok beda. Bangunan rumah dan mobilnya lebih bagus.

Begitupun yang suaminya militer atau polisi berpangkat sama, bahkan lebih rendah, mengapa gaya hidupnya lebih mewah. Hal-hal demikian seringkali menjadi bahan cerita bernada nyinyir, kecemburuan, bahkan bisa mengarah pada fitnah. Dari mana lagi kalau bukan korupsi, katanya.

Gosip lain juga menyasar pada teman kuliah yang setelah tamat aktif terjun di dunia politik, misalnya jadi anggota DPR. Mereka yang senang bergosip menceritakan bagaimana sengsaranya ketika sama-sama jadi mahasiswa.

Sama-sama miskinnya, bareng-bareng naik-turun bus kota, bareng keluar masuk warteg (warung tegal) yang dikenal murah, harganya cocok bagi mahasiswa miskin. Tetapi, katanya, setelah lama tak berjumpa dan sekarang jadi anggota DPR, kekayaannya tak terduga. Itu dilihat dari rumahnya, jumlah dan juga merek mobilnya, serta gaya hidupnya.

Berita Rekomendasi

Karena enggan campur dengan tetangga, untuk menjaga privasi, banyak orang kaya yang kemudian membangun rumah dikelilingi tembok tinggi. Mereka saling tidak kenal, dan tidak tertarik untuk kenal dengan tetangganya.

Secara sosiologis, pribadi demikian ini bagaikan pulau-pulau kecil terpisah dari yang lain akibat persaingan hidup di kota besar membuat lelah. Rumah diposisikan sebagai tempat istirahat dan untuk menjaga privasi.

Proses individualisasi ini juga didorong oleh tata kota, karena pembangunan jalan-jalan dan pagar itu telah menciptakan pulau-pulau terpisah dari tetangganya. Ketika di rumah, bangunan yang besar itu terdiri dari kamar-kamar laksana gua, masing-masing penghuni memiliki hobi dan agenda harian berbeda-beda. Tak pelak ada keluarga yang jarang bisa berkumpul.

Doakan tetangga

Dalam berbagai forum workshop, saya beberapa kali menerima pertanyaan, bagaimana caranya menjalin hubungan yang baik dengan tetangga. Bahkan ada juga pertanyaan, bagaimana menghilangkan rasa kesal dan benci pada tetangga, yang dirasakannya sudah sangat membebani perasaan.

Rupanya mereka itu tidak akur dengan tetangganya. Pembawaannya selalu kesal melihat mereka, karena satu dan lain hal. Jawaban saya sederhana saja, kalau ingin hatinya ringan, tak ada beban kekesalan dan kebencian pada tetangga, biasakanlah mendoakan tetanggamu, terutama di malam hari sehabis salat Isya atau salat malam.

Kalau tetangga itu kaya, lebih kaya dari dirimu, doakan semoga kekayaannya berkah. Kalau tetangga itu miskin, doakan semoga dimurahkan rezekinya agar jadi orang kaya. Kalau tetangganya ada yang terkena narkoba, atau dipandang sampah masyarakat, doakan memeroleh pertolongan dan kesembuhan dari Tuhan. Apakah sebuah doa itu mesti dikabulkan Tuhan? Belum tentu. Tidak pasti.

Yang pasti, apabila mendoakan tetangga secara tulus ikhlas, hati Anda akan diringankan dari beban kebencian, bahkan muncul rasa simpati. Anda akan merasa bagian dari keluarganya secara ruhani.

Ucapkan doa, dengan menyebut nama-Nya, jurang psikologis yang tadinya menciptakan jarak, akan tersambung oleh rasa dan sikap peduli. Tidak percaya? Silakan coba dan praktikkan. Resep ini juga berlaku bagi relasi di kantor. Insya Allah hidup Anda lebih ringan. Jangan lupa, doa itu ibadah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas