Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Dulu Hanya Bambu, Masjid Peninggalan Raden Saleh di Cikini Pernah Digotong Warga

Sebelum berdiri kokoh, tahukah pembaca jika Masjid Jami Al-Makmur di Cikini, Jakarta Pusat, sebelumnya pernah digotong oleh masyarakat sekitar?

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Dulu Hanya Bambu, Masjid Peninggalan Raden Saleh di Cikini Pernah Digotong Warga
TribunJakarta.com/Pebby Ade Liana
Tampak depan Masjid Jami Al-Makmur, Cikini, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat. 

 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum berdiri kokoh, tahukah pembaca jika Masjid Jami Al-Makmur di Cikini, Jakarta Pusat, sebelumnya pernah digotong oleh masyarakat sekitar?

Ya, pemindahan Masjid Jami Al-Makmur terjadi sekitar 1890-an, tepat sebelum masjid tersebut mengalami perluasan.

Diketahui, masjid peninggalan pelukis kenamaan Indonesia, Raden Saleh Sjarif Boestaman, ini dahulu berada tepat di lokasi Rumah Sakit PGI Cikini.

"Waktu itu semua area yang ada di sini kepunyaan Raden Saleh. Tahun 1840 itu masih di lokasi aslinya. Kemudian tanah itu dijual tahun 1890 oleh Raden Saleh dan dipindahkan masjidnya ke sini," ungkap H. Syahlani, Ketua Pengurus Masjid Jami Al-Makmur, kepada TribunJakarta.com, Minggu (20/5/2018).

Masjid yang dahulu dibangun dengan bambu itu kemudian digotong langsung oleh masyarakat sekitar dan dipindahkan ke lokasi saat ini berada yakni di Jalan Raden Saleh Raya, Cikini Jakarta Pusat.

Dahulu, masyarakat hanya beribadah di bangunan bambu yang tak terlalu luas. Sehingga seiring berjalannya waktu masyakarat Muslim bertambah sehingga ketika salat harus bertumpah ke jalan.

"Jemaah semakin banyak barulah dilakukan perluasan bangunan," kata Syahlani.

Berita Rekomendasi

Perluasan bangunan yang dimaksud adalah ruang salat utama yang kini berada tepat di sisi tengah masjid.

Dengan bermodalkan kapur, pasir, dan batu bata merah yang digerus masjid tersebut berhasil dibangun melalui hasil jerih payah masyarakat Cikini.

"Pengumpulan dananya dengan cara masing-masing rumah (saat itu) mengumpulkan beras sekitar satu kaleng susu, ditaruh saja di depan rumah nanti ada yang ambil dari pengurus masjid," cerita Syahlani.

Kemudian beras yang dikumpulkan tersebut dijual hingga hasilnya dapat dibelikan bahan bangunan untuk membangun masjid.

Sebelum sebagus saat ini, Masjid Jami Al-Makmur ini juga tak punya tempat wudu.

Pada masanya, Sungai Ciliwung yang berada tepat di sebelah masjid ini dahulu sangatlah bersih.

Sehingga masyarakat berwudu menggunakan air tersebut.

Kini, Masjid Jami Al-Makmur telah menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah.

Selain itu, kini Masjid ini juga telah berdiri kokoh dengan banyak ruangan di dalamnya.

(TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana)

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas