Mengenal Sosok Bilal bin Rabah, Budak yang Menjadi Muaddzin, Suaranya Begitu Mengguncang
Bilal bin Rabah, nama ini cukup terkenal. Mengapa? Kisahnya mengguncang “berhala” kaum Quraisy ketika peristiwa futuh Makkah cukup melegenda.
Editor: Anita K Wardhani
Namun setiap menerima pujian yang ditujukan kepadanya, Bilal akan menundukkan kepala dan memejamkan mata.
Bilal menunduk dengan air mata mengalir yang membasahi pipinya, dia berkata, “aku ini hanyalah seorang Habsyi, dan kemarin aku seorang budak belian.”
Menurut riwayat, Bilal adalah seorang laki-laki kulit hitam, kurus, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis.
Benar apa yang dikatannya, sebelumnya dia adalah seorang budak belian.
Namun berkat keyakinannya yang kuat terhadap agama Islam dan kenabian Nabi Muhammad SAW, beliau mendapat derajat dan kedudukan yang tinggi bersama orang-orang suci lainnya.
Bahkan banyak para pemuka dan petinggi kaum Quraisy yang sebelum datangnya Islam mempunyai kedudukan jauh di atas Bilal, namun setelah datangnya Islam, mereka tidak dapat menyaingi keharuman nama seorang Bilal si budak belian.
Baca: Omar Choi dan Ayana Jihye Moon si Ganteng dan Cantik yang Populerkan Islam di Korea, Simak Kisahnya
Sejarah Perbudakan
Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab sangat membanggakan asal-usul keturunannya, dan di masa itu perbudakan masih merajalela.
Situasi sosial seperti itu, tentunya sangat merugikan bagi seorang budak yang asal-usulnya tidak jelas, dia tidak termasuk dalam Bani (kaum/keluarga besar) mana pun.
Seorang budak pada masa itu tidak memiliki hak apapun, hidupnya telah dibeli oleh harta seorang tuan.
Setelah dibeli, dia murni milik tuannya, mereka bekerja menggembalakan hewan ternak milik tuan mereka. Keseharian para budak kebanyakan hanya berada di antara kambing-kambing dan unta-unta milik para pembesar.
Namun apa yang terjadi pada dunia perbudakan di Arab pada saat itu sesungguhnya hanyalah salah satu bagian dari kondisi perbudakan yang sudah berlangsung sangat lama dalam sejarah manusia.
Sejarah tertua perbudakan tertulis dapat ditemukan dalam Hukum Hammurabi (1760 SM), namun fenomena perbudakan itu sendiri sudah jauh terjadi sebelum itu, yakni pada tahun 5300 SM pada masa kejayaan Bangsa Sumeria Kuno.
Hal serupa juga terjadi di Mesir Kuno, Bangsa Akadia, dan Assiria. Sekalipun demikian, sejarah perbudakan pada era tersebut tidak banyak dikenal, karena hanya Hukum Hammurabi saja yang bisa dijadikan bukti, di samping catatan hieroglif di Mesir pada masa Ramses II.
Untuk era ini, yang terinformasikan dari wacana perbudakan adalah status hukum budak itu sendiri. Ini bisa dimengerti karena landasan dari sejarah ini didasarkan pada Hammurabi Code yang khusus bicara masalah hukum di Babilonia. Sedangkan di Mesir, perbudakan terjadi secara massive untuk membangun kota dan tempat-tempat lain bagi kerajaan. Untuk era-era setelah itu, perbudakan tetap terjadi dengan skala besar tetapi tidak terekam oleh sejarah secara terperinci.