Masjid Raya Gantiang, Masjid Tertua di Padang Perpaduan Arsitektur Minang, Cina Hingga Persia
Masjid Raya Gantiang telah berdiri sejak 200 tahun yang lalu dan dinilai sebagai masjid tertua di Padang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Nadia Nazar
TRIBUNNEWS.COM, PADANG – Masjid Raya Gantiang berada di Kelurahan Gantiang, Kecamatan Timur, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Masjid Raya Gantiang telah berdiri sejak 200 tahun yang lalu dan dinilai sebagai masjid tertua di Padang.
Ketua Pengurus Masjid Raya Gantiang, Nur Suhud Husin mengatakan, awalnya masjid ini sebuah bangunan surau berukuran 30 x 30 meter, yang berdiri pada tahun 1870, tepatnya di kaki Gunung Padang.
Masjid yang bentuk bangunannya sangat sederhana ini, kemudian dihancurkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda akibat pembuatan jalan ke Pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur).
"Pada tahun 1805, masjid ini kembali dibangun di lokasi yang sekarang berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi sebelumnya," kata Nur Suhud Husin.
"Pada akhirnya dengan dukungan banyak pihak, pada tahun 1810 pembangunan dapat diselesaikan," kata pria 76 tahun ini yang akrab disapa Pak Paud.
Ia mengatakan, ada tiga tokoh Kampung Gantiang dari suku Chaniago yang merencanakan pembangunan masjid ini.
Ketiga tokoh tersebut bernama Angku Gapuak, Syech Uma, dan Angku Kapalo Koto.
Pada tahun 1833, ceritanya, pernah terjadi gempa bumi di Padang dan menimbulkan gelombang tsunami yang merambah sebagian besar Kota Padang.
"Masjid ini termasuk bangunan yang selamat, namun lantai batu masjid terpaksa diganti dengan lantai campuran kapur kulit kerang dari batu apung," jelasnya.
Masjid ini merupakan perpaduan dari berbagai corak arsitektur karena pengerjaannya melibatkan berbagai etnik.
Seperti Persia, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau.
Semua ciri-ciri masjid kuno bisa dijumpai pada pola bangunan Masjid Raya Gantiang ini.
Masjid ini bergaya neoklasik Eropa, dapat dilihat bangunan bagian depan dari Masjid mirip benteng spanyol yang disiapkan oleh bangunan militer Belanda.
Selain itu, pada tahun 1910, lantai masjid yang terbuat dari batu kali bersusun dan diplester tanah liat, diganti dengan ubin yang dipesan oleh orang Belanda beserta tukang yang memasangnya.
Pada serambi samping masjid, terdapat tiang berbentuk segi enam dan tambun yang bagian atasnya terdapat hiasan pelepit-lepit rata.
Bentuk tiang tersebut mengingatkan pada bentuk tiang doric pada arsitektur Eropa.
Sedangkan etnis Cina juga ikut mengerahkan para tukangnya untuk mengerjakan atap kubah yang dibuat bersegi delapan mirip bangunan atap Vihara Cina.
"Lenggek-lenggek atapnya dapat dilihat, persis bangunan di Cina," jelasnya.
Begitu juga dengan mihrab atau mimbar tempat imam memimpin salat dan menyampaikan khutbahnya.
Bagian tersebut juga dibuat ukiran kayu mirip ukiran Cina.
"Dulu, di bagian tengah masjid juga dibangun sebuah panggung segi empat dari kayu.
Kira-kira bentuknya seperti keranda mungkin, tempat ini digunakan oleh bilal untuk mengulang aba-aba imam sewaktu salat berlangsung, apalagi dulu belum ada mic," ceritanya.
Para ulama Padri juga mengambil peranan dalam pembangunan Masjid Raya Gantiang ini.
Peranan itu diberikan dalam bentuk pengiriman beberapa tukang ahli ukiran Minangkabau yang akan dibuatkan pada papan les plang atap masjid ini.
Usut punya usut, pada awalnya masjid ini didirikan sebagai sarana pemersatu delapan suku yang ada di Kota Padang.
Masjid ini juga pernah menjadi pusat pergerakan perjuangan kemerdekaan tahun 1945.
Masjid yang memiliki dua menara dan satu kubah utama ini, memiliki delapan pintu dengan tiang penyangga masjid berjumlah 25 buah.
Tiang penyangga berjajar lima buah yang masing-masing dilapisi marmer putih.
Jumlah tiang penyangga ini, Nur Suhud mengatakan, melambangkan jumlah para Nabi, yakni 25 orang.
Pada masing-masing tiang penyangga ini diberi nama para Nabi dengan tulisan kaligrafi. Dimulai dari Nabi Adam AS dan diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW.
Masjid yang berlokasi di Jalan Gantiang No 10 ini berada persis di pinggiran jalan raya, sehingga memudahkan akses masyarakat yang akan memanfaatkan masjid apabila waktu salat telah tiba.
Masjid yang bermula sederhana ini, sekarang terbuat dari beton dinding dan warna hijau dan putih yang menjadi ciri khasnya.
Masjid Raya Ganting berdiri di atas lahan seluas 102 x 95,6 meter ini memiliki halaman yang cukup luas sehingga mampu menampung jamaah yang cukup banyak, terutama pada salat hari raya Idul Fitri.
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Masjid Raya Gantiang, Masjid Tertua di Padang, Paduan Arsitektur Minang, Cina, Persia & Timur Tengah