Mutiara Ramadan: Roh Agama
Dalam kehidupan di desa, jika orang tidak mencuri atau berbuat yang hina, itu didasari oleh penghayatan norma agama yang telah melembaga.
Editor: Dewi Agustina
Prof Dr Komaruddin Hidayat
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
AGAMA dalam ungkapan Jawa, bagaikan ageman atau pakaian. Fungsi utama orang berpakaian itu untuk menutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan agar pantas dan nyaman ketika bergaul dengan sesama.
Saya merasa beruntung terlahir dan tumbuh besar di kampung, berdekatan dengan dua masjid yang selalu ramai oleh jamaah dan anak-anak.
Suasana kauman ini berpengaruh bagi lingkungan sosial dan penduduk yang tinggal di seputar masjid.
Orang merasa enteng datang ke masjid untuk ngobrol-ngobrol, terutama di sore hari menjelang magrib.
Atau siang hari untuk mandi sehabis dari kerja di sawah lalu sekalian salat zuhur.
Roh dan ajaran agama menyatu dengan aktivitas sosial masyarakat.
Ekspresi keberagamaan yang paling mudah dilihat bagi anak-anak adalah aktivitas ritual seperti salat, mengaji, dan puasa.
Tapi setelah dewasa, saya baru menyadari agama dan budaya itu berbeda namun saling mendukung bagaikan hubungan roh dan tubuh.
Lewat budaya dan tradisi lokal, ajaran agama diekspresikan sehingga muncul apa yang disebut local genius atau local wisdom.
Dalam kehidupan di desa, jika orang tidak mencuri atau berbuat yang hina, itu didasari oleh penghayatan norma agama yang telah melembaga ke dalam tradisi sosial.
Jadi, sanksi agama dan sosial telah menyatu. Rasa malu masih sangat kental.
Ajaran tentang rasa malu itu sering saya dengarkan waktu khotbah Jumat, bahwa malu sebagian dari iman.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.