Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Begini Tata Cara Mengqadha atau Membayar Hutang Puasa, Simak Penjelasannya

Simak penjelasan dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta berikut ini mengenai tata cara mengqadha atau membayar hutang puasa.

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Begini Tata Cara Mengqadha atau Membayar Hutang Puasa, Simak Penjelasannya
Youtube Channel Tribunnews.com
Shidiq, dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, menjelaskan tentang tata cara mengqadha atau membayar hutang puasa. 

Simak penjelasan dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta berikut ini mengenai tata cara mengqadha atau membayar hutang puasa.

TRIBUNNEWS.COM - Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan wajib dilaksanakan oleh umat Muslim di seluruh dunia.

Meninggalkan ibadah puasa di bulan Ramadan akan menimbulkan dosa.

Namun, ada orang-orang tertentu yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan.

Selain itu, ada pula tata cara tertentu yang dapat dilakukan untuk membayar hutang puasa yang ditinggalkan saat bulan Ramadan.

Baca: Makan dan Minum Setelah Imsak, Bagaimana Hukumnya? Simak Penjelasannya!

Baca: Mencium atau Memeluk Pasangan Apakah Membatalkan Puasa? Simak Penjelasannya!

Menurut dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Shidiq, membayar hutang puasa dalam hukum Islam dikenal dengan qadha.

Qadha berlaku bagi orang yang sanggup berpuasa, tetapi ada halangan-halangan tertentu.

Berita Rekomendasi

Misalnya melakukan perjalanan jauh atau dalam keadaan sakit.

Ada juga orang yang sebenarnya sanggup berpuasa, tetapi dilarang untuk berpuasa, yaitu orang yang sedang haid atau nifas.

"Dalam Alquran, orang-orang tersebut mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi dituntut untuk mengqadhanya di hari lain," ujar Sidhiq.

Shidiq menyebutkan firman Allah subhanallahu wa ta'ala dalam QS. Al-Baqarah ayat 185 :

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya, "...Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain..."

Shidiq kembali menjelaskan, seseorang mengqadha puasanya sesuai jumlah hari yang ditinggalkannya untuk tidak berpuasa.

Orang yang ingin mengqadha dianjurkan sesegera mungkin untuk membayar hutang puasa dan lebih baik dilakukan berurutan.

Hal ini berkaitan dengan QS. Luqman ayat 34 :

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ

Artinya, "...Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati..."

"Artinya, karena kita tidak tahu dengan pasti kapan dan dimana ajal kita akan dijemput, membayar hutang puasa adalah sesuatu yang wajib dan segera melaksanakannya," kata Shidiq.

Membayar hutang puasa akan lebih baik dilakukan berurutan atau tidak dipenggal-penggal harinya.

Namun, Islam memperbolehkan hal tersebut jika ada kesibukan atau pekerjaan yang membuat kita sulit untuk membayar hutang puasa sesegera mungkin dan tidak bisa berurutan.

Asalkan, tidak sampai bulan puasa atau Ramadan berikutnya.

"Dalam sebuah riwayat, Siti Aisyah berkata bahwa beliau tidak sempat mengqadha puasanya dan baru sempat ketika bulan Syaban. Jadi, diperbolehkan untuk membayar hutang puasa di akhir bulan menjelang bulan Ramadan," Shidiq menuturkan.

Kemudian, Shidiq menambahkan, ada beberapa pendapat mengenai seseorang yang belum bisa mengqadha puasanya hingga Ramadan berikutnya.

Jika seseorang tidak sempat membayar hutang puasa lalu kemudian datang Ramadan berikutnya, dia dianjurkan untuk tetap melaksanakan ibadah Ramadan.

Namun, setelah Ramadan usai, ia tetap mengqadha hutang puasa tahun sebelumnya sesuai jumlah waktu yang ia tinggalkan untuk tidak berpuasa.

Sementara itu, jika seseorang tersebut meninggalkan puasa tanpa alasan yang sesuai syariat, seperti lalai, maka ia dituntut untuk mengqadha puasa sekaligus membayar fidyah.

Shidiq menerangkan, fidyah adalah memberi makan fakir miskin senilai biaya makan minum dikalikan dengan jumlah hari seseorang meninggalkan puasa.

Baca: Kumpulan Ucapan Selamat Idul Fitri 2019/1440 H Bahasa Indonesia dan Arab, Lengkap dengan Gambar

Sementara itu, fidyah sebenarnya dikeluarkan oleh orang yang tidak sanggup berpuasa, yaitu orang yang sudah tua, orang yang sakit kronis dan tidak sembuh-sembuh, serta ibu hamil dan menyusui.

Namun, ibu hamil dan menyusui juga memilik ketentuan khusus mengenai tata cara mengqadha puasa.

Menurut Shidiq, Imam Syafi'i berpendapat jika ibu hamil dan menyusui tidak berpuasa karena khawatir dengan kondisi diri dan bayinya, maka dia diharuskan untuk membayar fidyah.

"Sementara itu, jika ibu hamil dan menyusui tidak berpuasa karena khawatir adanya mudharat pada bayinya, maka ibu tersebut harus membayar fidyah dan mengqadha puasanya," kata Shidiq.

(Tribunnews.com/tribun-video.com/ Citra Anastasia)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas