Haruskah Membeli dan Mengenakan Baju Baru saat Idul Fitri? Begini Penjelasannya Menurut Islam
Haruskah membeli dan mengenakan baju baru saat Idul Fitri? Simak penjelasan menurut Islam oleh Kaprodi Manajemen Pendidikan Pascasarjana IAIN SKA.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Fathul Amanah
Haruskah membeli dan mengenakan baju baru saat Idul Fitri? Simak penjelasan menurut Islam oleh Kaprodi Manajemen Pendidikan Pascasarjana IAIN SKA.
TRIBUNNEWS.COM - Hari Raya Idul Fitri adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim.
Hari Raya Idul Fitri dipandang sebagai hari kemenangan bagi para umat Muslim yang telah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.
Ada berbagai cara yang dilakukan masyarakat untuk merayakan Idul Fitri.
Satu tradisi yang dilakukan adalah membeli dan mengenakan baju baru.
Membeli dan mengenakan baju baru telah menjadi tradisi sepanjang tahun bagi sebagian besar umat Muslim.
Baca: Makan dan Minum Setelah Imsak, Bagaimana Hukumnya? Simak Penjelasannya!
Baca: Apakah Boleh Membayar Zakat Bagi Anggota Keluarga Yang Sudah Meninggal Dunia?
Baca: Apakah Mudik atau Pulang Kampung Ada di Zaman Rasulullah? Simak Penjelasannya
Namun, apakah Islam memang mengharuskan membeli dan mengenakan baju baru saat Idul Fitri?
Dalam video Tanya Ustaz yang diunggah oleh Youtube Channel Tribunnews.com, Kaprodi Manajemen Pendidikan Pascasarjana IAIN Surakarta, Imam Makruf, mengatakan Idul Fitri adalah sebuah momen yang sangat dinanti-nanti.
Dalam Islam, umat Muslim telah mendapatkan tuntunan dari Rasulullah shallallahu alaihi wassallam.
Dalil terebut diriwayatkan Al Bukhari pada bab Hari Raya dan berhias, mengenai kedatangan Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu kepada Rasulullah.
Beliau datang kepada Rasulullah membawakan kain sutera yang dibelinya dari pasar.
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ، فَأَخَذَهَا، فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالوُفُودِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ
“Sungguh Abdullah bin Umar, ia berkata : “Umar mengambil sebuah jubah sutra yang dijual dipasar, ia mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, belilah jubah ini serta berhiaslah dengan jubah ini di hari raya dan penyambutan. Rasulullah berkata kepada Umar : “sesungguhnya jubah ini adalah pakaian orang yang tidak mendapat bagian (di Hari Kiamat) ”. (HR. Al Bukhari).
Dari sini, diketahui bahwa sebenarnya ada satu tradisi pada masa Rasulullah ketika Hari Raya.
Saat itu, umat Islam sudah terbiasa mengenakan pakaian yang bagus.
Mereka merayakan dengan mengenakan gamis atau pakaian-pakaian terpilih.
Namun, yang disampaikan kepada Rasulullah adalah pakaian yang berbahan sutera.
"Oleh karena itu, Rasulullah mengatakan bahwa baju yang berbahan sutera ini bukan bagian kita, atau tidak layak kita kenakan karena memang dilarang menggunakan pakaian yang berbahan sutera," ujar Imam.
Namun, Imam menambahkan, sesungguhnya Idul Fitri adalah momen di mana umat Muslim disunnahkan untuk memilih pakaian terbaik.
Artinya, kita mengenakan baju yang terbaik dari semua baju yang kita miliki.
Terbaik bukan berarti harus baru.
Layak, suci, dan sesuai dengan tuntunan Islam adalah hal terpenting dari pakaian Idul Fitri, dibandingkan dengan harus membeli baru.
Oleh karena itu, Imam mengungkapkan apa yang disampaikan oleh Umar bin Abdul Aziz.
"Idul Fitri itu bukan untuk orang-orang yang hanya menggunakan baju baru. Idul Fitri tidaklah identik dengan baju baru. Namun, Idul Fitri identik dengan peningkatan iman dnegan meningkatnya ketakwaan kita kepada Allah subhanallahu wa ta'ala," jelas Imam.
Oleh karena itu, jika kita merayakan Idul Fitri hanya mengejar baju baru, kulit luarnya saja yang berganti.
Imam juga mengumpamakan puasa yang hanya mengejar baju baru tidak berbeda dengan ular.
Ketika ular berdiam diri di satu tempat dan waktu tertentu, kulitnya akan berganti.
Pergantian kulit tersebut akan membuatnya memiliki tampilan baru.
Namun, sifat, perilaku, makanan, dan gayanya tidak berubah.
Sementara itu, umat Muslim berpuasa di bulan Ramadan tujuan utamanya adalah membersihkan hati, mensucikan diri, dan meningkatkan derajat ketakwaan kepada Allah.
Takwa itu diwujudkan dengan perubahan lisan dalam berucap, pikiran dalam menangkap fenomena dan memikirkan sesuatu, dan gerak tangan dan kaki saat bertindak.
Semua itu berubah untuk menjadi lebih baik.
"Jadi, hakikat Idul Fitri bukan pada baju baru, tetapi peningkatan takwa dan perilaku yang baru.," kata Imam.
Kaprodi Manajemen Pendidikan Pascasarjana IAIN Surakarta tersebut juga mengibaratkan puasa seperti halnya ulat yang berubah menjadi kepompong dan kupu-kupu.
"Ketika ulat telah menjadi kupu-kupu, ia bisa terbang, perilakunya lebih bagus, makanannya lebih bersih dan sehat, dan tidak merusak," tutup Imam.
(Tribunnews.com/Citra Anastasia)