Hilal Ramadhan Sudah Tampak di Saudi Arabia Tapi di Indonesia Belum, Kapan Kita Harus Mulai Puasa?
Penentuan awal Ramadhan dilakukan dengan dua metodologi; ru'yah dan hilal, terdapat dua pendapat yaitu, ru'yah 'alamiyah dan ru'yah lokal
Penulis: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM – Cukup sering terjadi perbedaan di kalangan masyarakat awam tentang awal bulan puasa.
Biasanya, pemerintah Indonesia lewat Kementerian Agama menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan.
Tapi tak jarang juga masyarakat bingung menentukan awal puasa Ramadhan karena adanya perbedaan hilal Ramadhan yang berbeda antara di Indonesia atau di negara lain misalnya di Arab Saudi.
Redaksi Tribunnews.com mendapati pertanyaan tersebut dari seorang warga bernama Ahmad Ma’ruf. Pertanyaannya seperti ini:
Ustadz, kami mendengar dari media masa berita tentang mulai puasa di Saudi Arabia yang kadang berbeda dengan Indonesia, dimana di Indonesia belum ada yang melihat hilal.
Hal ini menyebabkan perbedaan pendapat di antara kami di Indonesia. Lalu biasanya ada yang puasa dengan mengikuti informasi dari Saudi dan ini sedikit jumlahnya.
Sedangkan sebagian besar umat Islam puasa berdasarkan ru'yah lokal di Indonesia atau yang diputuskan Departemen Agama. Kedua pendapat tersebut menggunakan dalil yang sama yaitu dari Al-Qur'an:
"Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" (QS Al-Baqarah 185)
Hadits Rasul saw.: " Puasalah kamu jika melihat bulan, dan berbukalah kamu jika melihat bulan".
Dan diantara kami terjadi debat yang cukup keras. Maka bagaimana sikap yang benar?
Lewat program konsultasi syariah di kanal Tribunnews.com, Ustadz H Muhammad Husain Sanusi, menjawab pertanyaan penanya sebagai berikut:
Penentuan awal Ramadhan dilakukan dengan dua metodologi; ru'yah dan hilal, terdapat dua pendapat yaitu, ru'yah 'alamiyah (internasional) dan ru'yah mahaliyah (lokal).
Jika kita mengikuti pendapat yang kuat dan ideal adalah ru'yah alamiyah. Sehingga umat Islam di seluruh dunia yang malamnya bersamaan, maka puasanya pada hari yang sama.
Tetapi jika mengikuti ru'yah lokal, maka setiap negara akan melakukan ru'yah tersendiri dan kemungkinan waktu mulai dan mengakhiri puasa akan berbeda.
Namun demikian, karena penyatuan ru'yah dalam skala internasional belum dapat direalisasikan karena berbagai macam sebab, maka sah saja umat Islam mengikuti ru'yah lokal di negaranya.
Berpuasa bersama umat Islam secara mayoritas yang ada di wilayahnya.
Walaupun begitu umat Islam yang mengikuti ru'yah alamiyah puasanya tidak batal. Sehingga ijtihad keduanya dapat dibenarkan.
Tetapi yang lebih baik adalah puasa bersama umat Islam di negaranya dengan mengikuti ru'yah lokal, sehingga tidak ada peselisihan di antara umat Islam di negaranya, karena sama-sama menggunakan ru'yah lokal. Hal ini sesuai dengan hadits:
"Puasa adalah di hari kalian berpuasa, berbuka adalah di hari kalian berbuka dan Idul Adha adalah di hari kalian berkurban" (HR At-Tirmidzi)